Penyediaan pakan ikan mandiri berbasis bahan baku lokal menjadi solusi permasalahan pengembangan perikanan budidaya. Penggunaan pakan mandiri mampu mengurangi biaya operasional 25-35% dari total biaya produksi. Pakan ikan mandiri juga dapat meningkatkan nilai tambah dan memberikan dampak ekonomi yang luas ke hulu dan hilir.
Untuk itu melalui kegiatan Iptekmas dan dilanjutkan KIMBis, Balitbang Kelautan dan Perikanan mengembangkan kelembagaan usaha pabrik pakan ikan mandiri. Salah satunya pabrik berkapasitas produksi 1 ton/hari yang dikelola oleh masyarakat Kecamatan Ponjong, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Peneliti Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) Balitbang KP, Budi Wardoyo mengungkapkan pengembangan pakan ikan mandiri di Gunung Kidul bermula dari kegiatan Iptekmas pada 2011 tentang pengenalan pakan yang bersumber dari dedaunan. “Karena dedaunan terbatas kemudian dicari sumber lain hingga ditemukan 23 bahan baku yang potensial untuk pembuatan pakan,” kata Budi di sela-sela acara Gelar Pakan Ikan Mandiri Nasional di Jakarta, Selasa (8/12).
Melalui Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis), BBPSEKP melakukan pendampingan masalah kelembagaan dari sisi ekonomi. Penguatan kelembagaan pakan lokal dilakukan melalui pembentukan paguyuban pabrik pakan ikan. “Kelembagaan penting untuk penguatan kapasitas para pelaku dan penggerak pengembangan perikanan budidaya,” lanjut Budi.
Sebelumnya beberapa kelompok masyarakat di Gunung Kidul menerima bantuan mesin pencetak pakan alternatif dari Dinas Kelautan dan Perikanan. Namun pemanfaatan mesin pencetak itu kurang optimal. Kelompok masyarakat harus mengusahakan sendiri mulai dari bahan baku dan produksinya.
Menurut Budi, berdasarkan analisa, proses tersebut tidak efisien dalam skala produksi. Pengembangan pakan ikan mandiri kemudian dibagi menjadi beberapa spesialisasi usaha. Spesialisasi pabrik pakan dengan sentra di Kecamatan Nglipar berperan mengembangkan produksi pakan ikan. Spesialiasasi bahan baku di kecamatan Rongkop, menyediakan bahan baku tepung ikan. Spesialisasi pergudangan, pemasaran, formulasi dan pelatihan dan pengembangan usaha di Kecamatan Ponjong, serta berbengkelan dan workshop mesin. Kelembagaan usaha tersebut diwadahi koperasi perikanan “Desa Mina.”
Konsumen pakan ikan mandiri adalah masyarakat lokal yang sebagian besar merupakan pembudidaya ikan lele, ikan nila merah, dan ikan gurame. Di wilayah tersebut juga ada 15 rumah makan yang bahan bakunya ikan. “Awalnya rumah makan itu menggunakan bahan bakunya dari luar Gunung kidul, terutama Klaten dan Boyolali. Sekarang sebagian besar ikan nila yang dibudidaya masyarakat setempat sudah diterima oleh rumah makan itu,” terang Budi.
Hasil dari pabrik pakan mandiri berkapasitas 1 ton perhari dijual dengan harga Rp 6.500 di lokasi. Overheat produksinya sekitar Rp 5.300 perkilo termasuk bahan baku dan tenaga. Sementara harga pakan di pasaran berkisar Rp 9.500-10.000.
“Namun produksi pakan ikan belum kontinyu. Penyebabnya selain permodalan, masih terkendala penyediaan bahan baku yang berkualitas, terutama tepung ikan. Pembuatan tepung pakan ikan kemudian dimodifikasi dari telur ikan yang tidak menetas, darah sapi, dan tulang ayam untuk meningkatkan kadar protein,” terang Budi.
Pengembangan pabrik pakan mini memerlukan tenaga formulator yang mampu membuat formula pakan dengan ketersediaan bahan baku yang ada tanpa mengurangi komposisi dari pakan yang dihasilkan. Salah satu formulator adalah Ryptanto Edy Widodo yang sudah mendapat sertifikat dari Balitbang KP.
Gunung Kidul sudah menghasilkan tiga formula untuk ikan yaitu pakan pembesaran, pakan khusus induk dan pakan untuk benih. “Formula ini menghemat penggunaan pakan cacing sutera. Pakan berbentuk gel dengan perekat tanaman lokal ini mempunyai efisiensi tinggi. Saat ditaruh di air bisa tahan sampai 10 jam dan tidak hancur. Pakan ini menghemat 20-40 persen per periode benih 5 minggu,” kata Budi.
Pada kesempatan yang sama, Widodo menceritakan pembentukan Koperasi Perikanan Desa Mina yang berawal pendirian pabrik pakan mini pada 2011. “Pada tahun 2012, kami mendapat pendampingan dari badan litbang melalui kegiatan KIMBis. Akirnya pada 2013 terbentuk Koperasi Perikanan Desa Mina yang bergerak di bidang pakan mandiri.”
Kegiatan koperasi terbagi beberapa yaitu divisi pakan ikan, divisi tepung ikan dan minyak ikan, divisi perbenihan, pengolahan hasil perikanan, dan divisi budidaya perikanan. “Anggotanya 42 orang dengan modal usaha dari iuran pokok Rp 500 ribu dan iuran wajib tiap bulan Rp 10 ribu. Terakhir, ada bantuan dari Gerpari berupa bahan baku dan beberapa mesin,” lanjutnya
Menurut Widodo, KIMBis berhasil memfasilitasi dan mendampingi hingga kelompoknya bisa mandiri. “KIMBis juga mendampingi bantuan-bantuan dari pemerintah supaya bisa dimanfaatkan lebih maksimal. Kami juga mengadakan beberapa pelatihan untuk meningkatkan SDM baik itu untuk pembudidaya maupun penyuluh swadaya,” pungkas Widodo.