LIPI Kembangkan Budidaya Teripang Pasir Skala Komersial

alt

Jakarta, Technology-Indonesia. Teripang merupakan salah satu biota laut yang telah dipanen dan diperdagangkan di lebih dari 70 negara di dunia, termasuk Indonesia. Teripang yang masuk dalam filum Echinodermata, memiliki morfologi membulat, panjang dan silindris sehingga dikenal sebagai timun laut atau sea cucumber.
 
Di dunia ini, terdapat lebih dari 1000 jenis teripang yang telah teridentifikasi. Sekitar 35 jenis, memiliki nilai komersial. Sebagian besar teripang dipasarkan dalam bentuk kering (trepang, bachedemer) sebagian berupa olahan, segar, beku atau hidup. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan eskpor teripang Indonesia pada 2016 mencapai 2.003.783 kg dengan nilai US$ 9.444.780. 
 
“Teripang banyak ditemukan di perairan Indonesia. Secara geografis, perairan Indonesia terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan habitat terbaik untuk hewan teripang. Sayangnya, budidaya teripang masih belum banyak dilakukan,” terang Dirhamsyah, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI dalam Media Briefing ”Suplemen Sehat dari Laut untuk Perbaikan Gizi Masyarakat” di Jakarta, pada Kamis (22/2/2018).
 
Menurut Dirhamsyah, teripang merupakan salah satu program riset unggulan P2O LIPI. Pada 2019, Puslit Oseanografi LIPI ditargetkan menjadi Pusat Nasional Data Teripang Indonesia.
 
Dalam kesempatan tersebut, Peneliti Balai Pengembangan Bio Industri Laut (BBIL) LIPI, Firdaus memaparkan spesies teripang mengalami praktik tangkap lebih (overfishing) karena nilai ekonomisnya yang tinggi, volume perdagangan yang besar, dan relatif mudah ditemukan di perairan dangkal. Teripang diambil secara terus menerus dari alam tanpa memperhatikan umur dan ukuran, dari anakan muda sampai dewasa, untuk memenuhi tingginya permintaan pasar. 
 
Belum adanya manajemen stok yang baik berdampak pada penurunan populasi di alam di seluruh dunia dan mendorong spesies ini digolongkan sebagai salah satu biota yang terancam (endangered) dalam the IUCN Red List of Threatened Species. “Hal ini mendorong perlunya penguasaan teknologi budidaya biota ini untuk mendukung upaya konservasi, usaha budidaya, dan sekaligus penyediaan bahan baku pangan,” ujar Firdaus.
 
Balai Bio Industri Laut LIPI mulai melaksanakan penelitian dan pengembangan budidaya teripang pasir (Holithuria scabra) dalam skala komersial sejak 2011. Teripang pasir biasanya hidup di perairan dangkal atau padang lamun. Teripang pasir memiliki tubuh berbentuk bulat panjang memanjang, elastis, dapat mengkerut dan memanjang.  Permukaan tubuhnya kasar dan berwarna keputihan, abu atau hitam.
 
Melalui penguasaan teknologi pembenihan, panti benih BBIL LIPI telah mampu memproduksi benih secara massal sejak 2015. Selain aspek pembenihan, BBIL LIPI mengembangkan inovasi teknologi budidaya TERBARU untuk meningkatkan produktivitas sekaligus menjaga keberlanjutan teripang. Budidaya TERBARU merupakan teknologi budidaya dengan pendekatan multitrofik yang menggabungkan komoditas teripang pasir, bandeng dan rumput laut Gracilaria sp. (TERBARU) dalam satu tambak.
 
Firdaus menjelaskan budidaya TERBARU memanfaatkan biota dalam ekosistem tambak. Rumput laut Gracilaria sp. berperan sebagai produsen yang menyerap nutrisi yang berasal dari perairan, pupuk, dan sisa metabolisme biota dalam tambak kemudian mengkonversinya menjadi biomassa melalui proses fotosintesis. Bandeng merupakan omnivora yang memakan partikel tersuspensi, fitoplankton, dan klekap. Sementara teripang pasir berperan sebagai pemakan detritus yang memanfaatkan bahan organik dalam tambak.
 
“Melalui metode ini, daur nutrisi dalam sistem budidaya menjadi lebih efisien, karena biaya pakan dan pengelolaan kualitas air dapat ditekan secara optimal yang akhirnya berdampak pada penurunan biaya produksi,” tambahnya. 
 
Selain lebih ramah lingkungan, budidaya TERBARU juga memiliki produktivitas dan nilai ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan budidaya masing-masing komoditas secara monokultur. Estimasi produktivitas dan pendapatan per tahun untuk lahan tambak seluas satu hektar untuk budidaya TERBARU lebih jika tinggi dibandingkan dengan budidaya monokultur yaitu sebesar 17,5% (monokultur teripang), 422,2% (monokultur bandeng), dan 879,2% (monokultur Gracilaria sp.).
 
Kaji terap budidaya teripang pasir telah dilaksanakan di Demplot Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lombok Timur seluas 2 hektar. Kegiatan ini merupakan kerjasama triple helix antara BBIL LIPI – PT. Sejahtera Putra Kusuma – Dislutkan Lotim.
Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author