Penyakit Blas Bisa Turunkan Produktivitas Padi Hingga Gagal Panen

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Produktivitas padi dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya serangan hama penyakit. Hama dan penyakit tersebut secara signifikan mengakibatkan penurunan produksi dan kegagalan panen, khususnya di daerah endemik hama penyakit tersebut.

Peneliti Pusat Riset Rekayasa Genetika (PRRG), Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan (ORHL) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nurul Fitriah dalam laman brin.go.id mengatakan salah satu penyakit utama yang sering ditemukan menyerang tanaman padi adalah penyakit blas.

Penyakit blas adalah serangan yang disebabkan oleh cendawan atau jamur Pyricularia oryzae. Serangan penyakit blas pada fase stadium vegetatif akan menyebabkan kematian tanaman.

“Sedangkan pada fase generatif akan menyebabkan bulir padi hampa atau tidak berisi. Ini akan menyebabkan produksi padi menurun dan bahkan dapat mengancam ketahanan pangan,” ungkap Nurul pada forum Friday Scientific Sharing Seminar (FS3) Seri ke-19, Jumat (14/7/2023).

Nurul menjelaskan penyakit blas pada padi dapat terlihat dari bentuk bercak yang khas dengan bentuk belah ketupat dengan kedua ujung runcing di mana sekitar tepi bercak berwarna coklat dan di bagian tengahnya berwarna putih keabu-abuan.

Untuk varietas padi yang rentan maka bercak akan bertambah besar dengan ukuran bisa mencapai panjang 1 – 1,5 cm dan lebar 0,3 – 0,5 cm.

“Serangan blas itu sendiri bersifat fluktuatif selama 10 tahun terakhir. Dari data PPID tahun 2012-2022 yang saya dapatkan, serangan blas fluktuatif, khusus di masa pandemi terjadi penurunan karena kondisi pandemi menyebabkan juga proses ekonomi berhenti sejenak,” terang Nurul.

“Tapi saat ini kejadian-kejadian serangan blas itu pun masih tinggi di daerah sentra penanaman padi khususnya di Jawa Barat. Di mana dari temuan P. oryzae sendiri memiliki keragaman genetik yang tinggi karena kemampuannya untuk melakukan reproduksi secara seksual maupun aseksual sehingga akan selalu dihasilkan ras-ras baru,” imbuhnya.

Dirinya menambahkan, ditemukan sebanyak 21 ras P. oryzae di provinsi Jawa Barat. Penyakit ini memiliki siklus hidup diawali dengan ketika konidium bersel 3 menempel pada permukaan daun secara adhesi dengan sifat hidrofobik.

Selanjutnya melakukan proses perkecambahan membentuk germ tube. Germ tube kemudian melakukan proses diferensiasi membentuk appreserium, dan kemudian mengalami proses melanisasi yang menyebabkan terbentuknya peg (pasak) penetrasi.

“Ketika peg penetrasi ini berkembang akan menekan masuk melakukan penetrasi ke dalam sel epidermis dan terjadi invasif pada sel inang. Lesi penyakit atau bercak blas akan terlihat setelah 72 sampai 96 jam,” imbuhnya.

Nurul mengatakan, pengendalian penyakit blas dapat dilakukan dengan berapa teknik, yaitu teknik budidaya, teknik penggunaan fungisida dan teknik penanaman varietas tahan.

Untuk penanaman varietas tahan itu sendiri adalah salah satu metode yang paling efektif, signifikan mengurangi penurunan hasil dan ramah lingkungan. Perakitan penanaman varietas tahan dilakukan dapat dengan merakit varietas tahan blas baru atau memperbaiki atau meningkatkan varietas unggul yang sudah ada.

Untuk mempercepat proses dihasilkan varietas dengan sifat ketahanan blas, terangnya, dapat dilakukan dengan pendekatan bioteknologi yaitu marka molekuler sebagai alat seleksi dalam suatu pemuliaan tanaman.

“Kegiatan pemuliaan tanaman tersebut dapat menghasilkan varietas lebih cepat efisien dan ketepatan tinggi dibandingkan teknik konvensional. Hal inilah yang melatarbelakangi kami dalam melakukan riset ini,” ungkap Nurul.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author