Makassar, Technology-Indonesia.com – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) terus berupaya mendukung dan mencari terobosan dalam proses hilirisasi hasil penelitian dan pengembangan (litbang) pangan dan kesehatan. Karena itu, Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi, Kemenristekdikti berkoordinasi dengan berbagai pihak atau stakeholder melalui beragam kegiatan dan pertemuan guna mencari pola yang dapat memperlancar proses tersebut.
Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti Jumain Appe mengatakan untuk mengurangi berbagai permasalahan hilirisasi hasil penelitian produk inovasi kesehatan dan ketahanan pangan dibutuhkan kesepahaman kolektif.
“Kita memerlukan masukan tidak hanya dari kementerian sebagai pembuat regulasi di tingkat pusat tapi juga butuh masukan dari stakeholder pangan dan kesehatan serta pelaku industri,” kata Jumain Appe saat memberi sambutan dalam Forum Industi Pangan dan Kesehatan di Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) Tamalanrea, Makassar pada Kamis (27/9/2018).
Forum industri bertajuk “Pengembangan Klaster Inovasi untuk Mendukung Industri Pangan dan Kesehatan” ini bertujuan mengkanalisasi dan mengakselerasi hilirisasi produk inovasi pangan dan kesehatan hasil riset dan inovasi perguruan tinggi dan lembaga litbang agar dapat dimanfaatkan oleh industri dan masyarakat. Jumain mengungkapkan, forum ini baru pertama kali dilaksanakan di luar Pulau Jawa. Sebelumnya, forum seperti ini pernah dilaksanakan di Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Padjadjaran.
“Forum ini untuk mendorong peran perguruan tinggi di dalam pembangunan inovasi berbasis klaster. Pembangunan ke depan tidak akan maju kalau kita tidak memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas,” tutur Jumain.
Perguruan tinggi, lanjutnya, yang sebagian besar ada di daerah semestinya memberikan suatu manfaat bagi pembangunan daerah di wilayahnya. Untuk menghasilkan produk inovasi, perlu dipertemukan antara pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan dunia usaha yang menjadi lokomotif dari pembangunan.
Jumain berharap forum inovasi industri pangan dan kesehatan ini dapat menghasilkan rekomendasi rencana aksi dan formulasi kebijakan untuk mendorong peningkatan produktivitas dan nilai tambah komoditas pangan serta strategi menyiapkan bahan baku obat untuk mendukung kebutuhan obat nasional.
Menurutnya, lembaga litbang, perguruan tinggi, dan industri tidak boleh jalan sendiri-sendiri. Manajemen inovasi di perguruan tinggi harus mampu mengadaptasi kebutuhan praktis industri. Di sisi lain, industri mesti memiliki keberpihakan terhadap pemanfaatan hasil riset dan inovasi dari perguruan tinggi dan lembaga litbang. Ke depan diperlukan pendekatan simbiosis mutualistik antara program riset dan inovasi perguruan tinggi/lembaga litbang dengan industri melalui berbagai program intermediasi, capacity building, pendanaan/insentif inovasi, dan kebijakan terintegrasi.
“Dalam konsepsi dan implementasi pengembangan klaster inovasi,kehadiaran pemerintah selaku driven innovation melalui kepemimpinan dan kebijakan yang inovatif sangat dibutuhkan untuk membina iklim kondusif sehingga tercipta kolaborasi yang sinergis antar aktor inovasi,” ujar Jumain.
Pendekatan klaster inovasi dilakukan melalui peningkatan peran lembaga litbang dan perguruan tinggi sebagai salah satu elemen yang berperan penting dalam menciptakan invensi, produk inovasi, dan SDM untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah berbasis komoditas lokal. Lembaga litbang dan perguruan tinggi dapat menjadi pusat unggulan yang menghasilkan teknologi sesuai dengan kebutuhan industri di daerah.
Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Dwia Aries Tina Pulubuhu mengatakan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Unhas diharapkan berbuah inovasi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, termasuk dunia usaha.
“Produk-produk hasil inovasi lokal yang sudah kami kembangkan diantaranya produk garam, gula aren, rumput laut dan beras lokal untuk penderita diabetes. Hasil inovasi tersebut diharapkan dapat dimanfaat industri untuk diproduksi secara masal,” ujar Dwia.
Forum dalam bentuk diskusi panel dan mini-expo ini menghadirkan narasumber antara lain Erizal Jamal (Direktur Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian, Kementan), Engko Sosialine Magdalene (Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes), Muh Nasrum Massi (Wakil Rektor IV Bidang Inovasi dan Kemitraan, Unhas), dan beberapa pembahas. Acara dihadiri sekitar 300 peserta dari Kawasan Indonesia Timur seperti pemerintah daerah, akademisi, industri pangan dan kesehatan, peneliti/perekayasa, mahasiswa, praktisi, dan lain-lain.