Metode Nanoemulsi Hasilkan Pestisida Nabati

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pestisida kimia terbukti ampuh membunuh hama pada tanaman. Namun, residu pestisida kimia lama-kelamaan berakumulasi merusak tanah. Polusi lingkungan dapat ditekan dengan penggunaan pestisida nabati.

Kepala Pusat Riset Kimia – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yenny Meliana menggambarkan proses penelitian pestisida nabati dalam poster berjudul Green Technology of Botanical Pesticide for Sustainable Food Production and Maintaining Ecosystem.

Melansir dari laman brin.go.id, poster yang terpampang di WAITRO Summit 2022 menjelaskan bahwa pestisida nabati yang dihasilkan dari teknologi nanoemulsi tersebut digunakan pada tanaman tomat, lada, dan sayuran.

Yenny menjelaskan minyak nimpa, sereh, dan cengkeh, pestisida nabati ini dibuat menjadi emulsi dengan menggunakan teknologi nano. Risetnya telah diuji di Lembang dan Belitung.

“Ketahanan stabilitas emulsi telah terbukti. Dalam durasi 6-8 jam, minyak nabati yang telah dicampur dengan air tetap stabil, tidak terpisah,” ungkapnya.

Teknologi nanoemulsi digunakan untuk membuat pestisida nabati lebih stabil. “Dibutuhkan pestisida nabati dengan emulsi yang stabil ketika proses penyemprotan dilakukan pada lahan kebun sayur yang luas dan membutuhkan waktu,” terangnya.

Kolaborasi Internasional

Melalui platform SAIRA, peneliti yang juga mendalami bidang kosmetik ini berhasil mendapatkan rekan kerja penelitian. Partnernya dari Kamerun meneliti hal yang mirip.

Perbedaannya, pada bahan dasar emulsi, yaitu tanaman khas Kamerun. Penelitian mereka menitikberatkan pada biokimia, sedangkan penelitian ini fokus pada pemanfaatan nanoemulsi.

Teknologi nanoemulsi dalam pestisida nabati ini sudah mendapatkan lisensi teknologi dari mitra dan memiliki ijin edar dari Kementerian Pertanian kurang lebih lima tahun lalu. Ia berharap, pengembangan selanjutnya adalah pada riset nanoemulsi ke arah herbisida.

Yenny mengungkapkan, tidak mudah bermitra dengan peneliti yang berada di negara berbeda. Setidaknya ia menyebutkan ada tiga tantangan selama menjalin kolaborasi internasional. Pertama adalah pendanaan operasional.

Namun hal tersebut dapat diatasi dengan pertemuan diskusi online melalui zoom, sehingga kedua pihak tidak mutlak harus bertemu secara fisik.

Tantangan berikutnya adalah adanya perbedaan waktu. Hal ini terkadang membuat jadwal pertemuan online di larut malam, atau dini hari. “Di Indonesia sudah malam, di Kamerun masih siang,” ujarnya saat didaulat memberikan testimoni success story dalam WAITRO Summit 2022 (15/11/2022) di Lord Charles, Afrika Selatan.

Ia menyebutkan bahwa merawat hubungan berkolaborasi juga bukan hal yang mudah baginya. “Toleransi dan komitmen para pihak harus erat dalam melakukan riset dan mencari peluang pendanaan riset,” tutupnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author