Jakarta, Technology-Indonesia.com – Ubi kayu memiliki potensi besar karena menjadi sumber pati yang sangat baik untuk bahan baku pangan, energi, dan industri. Ubi kayu juga dimanfaatkan dalam industri non-pangan seperti kosmetik, bio-farmaka, serta bioplastik yang penggunaannya semakin meningkat.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 mencatat bahwa produksi ubi kayu mengalami penurunan sekitar tiga juta ton dan pengurangan luas panen seluas 200 ribu hektare (ha). Untuk mengatasi hal tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melakukan peningkatan produksi antara lain melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi.
Usaha intensifikasi dilakukan dengan perakitan varietas unggul baru maupun perakitan teknologi produksi yang lebih unggul dari yang sudah ada di sentra produksi. Ekstensifikasi adalah perluasan lahan pertanian ke arah areal baru, diantaranya ke kawasan hutan atau perkebunan dengan memanfaatkan bawah tegakan tanaman hutan.
Balitbangtan bersama Perum Perhutani melakukan penelitian terkait pemanfaatan areal di bawah tegakan tanaman jati untuk tanam ubi kayu. Tahun 2013 telah dilakukan penelitian di lahan tegakan jati kawasan Perum Perhutani KPH Blora, di Desa Bogem, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Lahan yang digunakan adalah petak yang ditanami pohon jati varietas JPP (Jati Plus Perhutani) berumur dua tahun seluas dua hektare. Kondisi lahan pada percobaan cukup beragam, di beberapa tempat solum tanah cukup dangkal dan berbatu, kemiringan lahan berkisar antara 10 – 15%.
Lima varietas ubi kayu keluaran Balitbangtan digunakan pada penelitian tersebut yaitu Adira 4, Malang 4, Litbang UK 2, Cecek Ijo (lokal), dan UJ 5. Kelimanya ditanam di bawah tegakan tanaman jati umur dua tahun dengan perlakuan antara lain menggunakan tiga dosis pemberian input pupuk.
Peneliti Balitbangtan, Sri Wahyuningsih mengatakan semua pupuk (Urea, SP-36 dan KCl) diberikan pada saat tanam, kecuali pupuk Urea diberikan dua kali yaitu 1/3 dosis pada saat tanam. Sisanya diberikan pada saat tanaman berumur tiga bulan. Jarak tanam tegakan jati adalah 3 m x 3 m.
Setiap lorong di antara tegakan pohon jati dibuat dua guludan dengan jarak antar guludan 100 cm. Ukuran petak 3 m x 4 m (10 tanaman). Tanaman ubi kayu ditanam pada guludan dengan jarak 100 cm x 80 cm. Populasi tanaman 7.500 ubi kayu per ha sekitar 60 % dari populasi normal.
Hasil umbi yang diperoleh hanya dipengaruhi oleh perbedaan varietas ubi kayu. Varietas Malang 4 dan Adira 4 memberikan hasil lebih banyak dibandingkan tiga varietas lainnya masing-masing 32 dan 28 ton/ha. Varietas Litbang UK 2, UJ 5, dan Cecek Ijo menghasilkan umbi lebih sedikit berturut turut 21, 23 dan 25 ton/ha.
Hasil umbi yang dicapai oleh varietas Malang 4 dan Adira 4 dinilai sudah cukup tinggi karena di bawah tegakan pohon jati populasinya hanya mencapai 60% dari pertanaman monokultur. Di samping itu terdapat pengaruh naungan dari pohon Jati yang mencapai 40 – 60%.
Varietas Litbang UK 2 mempunyai kadar pati yang terendah 18,60%, sedangkan kadar pati tertinggi diperoleh varietas Adira 4 (22,87%).
Pemanfaatan areal di bawah tegakan tanaman jati untuk budi daya diharapkan meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan petani di sekitar hutan. Apabila lahan hutan di seluruh Indonesia digarap 20% saja, maka akan menghasilkan 378 juta ton ubi kayu per musim tanam.