Jakarta, Technology-Indonesia.com – Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang fungsinya tidak dapat tergantikan oleh jenis sayuran lainnya dan sebagai penyumbang terjadinya inflasi. Permintaan bawang merah terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Harga bawang merah juga sering berfluktuatif karena tidak stabilnya produksi dalam negeri.
Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah (Sulteng), Ir. Saidah, MP mengatakan budidaya bawang merah sering terkendala oleh terbatasnya benih berkualitas, sehingga petani menggunakan benih asalan. Potensi terbawanya organisme pengganggu tanaman (OPT) atau hama dan penyakit diumbi sangat mungkin terjadi. Petani yang tidak memiliki modal besar, memilih menggunakan umbi konsumsi untuk dijadikan benih pada musim tanam berikutnya. Hal inilah yang banyak menyebabkan kegagalan dalam berusahatani bawang merah.
“Penggunaan umbi sebagai benih lebih disukai oleh petani, karena lebih praktis Padahal, penggunaan benih umbi membutuhkan biaya yang cukup besar, baik harga benih, biaya pengangkutan dan rentan dengan OPT tular benih,” kata Saidah dalam pertemuan dua mingguan BPP Biromaru Kab. Sigi pada Kamis (23/7/2020).
Lebih lanjut Saidah menerangkan, peluang menggunakan TSS (True Seed of Shallot) atau biji botani sangat besar. Saat ini, ketersediaan benih umbi sangat terbatas akibat tingginya curah hujan.
Penggunaan TSS memiliki beberapa keunggulan, diantaranya kebutuhan jumlah benih lebih rendah yaitu 4-7 kg/ha; pengangkutan dan penyimpanan benih lebih mudah serta masa simpan yang lebih panjang hingga 2 tahun. Selain itu, benih lebih sehat, bebas dari virus dan penyakit tular benih.
“Titik kritis dalam budidaya TSS adalah pesemaian dan saat replanting. Tapi, dapat juga dengan sistem tanam benih langsung (Tabela) dengan jumlah biji per lubang 2-3,” terangnya.
Menurut Saidah, BPTP Sulteng sejak tahun 2016 telah mendiseminasikan teknologi penggunaan TSS ini di Sulteng melalui Demplot Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura. Pada 2018, BPTP Sulteng melakukan kajian Produksi Lipat Ganda Bawang Merah, yang komponen teknologi wajibnya adalah penggunaan biji. Dikatakan produksi lipat ganda karena populasi tanaman bertambah, pemupukan spesifik lokasi dan adanya upaya penurunan kehilangan hasil akibat serangan OPT. Produktivitas bawang merah asal biji rata-rata di atas 10 t/ha. Hal ini disebabkan umbi yang dihasilkan besar-besar, berbeda bila menggunakan umbi.
Informasi terkait dengan budidaya bawang merah dengan menggunakan biji belum sepenuhnya petani mengetahuinya, begitupun dengan petugas lapangan. Untuk itu, BPTP Sulteng terus berupaya agar teknologi ini dapat cepat menyebar dan diterapkan, baik melalui demplot, narasumber maupun sekolah lapang atau melalui peningkatan kapasitas penyuluh.
Mardiana,SP.,M.Si selaku penanggung jawab kegiatan Peningkatan Kapasitas Penyuluh BPTP Sulteng menjelaskan, melalui kegiatan ini diharapkan percepataan diseminasi dapat tercapai, mengingat penyuluh merupakan ujung tombak pembangunan pertanian di lapangan melalui pendampingan kepada petani, sehingga petani dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraannya. (Sumber BPTP Sulteng)