Jakarta, Technology-Indonesia.com – Hama boleng atau lanas menjadi salah satu masalah yang dialami para petani ubi jalar di Indonesia. Masalah tersebut juga dirasakan petani di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang memasok ubi jalar ke perusahaan produsen makanan ringan berbahan baku umbi, PT Maxindo Karya Anugerah.
Raw Material Manager PT Maxindo, Andri Indradi menyebutkan selama ini para petani mengendalikan hama menggunakan insektisida. Namun upaya tersebut masih kurang efektif sehingga perlu adanya teknologi baru yang ramah lingkungan.
Untuk mengatasi permasalahan hama boleng, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian (Kementan) menawarkan alat perangkap feromon seks bernama Fero-Lanas. Berdasarkan uji coba di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, petani berhasil menangkap 5.498 ekor kumbang jantan di lahan seluas 95 hektar menggunakan 460 perangkap. Berkurangnya jumlah kumbang jantan menyebabkan jumlah betina yang terkawini juga berkurang sehingga pertumbuhan populasi ulat boleng menjadi terhambat.
“Feromon ini kami perlukan untuk menjaga produktivitas petani, karena selama ini lanas menjadi musuh terbesar bagi petani. Jika populasi lanas bisa turun lima persen saja itu sudah sangat menguntungkan bagi kami dan para petani,” ujar Andri saat mengunjungi kantor BB Biogen di Bogor, Rabu (3/10/2018).
Selain Fero-Lanas, Andri juga tertarik dengan metode perbanyakan benih melalui kultur jaringan yang dikembangkan Balitbangtan. Sebab, kebutuhan umbi di perusahaannya saat ini mencapai 8 ton perhari dan terus meningkat hingga 13 ton per hari.
“Saya kira perlu adanya kerja sama antara perusahaan kami dengan BB Biogen, karena kami butuh bibit banyak untuk mengembangkan pertanian serta memenuhi kebutuhan umbi kami yang terus meningkat,” kata Andri.
Saat ini PT Maxindo memproduksi makanan ringan berupa keripik yang terbuat dari ubi jalar berwarna orange, ubi jalar ungu, talas belitong dan singkong. Seluruh produk tersebut diekspor ke berbagai negara seperti Belanda, Australia dan China. Andika Bakti/SB