Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kegiatan Upaya Khusus (Upsus) dari Kementerian Pertanian (Kementan) bertujuan meningkatkan produktivitas padi, jagung dan kedelai (Pajale) menuju Swasembada Pangan 2024. Untuk itu, Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) salah satu ujung tombak penanggung jawab Upsus menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) pada 17-18 September 2019, di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) untuk mempersiapkan masa tanam periode Oktober 2019 – Maret 2020.
Kepala Balittra, Ir. Hendri Sosiawan, CESA dalam sambutannya mengatakan salah satu kegiatan utama di Kementan adalah Upsus Pajale, karena itu harus ada capaian Luas Tambah Tanam untuk tiga komoditas utama tersebut. Kabupaten HST memiliki area rawa yang dinilai berpotensi untuk peningkatan produktivitas Pajale, terutama saat musim kemarau, saat yang cocok untuk bertanam tiga komoditas tersebut. Selain itu, Teknologi Panca Kelola merupakan salah satu rahasia meningkatkan produktivitas ketiga komoditi tersebut.
Menurut Hendri, komoditi jagung saat ini merupakan komoditi yang sangat menjanjikan untuk dikembangkan di lahan rawa maupun lahan kering. Tiga tahun lalu jagung masih menjadi komoditi yang tidak banyak dilirik di Kalimantan Selatan (Kalsel) karena harga pipilan jagung pakan sangat rendah. Namun seiring berjalannya waktu, komoditi jagung menjadi primadona.
Plt Kepala Dinas Pertanian Kabupaten HST, Ir. Misradi saat membuka Bimtek mengatakan bahwa untuk Kabupaten HST hanya dua komoditi saja yang bisa ditingkatkan yaitu padi dan Jagung. Untuk kedelai, hanya beberapa daerah yang menanam itupun karena mendapatkan program bantuan. Memang ada sebagian kecil petani yang menanam kedelai untuk konsumsi pribadi.
Narasumber Bimtek, Prof. Masganti mengatakan selama ini beberapa varietas unggul dilepas dengan spesifik lokasi, seperti padi yang dilepas untuk toleran rendaman (Inpara= Inbrida padi rawa), adaptif untuk lahan lahan irigasi (Inpari= inbrida padi Irigasi) dan adaptif untuk ladang (Inpago= Inbrida padi gogo). Dari sekian padi yang spesifik lokasi tersebut, terdapat beberapa varietas padi yang bersifat amphibi yaitu dapat tumbuh dan beradaptasi pada lahan kering dan lahan basah (rawa) seperti Inpago 5, Inpago 7-11, Ciherang, Situbagendit, Situpatenggang, Mekongga, dan Inpari 10.
Peneliti Balittra Dr. Wahida Annisa menjelaskan penanaman jagung dengan sistem tanam zigzag akan memberikan keuntungan peningkatan produksi, karena populasi lebih banyak dibanding penananam biasa. Dalam pemeliharaan tanaman, satu hal yang perlu diperhatikan adalah pembumbunan pada akar buku-buku batang bagian bawah tanaman jagung. Akar nafas ini jika dibumbun, akan berubah fungsi menjadi penyerap hara, sehingga produksi jagung meningkat dengan berat pipilan yang tinggi dan berat janggel yang ringan.
Materi Bimtek tentang Hama dan penyakit tanaman Pajale disampaikan oleh Dr. Mukhlis. Ada empat strategi utama dalam pengendalian, diantaranya adalah: pengelolaan tanaman sehat, pengendalian secara hayati, pengendalian secara mekanis/fisik, dan pengendalian secara kimia.
Selesai penyampaian materi, Bimtek dilanjutkan dengan praktek penggunaan alat tanam jagung yang di demontrasikan oleh Teknisi Kebun Balittra, Asep Sanjaya. Cara mengatur tanaman agar bisa zigzag membutuhkan 3 orang pekerja. Dua orang pekerja membawa tali rafia yang sudah diukur dimana setiap sisi berjarak 12,5 cm dan jarak antara segitiga tanaman satu dengan segitiga tanaman lain 75 cm. Satu orang lainnya menjalankan alat tanam yang sudah disesuaikan dengan ukuran tersebut. Untuk pengisian benih satu lubang tanam berisi hanya satu benih saja.
Selain Bimtek Upsus dilakukan juga kegiatan “Participatory Rural Appraisal” (PRA) yang merupakan kegiatan teknik pengumpulan informasi dan pengenalan kebutuhan masyarakat yang melibatkan secara langsung dan secara aktif partisipasi masyarakat itu sendiri. PRA dilaksanakan di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Limpaso yang melibatkan 20 petani sebagai sampel yang mengisi kuesioner.
Pertanyaan kuesioner meliputi penanaman tanaman kedelai diantaranya luas tanam, luas panen, hasil/produksi yang didapat, varietas yang diinginkan, pemanfaatan alat dan mesin pertanian, kendala, pemasaran dan harga jual. Kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi pada penanaman kedelai. Acara dipandu Prof. Masganti, mengurutkan masalah-masalah tersebut dari yang utama sampai pada masalah terkecil sehingga akan memudahkan dalam pemberian solusinya. (Vika Mayasari/Catur)