Teknologi Embriogenesis Somatik untuk Perbanyakan Benih Anggrek

Cianjur, Technology-Indonesia.com – Kebutuhan pasar akan tanaman pot dan bunga potong anggrek seperti Dendrobium, Phalaenopsis, dan Vanda tergolong sangat tinggi. Peluang pasar tersebut belum dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku anggrek nasional. Hingga saat ini pasar anggrek Indonesia masih didominasi produk impor. Padahal Indonesia memiliki cukup banyak varietas unggul baru (VUB) anggrek yang berpotensi besar dikembangkan dan bersaing di pasaran dengan produk impor.

Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) melalui Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) sudah melakukan pemuliaan anggrek sejak tahun 2005. Hingga saat ini, Balitbangtan berhasil melepas lebih dari 30 VUB yang potensial dikembangkan dan dikomersialisasikan di Indonesia. Namun sejauh ini, VUB Balitbangtan belum merambah pasar karena terkendala ketidaktersediaan benih bermutu skala massal secara kontinu.

Ketersediaan sistem perbanyakan benih berkualitas secara in vitro yang efektif dan efisien memiliki peran sangat penting untuk menunjang perkembangan dan kemajuan agribisnis anggrek di Indonesia. Berbagai komponen teknologi perbanyakan anggrek secara in vitro berhasil dikembangkan Balithi. Namun sebagian besar hasil penelitian masih bersifat parsial dan belum mampu menghasilkan benih skala massal secara kontinu.

Fitri Rachmawati, peneliti ekofisiologi tanaman dari Balithi mengatakan pengembangan dan aplikasi teknologi embriogenesis somatik berbasis bioreaktor memiliki potensi besar untuk mengatasi kendala tersebut. Teknologi ini dapat menghasilkan benih bermutu dalam jumlah besar, seragam, dalam waktu singkat dan berkesinambungan.

Embriogenesis somatik adalah proses perkembangan sel somatik menjadi tanaman lengkap melalui pembentukan embrio tanpa melalui peleburan sel gamet. Pada teknologi ini, sel somatik dalam kondisi terinduksi akan menghasilkan sel-sel embriogenik, yang akan mengalami serangkaian perubahan morfologi dan biokimia dan akhirnya terbentuk embrio somatik.

“Teknologi embriogenesis somatik merupakan teknologi perbanyakan benih melalui jalur pembentukan embrio dari jaringan somatik tanaman. Tiap jenis tanaman, eksplan atau bahan tanaman yang digunakan berbeda-beda,” kata Fitri di Kantor Balithi, Jalan Raya Ciherang, Segunung, Pacet, Cianjur, Jawa Barat pada Selasa (24/4/2018).

Lebih lanjut Fitri menerangkan semua sel somatik di dalam tanaman mengandung seri informasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan tanaman utuh dan fungsional, sehingga embriogenesis somatik merupakan bentuk dasar dari sifat totipotensi (total genetic potential) sel, suatu sifat unik dari tanaman tingkat tinggi.

Fitri mencontohkan, berdasarkan hasil riset, pada anggrek phalaenopsis untuk membentuk embriogenesis somatik bisa menggunakan nodus tangkai bunga yang ada mata tunasnya sebagai eksplan awal. Nodus adalah ruas pada batang tanaman dimana akan tumbuh daun, tunas dan cabang.

“Embrio somatik bisa didirect langsung dibentuk menjadi embrio atau secara indirect membentuk kalus, sejenis kumpalan massa yang tidak beraturan,” terangnya.

Embrio somatik yang terbentuk secara langsung meliputi pembentukan embrio dari sel tunggal atau kelompok sel yang menyusun jaringan eksplan tanpa melalui pembentukan kalus. Sedangkan embrio yang terbentuk secara tidak langsung adalah pembentukan embrio melalui fase kalus.

Kalus merupakan pertumbuhan sel tanaman secara cepat bentuknya jadi tidak beraturan. Kalus akan diinduksi menjadi embrio yang sudah single sel untuk dikembangkan menjadi satu individu dinamakan plant labs. Plant labs adalah tanaman hasil kultur jaringan yang sudah sempurna memiliki daun, akar, dan sebagainya serta siap untuk dikeluarkan/diaklimitisasi.

“Harapannya melalui jalur embriogeness stomatik ini kita bisa mendapatkan jumlah benih dalam skala massal,” lanjutnya.

Perbanyakan tanaman secara in vitro melalui embriogenesis somatik perlu didukung sistem proliferasi dengan kapasitas memadai untuk produksi benih anggrek skala komersial. Bioreaktor merupakan salah satu sistem alternatif yang lebih efisien dalam peningkatan skala/kapasitas dan otomatisasi dalam perbanyakan in vitro baik melalui jalur organogenesis maupun embriogenesis beberapa jenis tanaman. Pada kultur in vitro anggrek, bioreaktor telah diaplikasikan pada Phalaenopsis, Oncidium ‘Sugar Sweet’, Dendrobium ‘Zahra FR-62’, dan Dendrobium Indonesia Raya ’Ina’.

Bioreaktor menggambarkan sebuah tempat untuk melakukan reaksi-reaksi biologi atau wadah kultur sel secara aerobik. Sistem ini banyak digunakan dalam industri mikrobial, metabolit sekunder tanaman, dan perbanyakan masal benih tanaman. Keuntungan penggunaan alat ini diantaranya mampu meningkatkan kecepatan proliferasi sel karena adanya penambahan oksigen dan pergerakan aktif sel dan media yang berdampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel.

Teknologi ini memiliki potensi tinggi untuk diterapkan dalam rangka penyediaan benih bermutu (sehat, vigor, dan seragam) skala komersial. Namun demikian, pengembangan protokol pada skala komersial perlu dikaji lebih lanjut untuk program adopsi kepada produsen dan petani penangkardi sekitar lokasi pengembangan kawasan produksi. Serta perlu diverifikasi sesuai dengan analisis visibilitas, nilai ekonomis, permintaan pasar, tujuan pasar dan pemain pasar dari jenis anggrek yang dipilih.

Fitri berharap penerapan teknologi ini dapat membantu mempersiapkan benih anggrek bermutu dalam jumlah besar dan berkesinambungan untuk mendukung pengembangan dan kemajuan agribisnis anggrek di Indonesia.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author