Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pertanaman tebu saat ini didominasi tebu ratun atau kepras yang memiliki kecenderungan produktivitasnya menurun seiring bertambahnya periode ratun. Petani lebih memilih pertanaman ratun karena tanam tebu baru memerlukan biaya tinggi untuk bongkar ratun dan pengadaan benih tebu. Dukungan teknologi budidaya tebu rawat ratun sangat diperlukan untuk peningkatan produktivitas hablur tebu.
Peneliti Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) Subiyakto mengungkapkan kebutuhan gula nasional pada 2019 sebesar 5,8 juta ton, dengan rincian 2,8 juta ton untuk konsumsi rumah tangga dan 3 juta ton untuk industri makanan dan minuman. Sementara produksi gula nasional sekitar 2,2 juta ton, sehingga defisit gula konsumsi rumah tangga sekitar 600 ribu ton serta defisit untuk industri makanan dan minuman sebesar 3,6 juta ton.
Defisit tersebut, bisa diatasi dengan melaksanakan ekstensifikasi lahan yang dibutuhkan sekitar 100 ribu hektare (ha). Namun ekstensifikasi di Pulau Jawa mengalami kendala untuk perluasan area. Selain itu dapat dilaksanakan intensifikasi untuk total area tebu seluas 411 ribu ha. Menurut Subiyakto, plant cane (PC) tebu pertama diestimasi hanya 8 persen atau seluas 32 ribu hektare. Sisanya, 92 persen merupakan tebu kepras atau ratun yang setara 379 ribu hektar.
“Memang kita sudah merekomendasikan bahwa rawat ratun direkomendasikan 3 kali, tetapi praktek ratun/kepras di beberapa daerah mencapai 10-15 kali. Agar rawat ratun ini bisa menjadi baik perlu sentuhan teknologi,” kata Subiyakto saat menjadi moderator Webinar Dukungan Teknologi Budidaya Tebu Rawat Ratun untuk Peningkatan Produktivitas Hablur yang digelar oleh Balittas pada Kamis (2/7/2020).
Berdasarkan penelitian teknologi budidaya tebu rawat ratun dapat meningkatkan produktivitas hablur 2,2-2,9 ton/ha. Hasil tersebut masih ditingkat penelitian, sehingga diperlukan penelitian ditingkat petani.
Kepala Dinas Perkebunan (Kadisbun) Provinsi Jawa Timur (Jatim), Karyadi memaparkan bahwa produksi gula di Jawa Timur pada 2019 mencapai 1.047.856 ton. Sementara konsumsi rumah tangga rata-rata 476.674 ton, sehingga ada surplus 639.959 ton. Provinsi Jatim juga memiliki pabrik gula yang cukup banyak yaitu 35 unit, namun pada 2019 yang beroperasional 31 unit. Karena itu, Jawa Timur selalu dalam posisi teratas untuk kontribusi nasional terhadap produksi gula.
Permasalahan tebu di Jawa Timur antara lain penuruan areal, produksi dan produktivitas. Namun penambahan pabrik gula cukup besar, permasalahannya penambahan pabrik gula belum diiringi dengan persiapan areal tanaman tebu. “Kondisi ratun kita lebih dari 90 persen sehingga semakin tahun semakin menurun terhadap produksi gula,” ungkapnya.
Permasalahan lain yaitu varietas masih mayoritas BL (tipe masak lambat), sulitnya mendapatkan benih yang bersertifikat/unggul, kurangnya akses perkreditan bagi tebu, dan kurangnya sarana/prasarana. Manajemen tebang angkut juga masih perlu tingkatkan, agar tebu yang digiling tepat masak dan waktu tunggu sampai proses giling lebih tepat.
“Pertebuan kita masih berulang-ulang kepras 10-15 kali dan petani masih nyaman dengan keprasan itu. Karena itu harus kita dukung jika ada teknologi rawat ratun yang bisa mengefektifkan peningkatan produktivitas. Melalui webinar ini kita ingin mendapatkan solusi terbaik terhadap peningkatan produktivitas hablur tebu,” tuturnya.
Karyadi berharap webinar ini bisa memberikan suatu dukungan dan terobosan-terobosoan baru untuk bisa meningkatkan produksi gula di Jawa Timur dan nasional.
Sementara itu, Peneliti Balittas, Bambang Heliyanto mengatakan bahwa penelitian tebu di Balittas berdasarkan SK No. 4048/KP.330/12/2010 tertanggal 31 Desember 2010, sehingga pada awal 2011 Balittas mulai berkecimpung di dalam riset dan pengembangan tebu.
“Langkah pertama yang kita ambil dalam program pengembangan tebu adalah mendiskripsi atau merumuskan ideotype varietas unggul tebu yang diarahkan ke lahan-lahan bermasalah seperti lahan kering, salin, dan rawa,” ungkapnya.
Dalam satu dekade, terang Bambang, Balittas berhasil mengembangkan dua varietas unggul baru (VUB) tebu yang diberi nama PSMLG1 Agribun dan PSMLG2 Agribun. Produktivitas dua varietas ini 127-136 ton/ha; rendemen 7.5- 10; hablur 9,9-10,2 ton/ha; dan kadar serat tinggi: 14%.
Melalui pengembangan VUB lokal, Balittas juga berhasil melepas varietas unggul lokal tebu POJ 2878 Agribun Kelinci yang dikhususnya untuk produksi gula merah. Asal-usul usul varietas ini dari POJ 2878 semasa penjajahan Belanda. Varietas ini ada di dataran tinggi Kerinci Jambi, Sumbar dan Aceh dengan produksi tebu 109 ton/ha/tahun. Hasil gula merahnya tinggi sekitar 12,03 ton gula merah/ha/tahun, rendemen 11-12%, serta tahan kepras.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun) juga menghasilkan empat varietas unggul tebu yaitu AAS Agribun, AMS Agribun, ASA Agribun dan CMG Agribun. Jadi, selama 1 dekade, Badan Litbang Pertanian telah melepas 7 varietas tebu.
Webinar yang dibuka oleh Kepala Puslitbangbun, Syafaruddin ini diikuti sekitar 1.000 peserta melalui zoom maupun live streaming Youtube. Webinar Tebu juga menghadirkan peneliti Balittas lainnya sebagai pembicara yaitu Budi Hariyono yang memaparkan dukungan teknologi budidaya tebu rawat ratun dan Titik Yulianti dengan paparan tentang pengelolaan penyakit dan hama pada budidaya tebu rawat ratun.
Sebelum menutup webinar, Kadisbun Jawa Timur berharap ada tindak lanjut dari webinar ini yaitu pendampingan dari Balittas terhadap program rawat ratun dari Disbun Jawa Timur sekitar 650 ha.