Jakarta, Technology-Indonesia.com – Penggunaan teknologi biomol dari limbah sayuran pada budidaya tanaman jagung dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Teknologi ini mampu meningkatkan produktivitas jagung di lahan eks tambang bauksit Kabupeten Bintan.
Berdasarkan data BPS (2017), terdapat lahan kering eks bekas tambang bauksit seluas 72.840 hektare (ha) di Kabupaten Bintan. Lahan tersebut mengalami kerusakan lapisan atas (top soil) sehingga mempunyai dampak jangka panjang yang kurang baik terhadap kesuburan lahan pertanian.
Tantangan yang dihadapi untuk mengembalikan fungsi lahan marjinal tersebut menjadi lahan pertanian adalah pH tanah masam, serta kandungan unsur hara dan kandungan bahan organik yang sangat rendah. Namun kondisi lahan seperti ini masih berpotensi untuk dikembangkan pertaniannya dengan penerapan teknologi perbaikan lahan yang tepat.
BPTP Kepri sebagai salah satu instansi di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian melakukan pengkajian untuk pemanfaatan lahan marjinal tersebut secara optimal. Salah satunya adalah pengkajian pengunaan teknologi biomol dari limbah sayuran untuk mengatasi keterbatasan limbah organik yang berasal dari kotoran ternak. Limbah ini cukup banyak ditemui di kabupaten Bintan dan selama ini terbuang percuma.
Lokasi penelitian teknologi terapan ini dilakukan di lahan kering marginal yang digarap oleh petani di Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara. Kondisi saat ini tanaman jagung berada pada fase pertumbuhan vegetatif, dengan total luas lahan 25 ha.
Selain pemanfaatan biomol, hal yang tak kalah penting adalah pemilihan varietas tanaman jagung yang akan dibudidayakan harus disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada. Varietas terpilih adalah varietas Sukmajaya sebagai salah satu varietas Balitbangtan Kementerian Pertanian yang memiliki keunggulan adaptif di lahan masam.
Penanaman jagung dilakukan dengan jarak tanam 75 x 25 cm. Pemupukan dasar untuk 1 ha tanaman jagung adalah menggunakan kapur dolomit sebanyak 1 ton, pupuk kandang 1 ton, dan pupuk NPK (16-16-16) sebanyak 450 Kg. Sedangkan perlakuan menggunakan bahan organik biomol yang diberikan pada pertanaman dengan dosis 6-8 ton/ha (di bawah ukuran standar penggunaan bahan organik lahan kering masam), dan diaplikasikan pada perakaran tanaman pada 4 minggu setelah tanam (MST).
Pembuatan biomol limbah sayuran terbilang cukup mudah. Pertama, limbah sayuran dicacah dengan batang pohon pisang yang tengahnya berwarna putih. Setelah itu, limbah yang telah dicacah tersebut dicampur dengan empon-empon, kemudian diblender. Hasil campuran tersebut ditambahkan bio aktivator EM4 sebanyak 5 ml, gula merah 200 gr, biourine sebanyak 1 liter dan ditambahkan air.
Seluruh bahan dimasukkan dalam tong tertutup yang diberi saluran pembuangan gas dan difermentasikan. Campuran disimpan beberapa hari sampai limbah tidak mengeluarkan bau lagi dan matang untuk siap digunakan.
Pemberian bahan organik biomol dari limbah sayuran memberikan hasil yang positif pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung Sukmaraga. Hal ini terlihat pada bobot tongkol basah, bobot junggel, bobot biji per tongkol, bobot tongkol per ubi bobot junggel per ubin, rasio biji/tongkol dan rasio biji/tongkol yang mengalami kenaikan sebesar 89,48% dari jagung tanpa pemberian biomol limbah sayur ini. (BPTP Balitbangtan Kepri/EPA)