Jakarta, Technology-Indonesia.com– Pengembangan sistem pertanian korporasi yang mendorong keuntungan maksimal bagi petani diyakini mampu menjamin keberlanjutan pertanian rawa. Setelah perbaikan infrastruktur pertanian dan implementasi inovasi teknologi pertanian rawa, pemberdayaan petani rawa merupakan kunci keberhasilan pengembangan lahan rawa dalam program #SERASI. Pemberdayaan petani diawali dari menggarap kelompok tani (poktan), gabungan kelompok tani (gapoktan), dan kelompok ekonomi petani (KEP).
Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Pertanian, Prof. Dedi Nursyamsi mengatakan hal tersebut saat acara Fokus Group Diskusi (FGD) Tata Kelola Infrastruktur Pertanian II dengan tema Infrastruktur Pertanian Mendukung Program #SERASI pada Selasa siang (23/7/2019) di Balai Penelittian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
Menurut Dedi, salah satu permasalahan utama petani rawa adalah rendahnya pendapatan. Hal ini disinyalir petani mengadapi beberapa kendala, antara lain: permodalan terbatas, akses teknologi dan infirmasi rendah, manajemen tidak efisien dan kurang kerjasama, dan kompetensi mereka rendah.
Pada kesempatan yang sama, peneliti utama Badan Litbang Pertanian Dr Hermanto mengatakan bahwa korporasi petani ditujukan untuk membuat kelompok besar petani (agar) mereka berpikir dengan manajemen modern, aplikasi-aplikasi modern, dan cara-cara pengolahan industri yang modern. Selanjutnya mereka juga sekaligus memasarkannya ke industri retail, konsumen dengan cara-cara ‘online store‘, retail-retail dengan sebuah manajemen yang baik.
Lebih lanjut Hermanto menjelaskan bahwa korporasi petani di lahan rawa hendaknya berbasis kelompok usaha bersama (KUB) skala 5.000 hektare. Anggota KUB terdiri atas poktan, gapoktan, UPJA, dan kelembagaan petani lainnya. Prinsipnya korporasi petani itu harus mengimplementasikan sistem manajemen sinergistik/holistik dari hulu sampai hilir.
“Yang tidak kalah penting korporasi petani juga harus menggarap unit usaha yang dapat memberikan keuntungan maksimal bagi petani, seperti: usaha penyewaan jasa alsintan, distributor sarana pertanian (benih, pupuk, pestisida), dan jasa prosesing produk pasca panen,” ujar Hermanto.
Taiwan dan India adalah negara yang sudah berhasil mengembangkan pertanian korporasi. Salah satu poktan hortikultura (sayuran, bunga, dan lain-lain) di Taiwan yang beranggotakan 23 orang mendirikan PT. Rhode Internasional Agriculture Co., LD. Nilai produksi bunga per empat bulan perusahaan ini sekitar 75 juta dolar NT atau lebih dari Rp 35,6 milyar dengan pasar produknya domestik dan ekspor ke Jepang, Dubai, dan lain-lain. (Ani Susilawati/Balitbangtan)