Jakarta, Technology-Indonesia.com – Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Muhammad Faqih menyampaikan dukungannya terhadap penelitian dan pengembangan tanaman eukaliptus yang telah dilakukan oleh para peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian (Kementan).
“Kawan-kawan peneliti di Litbang Kementerian Pertanian sudah melakukan penelitian awal dan hasilnya menunjukan baik. Kalau mau dipakai untuk pengobatan untuk manusia dari hasil penelitiannya harus dilanjutkan. Ini yang dikerjasamakan, kita akan support,” ungkap Daeng di sela-sela Penandatangan Nota Kesepahaman antara Balitbangtan dengan IDI di auditorium gedung D, kantor pusat Kementan, Rabu (8/9/2020)
Daeng menegaskan kerjasama yang dilakukan merupakan titik awal kemandirian bangsa di bidang obat-obatan melalui penggalian potensi alam yang dimiliki bangsa Indonesia. Bahan obat dan bahan baku obat yang digunakan oleh masyarakat saat ini mayoritas berasal dari impor, apabila dapat diproduksi sendiri akan lebih baik.
“Ini murni berangkat dari kekayaan alam Indonesia. Ini yang strategis dan perlu didorong untuk menjawab kemandirian kita. IDI menganggap itu penting. Tonggak awal komitmen dan kemampuan, supaya kemandirian industri kesehatan tergerak, kita nggak masalah munculnya dari mana. Kebetulan munculnya dari Kementerian Pertanian,” jelas Daeng.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyampaikan bahwa pihaknya melalui Balitbangtan, telah melakukan penelitian dan pengembangan awal untuk melahirkan varian dari produk eukaliptus sebagai jawaban terhadap kondisi bergelutnya masyarakat dengan wabah Covid-19.
“Litbang kami ini di dalamnya punya laboratorium untuk meneliti, lalu ada tanamannya, dan penelitinya juga ada. Kalau tidak bergerak potensi ini akan percuma. Protokol kesehatan tetap dipakai, dan ini ada pencegahan virusnya, kita perlu uji lanjutan bersama IDI,” terang Mentan.
Penandatangan Nota Kesepahaman antara Balitbangtan dengan IDI yang dilakukan ini merupakan sinergitas lintas sektoral mendukung konsep One-Health, kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan bagi masyarakat.
“Kerjasama antara Kementan dan Ikatan Dokter Indonesia kali ini dilakukan, harapannya terdapat tahapan riset lanjutan yang dilakukan secara bersinergi sesuai dengan kompetensinya,” tambah Mentan.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Balitbangtan Haris Syahbuddin mengatakan ada empat varian produk eukaliptus yang telah didaftarkan sebagai paten di Kemenhukum HAM, Formula Aromatik Antivirus, Inhaler, Serbuk, dan minyak atsiri eucalyptus. Saat ini telah keluar dua izin edar dari Badan POM untuk produk inhaler dan roll on sebagai kategori jamu yang siap diproduksi oleh mitra industri yaitu PT Eagle Indo Pharma.
“Harapannya dari kerjasama ini akan diperoleh inovasi teknologi yang bukan hanya dalam bentuk jamu tapi juga tahapan uji klinis untuk meningkatkan menjadi fitofarmaka,” ungkapnya.
Sementara itu Ketua Lembaga Riset IDI, Marhaen Hardjo menerangkan beberapa tahapan uji klinis eukaliptus sebagai bahan obat. Uji klinis fase satu dilakukan untuk melihat apakah bahan obat ini aman dikonsumsi. Uji klinis fase dua untuk manfaat dan khasiat obat. Selanjutnya fase tiga untuk menentukan dosisnya, melihat efek toksik dan lain-lain.
“Pada tahap empat nanti akan diadakan trial multicenter di beberapa pusat riset yang ada di universitas agar memberikan hasil yang lebih komprehensif. Setelah uji klinis fase empat, nanti akan kita ajukan ke Badan POM untuk uji edar,” terangnya. Jika tahapan-tahapan itu berjalan dengan baik, Marhaen memperkirakan pada awal Januari 2021 obat ini sudah bisa diproduksi secara massal.
Marhaen menekankan bahwa yang akan diuji klinis bukan kalungnya tetapi bahan obatnya atau substansinya yaitu eukaliptus yang merupakan bahan alamiah. “Kita sebagai bangsa Indonesia harus bangga karena hampir 80 persen bahan obat berasal dari Indonesia tapi yang produksi luar negeri,” lanjutnya.
Menurutny, niat baik dari Kementerian Pertanian untuk mengangkat bahan alamiah obat asli Indonesia dan diproduksi oleh Indonesia merupakan sebuah awal atau momentum agar Indonesi menjadi lebih berkualitas di dunia farmasi.
“Kita harus berpikir positif bahwa ini suatu hal baik yang bisa memberikan kebanggaan pada bangsa Indonesia dan itu akan menjadi sebuah titik awal kebangkitan bangsa kita di bidang fitofarmaka,” pungkasnya.