Pisang Abaka Dukung Industri Berbahan Baku Serat Alam

Jakarta,Technology-Indonesia.com – Serat abaka terkenal dalam perdagangan internasional sebagai serat berkualitas tinggi. Dibandingkan serat alam lainnya seperti jute, kenaf, sisal dan lainnya, serat abaka memiliki keunggulan yakni lebih kuat, panjang, lenting, lentur, tahan lembab, tahan air garam dan air tawar.

Keunggulan tersebut membuat serat abaka sering dimanfaatkan sebagai pembungkus kabel bawah laut, tali-temali kapal, kertas uang dan kertas-kertas khusus berkualitas tinggi lainnya seperti kertas cheque dan kertas yang termasuk dalam security papers lainnya, mimeograph, kantong teh celup, tisu, tekstil, geotekstil serta karpet dan bahan industri lain.

Abaka (Musa textilis NEE) merupakan sejenis tanaman pisang-pisangan yang termasuk dalam famili Musaceae dari ordo Scitaminae dengan beberapa nama umum seperti Pisang Serat, Manila Hemp, Manila Henep, Pohon Kofo atau Rote (Sangihe-Talaud). Perbedaan yang menonjol dari pisang buah yaitu pisang abaka memiliki bunga/jantung dengan susunan kelopak bertumpuk seperti sisik ikan berwarna cerah tanpa lapisan lilin. Sementara jantung pisang buah terlihat utuh (satu kelopak menutup semua jantung) dan cenderung berlilin.

Selain itu, abaka memiliki warna batang cerah tanpa lapisan lilin berwarna hijau muda hingga hijau tua, merah muda hingga merah tua bahkan ungu atau hitam. Daun abaka hijau tanpa lapisan lilin, dengan bentuk lamina ramping dan cenderung bersudut lancip hingga tegak. Sedangkan daun pada pisang buah berukuran lebih lebar (sering di bagian tengahnya) bersudut tumpul dan cenderung berlapis lilin. Buah abaka kecil-kecil dan tidak enak dimakan dibandingkan dengan buah pisang pada umumnya.

Menurut FAO 2017, kebutuhan serat abaka internasional tercatat sebesar 600.000 ton serat per tahun, sedangkan produksi serat abaka internasional tahun 2015 hanya sekitar 78.200 ton per tahun. Filipina merupakan produsen utama dengan share sebesar 67.300 ton, diikuti Ekuador sebesar 8.600 ton dan negara-negara lain 2.300 ton.

Merujuk dari data tersebut, peluang pengembangan perkebunan pisang abaka di Indonesia sangat besar. Potensi pengembangan abaka berbanding lurus dengan semakin potensialnya pasaran internasional, terutama untuk memenuhi permintaan negara-negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.

Secara agronomis penanaman pisang abaka di Indonesia sangat sesuai karena tanaman pisang abaka adalah tanaman yang berasal dari daerah tropis. Luas total pertanaman abaka di Indonesia lebih dari 3000 hektare (ha) yang tersebar di Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Kalimantan Utara, Aceh, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Perluasan pengembangan masih sangat memungkinkan untuk di daerah Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara (terutama Halmahera), Irian Jaya sebagian Sumatera dan Jawa yang memiliki agroklimat yang sesuai untuk abaka. Saat ini, serat abaka 85% diproduksi di Filipina dan 80% diantaranya digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas serta 15% sisanya digunakan dalam pembuatan tali-temali.

Beberapa perusahaan BUMN maupun swasta hingga kini masih ada yang konsisten menggunakan serat abaka. Sayangnya, belum seluruh bahan baku serat diambil dari dalam negeri, sebagian masih dipenuhi dari impor. Varietas/klon unggul merupakan kebutuhan utama teknologi budidaya yang sangat penting bagi keberhasilan usaha tani karena sangat menentukan produktivitas dan kualitas produk pertanian.

Sejak tahun 1984, Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) sebagai salah Unit Pelaksana Teknis Badan Penelitan dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah mengoleksi sekaligus mengonservasi plasma nutfah abaka. Terdapat 82 klon abaka yang telah melalui proses karakterisasi, seleksi serta evaluasi.

Dari hasil uji multilokasi terhadap 10 klon abaka berpotensi produksi tinggi diperoleh 3 klon unggul yang kemudian diusulkan untuk dilepas menjadi varietas unggul baru pada sidang pelepasan varietas perkebunan pada 18 Oktober 2019. Tiga klon tersebut dinyatakan lulus dengan nama Hote Abakatas1, Hote Abakatas2, dan Hote Abakatas3.

Hote Abakatas1 memiliki jumlah batang/rumpun 6.749-11.725 batang, bobot batang segar 15,33-25,52 kg, produksi serat 0,73-1,22 kg, produktivitas serat 2.098-5.010 kg/ha/th, dan kekuatan serat 31,21-39,32 g/tex. Hote Abakatas2 memiliki jumlah batang/rumpun 7.242-13.061 batang, bobot batang segar 18,76-29,80 kg, produksi serat 0,73-1,15 kg, produktivitas serat 1.766-5.052 kg/ha/th, dan kekuatan serat 27,59-39,03 g/tex.

Sementara Hote Abakatas3 memiliki jumlah batang/rumpun 7.307-12.525 batang, bobot batang segar 21,56-38,18 kg, produksi serat 0,73-1,15 kg, produktivitas serat 1.636-4.148 kg/ha/th, dan kekuatan serat 33,80-49,83 g/tex.

Untuk keperluan pengembangan tiga varietas unggul baru abaka tersebut, telah ditanam benih penjenis untuk tahap pertama di Kebun Benih Induk (KBI) abaka yang terletak di Kebun Percobaan Karangploso, Malang seluas masing-masing varietas 0,06 ha atau setara 100 rumpun. Keberadaan KBI tersebut merupakan sebagai bahan sumber eksplan dalam perbanyakan benih secara kultur jaringan.

Dengan dilepasnya tiga varietas unggul abaka ini diharapkan dapat mendukung program pengembangan abaka di Indonesia, khususnya di wilayah dataran tinggi. Produktivitas abaka yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan serat alam pada industri-industri berbahan baku serat abaka.

Manfaat yang dapat dirasakan masyarakat adalah adanya sentra-sentra industri kerajinan berbahan baku serat di wilayah-wilayah yang berdekatan dengan pabrik atau pengrajin serat abaka, sebagai contoh masyarakat di kecamatan Bandongan, Magelang dan sekitarnya. (Sumber Balittas)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author