Sidoarjo, Technology-Indonesia.com – Kehadiran varietas Inpari 42 Agritan GSR (Green Super Rice) mendapat sambutan positif dari petani di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Selain produktivitasnya tinggi, varietas yang dilepas Badan Litbang Pertanian pada 2016 ini mudah dalam perawatan dan tahan hama.
Pengenalan varietas unggul baru (VUB) hingga bisa diterima petani di Kabupaten Sidoarjo tak lepas dari peran Mantri Pertanian dan para Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).
“Kami ingin memberikan inovasi-inovasi varietas baru kepada petani. Walaupun sulit diterima oleh petani tapi kami mencoba terus, agar petani tidak monoton menanam varietas itu saja. Sebab kalau terlalu lama tidak ada pergiliran tanaman akan rentan terhadap hama dan penyakit,” terang Suhadi, Mantri Pertanian Kecamatan Wonoayu saat bincang-bincang dengan Technology-Indonesia.com di Desa Karangpuri pada Kamis (3/10/2019).
Sebelum mengenalkan varietas baru ke petani, Suhadi mempelajari terlebih dahulu deskripsinya apakah cocok untuk wilayah Sidoarjo khususnya Kecamatan Wonoayu. “Saya mendengar ada Demplot dari Dinas untuk Inpari 42 di Kecamatan Prambon dan Tarik. Saya melihat hasilnya bagus dan batangnya kuat,” tuturnya.
Suhadi kemudian membeli 5 kuintal benih Inpari 42 dari petani di daerah Tarik dan disebar ke beberapa petani di Kecamatan Wonoayu. Ternyata respon petani sangat bagus. Suhadi juga menanam Inpari 42 di lahan sawah miliknya. Hasilnya pernah hampir mendapatkan hasil 11 ton per hektare GKP (Gabah Kering Panen).
“Petani itu gampang-gampang susah. Kalau tidak tahu bukti otentiknya di lapangan untuk meniru nggak mau. Kadang sudah tahu pun masih pikir-pikir. Petani kita rata-rata diatas umur 50 tahun ke atas, yang berumur 50 tahun ke bawah sudah jarang. Angkatan mudanya di perusahaan semua, tidak mau bertani,” katanya.
Dari pengamatannya, Suhadi mengatakan batang padi Inpari 42 saat masih kecil agak lemas, tetapi kalau sudah masa generatif yang ditandai dengan keluarnya malai, batang padi menjadi kokoh. Bahkan setelah dipanen satu bulan, sisa jerami masih tegak. Malai Inpari 42 juga rapat seperti manggar bunga kelapa.
“Daun benderanya 40 cm membuat padi terlindung dari serangan burung. Jika hujan seperti ada talang air,” ungkapnya. Selain itu, rasa nasinya yang pulen mulai digemari konsumen. Bahkan oleh pedagang beras Inpari 42 dimasukkan kelas premium.
Suhadi juga mengisahkan adanya serangan tikus pada padi Inpari 42 yang diuji tanam oleh salah satu petani. Karena dalam satu hamparan berbeda dengan varietas lain, menurutnya, varietas baru rata-rata menarik perhatian tikus untuk “mencicipinya”.
Karena diserang tikus pada masa vegetatif di bawah umur 50 hari, pertumbuhan Inpari 42 dapat dikendalikan dan cepat pulih. “Satu mingguan sudah pulih kembali. Begitu kena serangan tikus langsung dipupuk, cepat pulih,” katanya.
Setelah melihat keunggulan Inpari 42 yang ditanam beberapa petani, lambat laun petani lain di Kecamatan Wonoayu tertarik untuk menanamnya. Saat ini, di lahan seluas 35 hektare di Desa Wonoayu dan 30 hektare di Desa Pilang hampir keseluruhannya menanam Inpari 42. Di Desa Plaosan, 1/3 dari luas bahan baku sawah 77 hektare juga sudah menanam Inpari 42. Secara keseluruhan di Kecamatan Wonoayu, dari luasan lahan padi sekitar 1.413 hektare, menurut Suhadi yang menanam Inpari 42 lebih 200 hektare.
Saat meninjau area persawahan di Desa Karangpuri, Suhadi, Ketua Gapoktan Puri Kencana mengisahkan awal mula mengenal dan menanam Inpari 42 pada tahun 2017. Sebelumnya ia menanam padi Ciherang dan Inpari 30. Jika dibandingkan dengan Ciherang, hasil menanam Inpari 42 jauh lebih tinggi.
Pada satu bagian lahan atau seluas 1.650 m2 miliknya, saat pertama kali menanam mendapatkan hasil 1,2 ton GKP. Sebelumya, saat menanam Ciherang hasilnya 1 ton. Kemudian pada Musim Tanam II, di lahan yang sama, hasil panen Inpari 42 mencapai 1,8 ton. “Tetangga saya di sawah satu bagian dapat 2 ton. Kalah saya, padahal bibitnya dari saya,” kata Sapari sambil tertawa.
Karena kekurangan tenaga, Sapari menanam Inpari 42 dengan sistem tabur benih langsung (tabela). Setelah digaru/dibajak, lahan olahan dibiarkan selama 5 hari kemudian benih padi ditaburkan. Awalnya, Sapari menghadapi masalah gulma, tapi akhirnya menemukan obat yang bisa menghilangkan gulma.
Menurutnya, dengan perlakuan biasa-biasa saja, ternyata hasil panen Inpari 42 luar biasa. “Malai padi Inpari padat semua tidak ada yang busuk. Inpari 42 juga agak kuat terhadap hama seperti wereng dan penggerek batang,” ungkap Sapari.
Sementara itu Siswadi (63 tahun) Ketua Gapoktan Sumber Rejeki di Desa Plaosan mengatakan mulai mengenal Inpari 42 dari Dinas Pertanian Kecamatan melalui Mantri Pertanian, Suhadi pada 2017. “Saya langsung mencoba. Hasilnya lumayan dan nasinya pulen,” lanjutnya.
Pada Musim Tanam I, menurut pengakuan Siswadi, Inpari 42 menghasilkan 10 ton/ha. Pada Musim Tanam II, hasilnya lebih tinggi. Sebelumnya, Siswadi menanam Inpari 32 dengan hasil sekitar 8-9 ton/ha.
“Saya kemarin panen Inpari 42 di luasan lahan 1.000 meter persegi mendapat 1 ton GKG, pada luasan 1.400 meter persegi mendapat 1 ton 3 kuintal,” terang Siswadi yang memiliki lahan sawah seluas 6.200 meter persegi.
Iswadi mengungkapkan, perawatan Inpari 42 agak mudah dibanding varietas lain, mudah menyerap pupuk, tidak tidak gampang roboh, tahan hama dan masa tanamnya sekitar 110 hari. Setelah menanam dan merasakan keunggulan Inpari 42, pada musim-musim tanam berikutnya, Iswadi akan terus menanam varietas Inpari 42.
Artikel Terkait: