Petani Bali Mulai Panen Inpari 43 Agritan GSR

Technology-Indonesia.com – Varietas baru Inpari 43 Agritan Green Super Rice (GSR) siap meramaikan panen raya padi di Bali. Produktivitas dan respon masyarakat yang tinggi membuat varietas ini berpotensi mendongkrak produksi padi di Bali.
Inpari 43 Agritan GSR temuan Badan Litbang Pertanian dilepas pada 2016 melalui SK Menteri Pertanian No. 369/Kpts/TP.010/6/2016. Sejak diluncurkannya Provinsi Bali menjadi salah satu lokasi pengembangannya.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbangtan Bali kemudian bergerak memperkenalkan Inpari 43 kepada petani. Hasilnya, banyak petani yang tertarik untuk mengembangkannya. Terpantau pada 2017, varietas ini sudah berkembang di empat kabupaten yaitu, Kabupaten Badung, Gianyar, Karangasem, dan Jembrana.
Kepala BPTP Balitbangtan Bali, I Made Rai Yasa mengatakan sebagai varietas yang  baru dikenal petani, Inpari 43 Agritan GSR akan ikut meramaikan panen raya padi di Bali. Saat ini, sudah ada petani yang mulai panen Inpari 43.
“Kalau melihat provitas dan respon masyarakat yang tinggi, varietas ini berpotensi mendongkrak produksi padi di Bali dan sebagai varietas alternatif  untuk dikembangkan ke depan,” kata I Made Rai kepada Technology-Indonesia, Senin (15/1/2017).
Peneliti BPTP Bali, IB Suryawan menerangkan istilah Green Super Rice (GSR) diberikan karena Inpari 43 ramah lingkungan (Green) sebab mampu mengurangi penggunaan input seperti pestisida, pupuk kimia, dan air. Potensi hasilnya juga tinggi > 9 ton/hektar (Super Rice).
Keunggulan Inpari 43 adalah berumur genjah (111 hari), tanaman pendek (88 cm), daun bendera panjang dan tegak, serta malai tersembunyi sehingga aman dari serangan hama burung. Varietas ini tahan penyakit Tungro, Blas, dan Hawar Daun Bakteri. Rasa nasinya enak/pulen. Inpari 43 masih mampu berproduksi tinggi pada kondisi sub optimal (kekeringan atau kebanjiran).
Menurut Suryawan, Inpari 43 berpotensi sebagai alternatif padi hibrida karena selain performanya serupa, produktivitasnya tidak kalah. Selain itu, harga benih Inpari 43 jauh lebih murah hanya Rp 9.000 – 11.000, dibandingkan benih padi hibrida yang harganya di atas Rp 100 ribu.
Inpari 43 pertama kali diperkenalkan di Bali pada 2016 dengan hasil yang sangat memuaskan. Produktivitasnya mencapai 8,25 – 10,29 ton/hektar. Pada 2017 berkembang di beberapa kabupaten di Bali, seperti Jembrana, Gianyar, Badung, Karangasem.
“Saat ini ada sekitar 100 hektar Inpari 43 di Jembrana sudah siap panen dan 135 hektar baru tanam,” terangnya.
Petugas pendamping Upsus BPTP Balitbangtan Bali melaporkan hasil panen padi Inpari 43 Agritan GSR di Subak Tibubeleng, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana-Bali pada Senin (15/1/2018). Dari potensi panen seluas 150 hektar, telah dipanen  seluas 2 hektar. Produktivitas padi yang diperoleh sebesar 8.5 ton/hektar, Gabah Kering Panen (GKP).
Panen dilakukan petani dengan kelompok panen (Sekehe Manyi), didampingi LO BPTP Balitbangtan Bali. Petani setempat memperoleh harga jual gabah sebesar Rp. 5.100 per kilogramnya.
Gusti Sutarpa petani Subak Tibubeleng mengaku suka menanam Inpari 43 Agritan GSR, karena umurnya genjah, produktivitasnya tinggi, dan tahan hama penyakit. “Padi ini tidak disukai burung, sehingga tidak repot mengusir burung,” jelasnya.
Menurut Gusti Sutarpa, petani memperoleh benih dari hasil penangkaran benih kegiatan Kedaulatan Desa Mandiri Benih BPTP Balitbangtan Bali yang berlokasi di Subak Jagaraga, Desa Penyaringan, tahun  2017 pada Musim Tanam 1.
Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author