Bogor, Technology-Indonesia.com – Komoditas pertanian dari sektor perkebunan memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Peran strategis ini dapat dilihat dalam kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), valuta asing, penyerapan tenaga kerja, sumber bioenergi dan pendapatan rumah tangga pedesaan.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Fadjry Djufry mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi perkebunan cukup besar seperti kelapa sawit, kakao, karet, sagu, tebu, kelapa, dan lada. Sayangnya, komoditi perkebunan di Indonesia sebagian besar tanaman tua sehingga produktivitasnya tidak maksimal.
Untuk itu peremajaan tanaman perkebunan, Kementerian Pertanian melaksanakan program Bun500 dengan membagi 500 juta bibit tanaman perkebunan selama lima tahun sejak 2019. Melalui program tersebut tanaman-tanaman yang sudah tua di seluruh Indonesia bisa diremajakan sehingga produktivitasnya meningkat. Misalnya produksi kakao diharapkan meningkat menjadi 3 ton/hektare (ha) dan Kopi menjadi 2 ton/ha.
“Melalui Program Bun 500 ini, Balitbangtan menyiapkan varietas unggulnya, sementara yang memperbanyak Dirjen Perkebunan. Harapan kita dengan menggunakan benih unggul, produktivitasnya bisa kita tingkatkan 20-30%,” terang Fadjry di sela The 1st International Conference On Sustainable Plantation di Bogor, Selasa (20/8/2019).
Melalui konferensi internasional ini, pihaknya berharap bisa menerima umpan balik dan masukan dari berbagai stakeholder dari dalam dan luar negeri. Konferensi ini mengundang berbagai pihak terkait untuk sharing pengetahuan dan teknologi serta menginisiasi kerjasama baik antara pemerintah maupun dengan perguruan tinggi.
Selain umur tanaman yang sudah tua, menurut Fadjry, rendahnya produktivitas juga karena pemeliharaan yang kurang. Banyak perkebunan kakao yang lebih mirip hutan kakao karena tidak dipelihara. “Tanaman kakao yang potensi hasilnya 3 ton/ha jika kalau pemeliharaannya kurang, tidak dipupuk, dan tidak dipangkas pasti tidak berbuah,” lanjutnya.
Potensi hasil suatu tanaman, terangnya, sangat tergantung pada faktor genetik, lingkungan, dan pemeliharaan atau budidaya. Jika tanaman faktor genetik dan lingkungannya bagus, namun tidak dipelihara dengan baik, maka hasilnya tidak akan maksimal.
“Sebenarnya petani tahu bahwa apapun namanya kalau tidak terpelihara pasti hasilnya tidak bisa sesuai harapan. Karena itu edukasi harus kita dorong terus agar petani mau memelihara tanaman perkebunannya,” tuturnya.
Melalui Program Bun500, pemerintah menyediakan benih unggul terlebih dahulu. Setelah itu, harus diikuti dengan program pemerintah lain seperti pemupukan, pemeliharaan, pemangkasan dan lain-lain sehingga sesuai dengan kapasitas produksinya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi kakao di Indonesia rata-rata 0,7 – 0,8 ton/ha. Sementara Balitbangtan telah merilis varietas kakao BL50 yang memiliki potensi hasil hingga 3,7 ton/hektar. Begitu juga dengan varietas kelapa sawit yang produksi hingga 35 ton tandan buah segar /tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan produktivitas rata-rata sawit di masyarakat yang hanya 5-10 ton/ha. “Dengan program Bun500, kita mengganti varietas dulu sehingga varietas yang ditanam petani kita jamin merupakan varietas unggul yang memiliki potensi hasil tinggi,” pungkasnya.
Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Suwardi mengatakan luasan perkebunan sawit saat ini sudah lebih dari 14 juta hektare. Luasan tersebut sebenarnyanya sudah cukup, karena itu pemerintah harus menekankan peningkatan produksi daripada memperluas area. Kalau perluasan area nanti akan berbenturan dengan tanaman-tanaman lain.
Ia juga menekankan agar faktor produksi dengan lingkungan harus seiring sejalan. Produksi harus dikembangkan sementara lingkungan harus dijaga. Karena itu, bagaimana kita menata penggunaan lahan di Indonesia ini untuk perkebunan, hutan dan tanaman-tanaman lain.
“Kedepan bagaimana meningkatkan produktivitas lahan-lahan sawit terutama yang dimiliki perkebunan rakyat yang jumlahnya sekitar 55%. Saat ini perkebunan rakyat kurang dari 10 ton/ha, kalau bisa produksinya ditingkatkan 20-25%, terutama untuk tanah-tanah marjinal dan kurang subur yang produksinya sangat rendah. Saya kita banyak teknologi yang bisa meningkatkan produksi tanaman sawit,” pungkasnya.