Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Kentang

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kentang merupakan salah satu komoditi hortikultura yang sangat strategis di dalam penyediaan bahan pangan dan sangat prospektif untuk dikembangkan. Permasalahan penting dalam budidaya kentang adalah perbenihan dan penanganan hama penyakit.

Peneliti Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Tonny K. Moekasan mengatakan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau hama dan penyakit pada tanaman kentang berdasarkan konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dapat dilakukan secara preventif (sebelum ada serangan) dan kuratif (setelah ada serangan).

Pengendalian OPT secara preventif bisa dilakukan melalui modifikasi lingkungan, perlakuan benih, perlakuan tanah, pemasangan perangkap OPT, dan penyemprotan fungisida. Modifikasi lingkungan dapat dilakukan pengaturan pola tanam untuk memutus siklus hidup hama dan penyakit di suatu wilayah atau area lahan tertentu.

“Karena itu dalam pengaturan pola tanam harus diupayakan pergiliran tanaman dengan tanaman yang tidak berasal dari satu keluarga/ family,” kata Tonny dalam Webinar Teknologi Pertanian bertema “Tanam kentang dengan benih unggul” pada Rabu (21/10/2020). Tonny mencontohkan pergiliran tanaman dari kentang, dirotasi dengan ubi, cabe dan terakhir tanaman jagung.

Modifikasi lingungan selanjutnya adalah pengaturan sistem tanam untuk mengurangi serangan OPT. Pengaturan sistem tanam dapat dilakukan dengan sistem tumpangsari, tumpanggilir, menanam tanaman perangkap, menanam tanaman penghadang, atau menanam di dalam rumah kasa.

“Pemilihan varietas juga merupakan salah satu upaya dalam kita melakukan modifikasi lingkungan. Selain karena selera pasar, produktivitas tinggi dan kesesuaian dengan kondisi lahan, faktor penting lain dalam memilih varietas ialah yang tahan terhadap serangan OPT,” terang Tonny.

Beberapa varietas kentang tahan OPT yang telah dilepas Balitsa diantaranya varietas Amudra yang agak tahan terhadap penyakit busuk daun, varietas Balsa yang toleran terhadap nematode, varietas Cipanas yang toleran terhadap penyakit busuk daun, serta varietas Merbabu yang toleran terhadap hama lalat pengorok daun.

Hal penting lainnya adalah pengolahan tanah yang baik dan benar untuk menekan populasi OPT di dalam tanah. Karena itu jeda waktu yang diperlukan dari saat pengolahan tanah awal sampai siap tanam minimal 1 bulan. “Dengan jeda waktu yang panjang, patogen dan sisa-sisa pupa dari hama di dalam tanah akan terjemur oleh sinar matahari sehingga akan mati,” terangnya.

Pengapuran juga bisa dilakukan, namun menurut Tonny harus secara hati-hati. Pada umumnya, kemasaman tanah untuk tanaman sayuran dan palawija berkisar pada pH 5,5-6,5. Jika pH tanah kurang dari kisaran angka tersebut dapat dilakukan pengapuran menggunakan dolomit atau kaptan yang dilakukan minimal 1 bulan sebelum tanam.

Modifikasi lingkungan lainnya yaitu solarisasi berupa penutupan permukaan tanah menggunakan plastik polietilin selama 1,5 bulan. Solarisasi dilakukan setelah pencangkulan pertama. “Tujuannya untuk menaikkan suhu tanah hingga sekitar 50 derajat Celcius agar OPT dalam tanah seperti nematoda, orong-orong, uret, patogen penyakit, dan ulat tanah mati,” tuturnya.

Selanjutnya, penggunaan mulsa plastik hitam perak bisa memutus siklus hidup hama. Hal ini disebabkan hama seperti trips, ulat buah, ulat grayak tidak dapat berkepompong di dalam tanah di sekitar tanaman karena terhalang oleh mulsa plastik tersebut.

Modifikasi iklim mikro, terangnya, dapat dilakukan dengan pengaturan jarak tanam. Pada musim hujan diupayakan jarak tanam lebih lebar dibandingkan pada musim kemarau. Pemupukan pada tanaman kentang juga merupakan salah satu upaya modifikasi lingkungan.

Pada tanaman kentang yang tidak menggunakan mulsa plastik hitam perak wajib dilakukan pengguludan. Tujuannya untuk menekan serangan hama penggerek ubi kentang dan memperbaiki lingkungan untuk pertumbuhan ubi kentang. Pengguludan dilakukan dua kali pada umur 4 dan 8 minggu setelah tanam dengan tinggi guludan 30-40 cm.

Pemasangan turus bambu berfungsi sebagai penyangga tanaman atau mengurangi kelembaban di antara tanaman sehingga dapat mengurangi serangan penyakit. Turus bambu dipasang ketika tanaman berumur 2-3 minggu setelah tanam.

Penyiraman mulai tanam sampai tanaman berumur 2-3 minggu setelah tanam dilakukan setiap hari. Setelah tiga minggu penyiraman dilakukan sesuai kebutuhan tanaman, umumnya 2-3 hari.

Penyiangan harus dilakukan karena gulma dan rumput-rumput liar merupakan inang beberapa jenis OPT. Penyiangan dilakukan mejelang pemupukan susulan, selanjutnya diulang setiap 2 minggu. Lahan tanaman kentang pada radius 50 meter harus bebas dari rumput babadotan atau wedusan (Ageratum conyzoides) yang merupakan inang hama dan penyakit.

Untuk perlakukan tanah, jika ditemukan nematoda sebanyak 300 ekor/ 1 kg contoh tanah atau 300 sista hidup NSK/ 1 kg contoh tanah, maka lahan diberi perlakuan dengan Nematisida Karbofuran sebanyak 60 kg/hektare (ha). Jika ditemukan uret atau orong-orong, maka lahan diberi perlakuan dengan insektisida Fipronil 0,3 G sebanyak 15 kg/ha.

Untuk daerah endemik serangan penyakit layu bakteri dan layu fusarium, lahan diberi perlakuan dengan bakterisida Oksitetrasiklin (konsentrasi formulasi 1 ml/liter) dengan dosis 200 ml/ lubang tanam yang diaplikasikan satu hari sebelum tanam

Untuk menekan populasi trips, kutudaun, kutukebul, dan tungau dipasang perangkap lekat warna kuning sebanyak 40-50 buah/ha. Untuk menekan populasi ulat grayak, PTM dipasang perangkap lampu sebanyak 30 buah/ha. Perangkap tersebut dipasang pada saat mulai tanam.

Pada pengendalian penyakit tanaman, strategi penggunaan pestisida yang disusun berdasarkan prinsip pencegahan atau preventif, bukan menunggu sampai timbulnya gejala serangan atau kuratif. ”Kita tidak tahu apakah tanaman kita yang terlihat sehat itu bebas dari cendawan,” tuturnya.

Pengendalian OPT secara kuratif dapat dilakukan jika populasi hama atau intensitas serangannya telah mencapai nilai ambang pengendalian. “Ambang pengendalian ialah tingkat populasi hama atau intensitas serangannya yang jika tidak dikendalikan akan menimbulkan kerugian,” terangnya.

Tonny mencontohkan untuk hama trips, jika rata-rata dijumpai 10 nimfa/daun baru dilakukan penyemprotan insektisida. Jika kurang tidak perlu dilakukan karena kerusakan yang akan ditimbulkan lebih kecil daripada biaya pengendalian.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author