Pengembangan Jagung Pulut Dukung Diversifikasi Pangan Fungsional

Bogor, Technology-Indonesia.com – Jagung pulut atau sering disebut jagung ketan termasuk jenis jagung khusus yang makin populer dan banyak dibutuhkan konsumen dan industri. Di wilayah Sulawesi, jagung pulut banyak diolah menjadi aneka ragam makanan tradisional, semi tradisional bahkan olahan modern.

Suarni, Peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) mengatakan jagung merupakan salah satu komoditas pangan lokal yang menjadi bahan utama pembuatan makanan tradisional berdasarkan resep secara turun-temurun yang dikonsumsi oleh etnik di wilayah spesifik. Berarti, pangan tradisional mempunyai peran strategis dalam memantapkan ketahanan pangan.

“Jagung pulut sudah memasyarakat di Sulawesi, tapi tidak menutup kemungkinan untuk menyebar ke seluruh Indonesia. Setiap tamu yang ke sana kemudian disuguhi olahan jagung pulut, mereka suka. Artinya konsumen bisa menerima,” tutur Suarni dalam Seminar Penelitian yang digelar oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian di Bogor, Kamis (14/3/2019).

Dari segi budidaya, terang Suarni, jagung pulut memiliki umur panen pendek termasuk panen muda dan masak fisiologis. Selain itu, jagung pulut mampu berproduksi baik pada kondisi lahan kurus dan dosis pupuk yang rendah.

Jagung pulut dapat dipanen muda pada umur 60-65 hari, sehingga memberi keuntungan ekonomi. Kadar amilosa yang rendah membuat jagung pulut cepat matang saat direbus sehingga bahan bakarnya jadi efisien.

Menariknya, plasma nutfah jagung pulut memiliki beraneka warna dari kuning, oranye, ungu, merah, dan hitam. Hal ini menunjukkan komponen β-karoten, antosianin, dan flavonoid lainnya yang berfungsi sebagai anti oksidan dalam olahan pangan. Komponen anti oksidan dapat terjaga, walaupun mengalami penurunan relatif rendah dengan cepatnya masak dalam setiap olahan.

Didukung dengan karakter fisikokimia jagung pulut spesifik rendah amilosa, tinggi amilopektin, memberi rasa pulen, cepat masak dalam pengolahan merupakan nilai tambah yang menjadikannya lebih unggul dibanding jagung lain. Karena itu, jagung pulut dapat mendukung diversifikasi produk pangan fungsional.

Pemanfaatan untuk diversifikasi pangan, misalnya jagung pulut masak susu bisa diolah menjadi susu, puding, es krim, dan dodol modifikasi. Jagung pulut masak fisiologis pipilan kering bisa diolah langsung, disosoh, atau dijadikan pati dan tepung. Jagung sosoh bisa diolah menjadi bassang, nasi jagung, tape, beras jagung instan, dan brem. Pati jagung cocok diolah menjadi bahan pengisi olahan, pengental makanan, biskuit, roti dan lain-lain. Sementara tepung jagung bisa menjadi olahan kue tradisional untuk substitusi terigu seperti stik, cookies, cake, cracker, serta beras analog.

Selain memiliki beberapa kelebihan, kelemahan jagung pulut lokal adalah tingkat produktivitasnya yang masih rendah, antara 2 – 2,5 ton/ha karena tanpa pemupukan. “Kalau petani serius merawat dengan pemupukan, produktivitasnya bisa naik apalagi jika memakai varietas unggul baru (VUB) yang produktivitasnya bisa 6-7 ton/hektar,” kata Suarni yang sudah meneliti jagung sejak 2003.

Untuk meningkatkan produktivitas jagung pulut lokal, tim pemulia Balitsereal aktif merakit VUB jagung pulut. Bahkan Badan Litbang Pertanian telah melepas varietas URI-1, URI-2, Srikandi Ungu, dan akan menyusul varietas lain dengan karakter warna merah, kuning, hitam dan lain-lain. Varietas-varietas yang sudah dilepas tersebut, menurut Suarni, sudah dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia.

“Varietas URI atau singkatan dari Untuk Rakyat Indonesia, tongkolnya besar jadi untuk hidangan meja kurang menarik. Memang peruntukannya untuk industri jagung yaitu marning atau emping. Untuk olahan pangan fungsional, varietas Srikandi Ungu lebih menonjol karena warnanya lebih menarik, misalnya untuk pembuatan es krim,” terangnya.

Menurut Suarni, seiring naiknya tingkat kesejahteraan masyarakat, pengetahuan pentingnya mengonsumsi olahan pangan fungsional pun semakin meningkat, terutama bagi kelompok usia rawan dengan penyakit degeneratif. Peluang pasar pangan berbasis jagung pulut di Indonesia makin terbuka seiring dengan perubahan gaya hidup dan pola makan yang mengarah hidup sehat.

Suarni berharap, paket teknologi jagung pulut perlu segera disosialisasikan pada masyarakat termasuk petani, pengrajin makanan cemilan, pebisnis produk berbasis jagung pulut, sehingga pengembangan jagung pulut dapat mendukung diversifikasi pangan fungsional.

“Diversifikasi pangan itu jangan dipaksa beras jagung untuk dimakan orang. Kita bisa membikin aneka produk dari jagung. Kalau orang sudah makan produk tersebut, butuh nasinya jadi sedikit karena sudah kenyang,” ungkapnya.

Strategi pengembangan jagung pulut untuk diversifikasi pangan fungsional, lanjutnya, dapat dilakukan dengan menginisiasi pembentukan Laboratorium lapang pengembangan jagung pulut, yang meliputi penyediaan sarana pelatihan teori dan praktek. Dari hulu hingga hilir.

“Ke depan bisnis jagung pulut panen muda maupun masak fisiologis, memberi harapan peningkatan pendapatan bagi petani, pengrajin jajanan, pelaku industri skala kecil,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author