Penanganan Virus Kuning Cabai Pacu Produktivitas

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Cabai sudah menjadi kebutuhan pokok dan termasuk salah satu komoditas sayuran penting bagi rakyat Indonesia. Seiring dengan momentum bulan Ramadan dan hari raya Idul Fitri, harga cabai biasanya akan melonjak cukup tinggi.

Beberapa pekan lalu saat menghadiri rapat Koordinasi Ketersediaan Komoditas Hortikultura Strategis 2020 di Jakarta, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, “Kebutuhan pangan, termasuk diantaranya cabai pada bulan puasa dan hari raya lebaran mendatang terus tersedia secara baik, dengan harga yang terkendali.”

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian, Fadjry Djufry melalui sambungan telepon pada Senin (27/4/2020) menyampaikan bahwa sesuai arahan Mentan Syahrul untuk menjamin keamanan produksi saat puasa dan lebaran, Balitbangtan terus mengawal produksi beberapa komoditas yang biasanya mengalami lonjakan harga, diantaranya adalah cabai.

“Cabai merupakan komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan termasuk dalam komoditas strategis yang menjadi target peningkatan produksi dan swasembada. Permintaan pasar komoditas cabai sangat besar, menyebabkan luas areal pertanaman cabai merupakan yang paling besar diantara komoditas sayuran lainnya,” ujarnya.

Lebih lanjut Fadjry menyampaikan bahwa harga cabai yang menjanjikan membawa cabai menjadi komoditas yang menggiurkan bagi petani. “Namun bertani cabai bukan tanpa kendala,” katanya.

Walaupun dapat ditanam sepanjang musim baik pada musim kemarau dan musim penghujan, namun agar cabai dapat berproduksi maksimal maka perlu perawatan tertentu, utamanya agar terhindar dari hama dan penyakit. “Penyakit utama pada tanaman cabai adalah penyakit kuning,” ujarnya.

Kerusakan akibat penyakit daun keriting kuning pada pertanaman cabai sangat berat dan mengakibatkan kerugian ekonomi antara 20 sampai 100%. Kehilangan hasil mencapai 100% dilaporkan pada tahun 2010, yaitu di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

“Dalam mengatasi masalah tersebut, Balitbangtan melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (Puslitbanghorti) telah mengeluarkan rekomendasi penerapan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang dilakukan secara preventif, artinya sebelum ada serangan apa yang harus dilakukan dan secara kuratif artinya apa yang harus dilakukan setelah ada serangan,” jelasnya.

Penyakit kuning pada cabai disebabkan oleh virus Gemini atau lebih tepatnya disebut Begomovirus. Virus kuning gemini ditularkan oleh kutukebul Bemisia tabaci Genn. Gejala yang ditimbulkan oleh virus gemini berbeda-beda, tergantung pada genus dan spesies tanaman yang terinfeksi, namun biasanya muncul pada 4 – 16 hari setelah masuknya virus ke dalam daun tanaman (inokulasi).

Awalnya beberapa helai daun akan mengalami perubahan warna dengan bagian tulang daun memutih (penjernihan tulang daun/vein clearing), lalu akan berkembang menjadi warna kuning, bagian tulang daun menebal, dan daun mengeriting ke arah atas (cupping).

Infeksi virus gemini lebih lanjut menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang. Jika tanaman terserang pada umur muda, biasanya tanaman menjadi kerdil dan tidak berbuah.

Peneliti Ento-fitopatologi pada Puslitbanghorti, Bagus Kukuh Udiarto menjelaskan bahwa langkah preventif dilakukan bahkan sebelum pesemaian, karena masa pesemaian merupakan masa paling rentan untuk terjadinya infeksi virus.

“Sebelum dilakukan pesemaian, tempat pesemaian disterilkan dengan cara disemprot insektisida spirotetramat + imidaklorpid (1.0 ml/l), kemudian di pasang perangkap kuning untuk memantau Bemisia tabaci sampai populasi nol. Bedengan diberi naungan (screen house) yang terbuat dari nylon dengan kerapatan 50 mesh/cm2, dengan 2 lapis pintu masuk, bagian atasnya ditutup dengan plastik transparan, bagian samping ditutup rapat sampai tanah dengan kain sifon agar vektor kutukebul dan serangga lain tidak hinggap dan makan pada semaian cabai,” jelas Bagus.

Penggunaan varietas tahan/toleran penting dilakukan agar terhindari dari serangan yang lebih parah. Beberapa varietas cabai merah diketahui toleran terhadap penyakit virus kuning antara lain adalah C. annum (Tit Super, CK Sumatera, TM 99 Lembang–1, Kencana) dan C. frutescens (Bara dan Rawit Thailand).

“Usahakan persemaian agak jauh dari lahan yang terserang penyakit,” ujarnya.

Hal lain yang perlu dilakukan untuk menekan serangan kutukebul terhadap bibit cabai merah di pesemaian, yaitu dengan penyiraman larutan insektisida Tiametoksam (Actara) (0,5 ml/l) dengan dosis 50 ml/ tanaman pada umur 2 dan 4 minggu setelah semai.

Selain itu perlu dilakukan imunisasi tanaman muda untuk mengaktifkan gen pertahanan tanaman secara sistemik. Langkah ini dilakukan dengan cara menginokulasikan ekstrak nabati bunga pukul empat atau bayam duri.

Setelah upaya preventif di pesemaian, budi daya di lapangan pun perlu diperhatikan, yaitu yang pertama adalah sanitasi dengan mengendalikan gulma berdaun lebar dari jenis babandotan, daun kancing, ciplukan dan gulma lainnya yang dapat menjadi inang virus dan kutukebul.

Yang kedua dengan melakukan pengolahan tanah dan pemupukan berimbang yang bertujuan untuk menghilangkan atau memperkecil sumber infeksi dan memperbaiki tekstur tanah (aerasi baik).

Waktu pengolahan tanah, bersihkan lahan dari gulma inang virus dan sisa-sisa tanaman sebelumnya. Gunakan pupuk kandang matang. Keseimbangan nutrisi (nitrogen, fosfor, dan kalium) dan dosis penggunaan pupuk yang tepat sangat penting untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan melindungi serangan OPT. Dosis pupuk komposit adalah 700 kg/ha diberikan sebelum tanam dan 300 kg/ha untuk pupuk susulan diberikan dengan cara di kocor.

Selanjutnya penggunaan mulsa plastik hitam perak, bertujuan untuk memantulkan sinar matahari, karena serangga hama umumnya tidak menyukai kondisi tersebut, selain itu mulsa digunakan untuk menghambat pertumbuhan gulma, dan dapat menyebabkan patogen tanah tidak aktif.

Penggunaan mulsa plastik dapat menunda insiden penyakit virus lebih kurang 21 hari karena pengaruhnya yang dapat menekan gulma inang virus dan dapat menekan populasi vektor B. tabaci.

Kemudian lakukan penanaman tanaman penghadang untuk menghalangi serangga vektor dan penyakit lain dari pertanaman lain agar tidak dapat masuk ke pertanaman cabai. Tanaman penghadang yang dapat digunakan adalah tanaman jagung yang ditanam 5-6 baris rapat (jarak tanam 15-20 cm) di sekeliling kebun 2-3 minggu sebelum tanam cabai.

Selanjutnya perlu pemasangan perangkap likat kuning sebanyak 40 lembar/ha secara serentak di pertanaman, digantung/dijepit pada kayu/bambu setinggi 30 cm di atas tajuk daun guna mengurangi populasi vektor. Pada waktu tanam dilakukan penyiraman (soil drencing) pada lubang tanam dengan larutan insektisida Tiametoksam (Actara) (0,5 ml/l) dengan dosis 50 ml/ tanaman, penyiraman (soil drencing) diulang pada umur 2 dan 4 minggu setelah tanam.

Untuk pengendalian selanjutnya dapat dengan memanfaatkan predator Menochilus sexmaculatus dan penggunaan biopestisida ATECU 10ml/l (ATECU = fermentasi dari Agonal + Teprosia + Cow urine) atau pestisida nabati yang bersifat sebagai penolak, bisa berbahan Minyak serai wangi ataupun Lavender.

”Melakukan eradikasi tanaman sakit, yaitu tanaman yang menunjukkan gejala segera dicabut dan dimusnahkan dengan cara dibakar supaya tidak menjadi sumber penularan,” tutup Bagus. (Puslitbanghorti/HMSL)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author