Jakarta, Technology-Indonesia.com – Di akhir abad ke-20 hingga permulaan abad ke-21, pengertian modernisasi pertanian merujuk pada perkembangan teknologi bioscience, mekanisasi pertanian, dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), seperti penggunaan kultur jaringan, alat mesin pertanian (tractor, transplanter, weeder, harvester), penggunaan komputer, sistem informasi, dan lain-lain. Sejak Industry 4.0 pertama kali digemakan di Hannover Fair, 4-8 April 2011 oleh Jerman, pengertian modernisasi pertanian juga mulai bergeser.
Staf Ahli Menteri bidang Infrastruktur Pertanian Prof. Dedi Nursyamsi mengatakan hal tersebut pada acara Bincang Asyik Pertanian Indonesia (Bakpia) bertema “Mendorong Modernisasi dan Regenerasi Pertanian di Era Revolusi Industri 4.0” di Sentul City, Bogor pada Selasa (19/3/2019).
Dedi mengatakan, dunia saat ini telah memasuki era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan penggunaan mesin-mesin otomatis yang terintegrasi dengan jaringan internet. Pelaku industri menggunakan komputer saling terhubung dan berkomunikasi satu sama lain untuk akhirnya membuat keputusan tanpa keterlibatan manusia.
Kombinasi dari sistem fisik-cyber, Internet of Things (IoT), dan Internet of Systems membuat Industri 4.0 berjalan menembus batas ruang dan waktu. “Sektor pertanian perlu beradaptasi terhadap Revolusi Industri 4.0 untuk menjawab berbagai tantangan ke depan,” ujar Dedi.
Belakangan ini, produk bioscience seperti kultur jaringan, high yielding varities, dan rekayasa lingkungan sudah terbukti dapat meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian selama ini. Penggunaan alsintan (alat mesin pertanian) juga sangat dirasakan manfaatnya terutama untuk menghemat biaya tenaga kerja, mempercepat pekerjaan, dan meningkatkan efektivitas proses produksi.
Pemanfaatan TIK dengan munculnya sistem informasi dalam pertanian presisi juga berhasil memudahkan dan mempercepat dalam mengambil keputusan, serta meningkatkan akurasi rekomendasi. Kedepan, nampaknya modernisasi pertanian mengarah ke implementasi teknologi industri 4.0.
Pada kesempatan tersebut, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (UI) Riyanto menyampaikan bahwa Industri 4.0 di sektor pertanian sudah banyak dimanfaatkan, terutama di hilir, yaitu di jalur distribusi. Banyak orang mengatakan, Industry 4.0 akan menyebabkan disruption (gangguan) termasuk dapat meningkatkan angka pengangguran. Kenyataannya, sektor pertanian menyerap tenaga kerja yang cukup besar 36 juta orang.
“Sebenarnya itu hanya sementara saja yang pada akhirnya akan terbentuk keseimbangan baru dengan munculnya berbagai jenis lapangan kerja baru”, kata Riyanto.
Sementara Farid A. Bahar, Tenaga Ahli Menteri Pertanian menyoroti peran media masa dalam mendukung modernisasi pertanian atau dalam pembangunan pertanian secara keseluruhan. Peran media masa dalam pembangunan pertanian ini sangat penting karena sekurang-kurangnya ada empat hal, yaitu media masa merupakan wakil publik yang harus berjuang untuk kepentingan bangsa, menyalurkan informasi bermanfaat kepada publik, mengungkapkan kebijakan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, serta mengevaluasi kebijakan pemerintah maupun implementasinya. Agung Estyo/Kementan