Jakarta, Technology-Indonesia.com – Tikus sawah merupakan hama utama tanaman padi yang paling banyak menimbulkan kerusakan di area pertanaman program Riset Pengembangan Inovatif Kolaboratif (RPIK) lahan rawa di Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Kerusakan tanaman yang tergolong ringan tersebut disebabkan stadia tanaman yang bervariasi dan kurangnya pemahaman petani dalam teknik pengendalian tikus terpadu.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melalui Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) memberikan bimbingan teknis terkait pengendalian hama tikus terpadu dan presisi kepada dua kelompok tani, Kamis (1/7/2021) di Desa Belanti Siam.
Rachmawati, peneliti hama tikus mengajak para petani untuk bersama-sama melakukan praktik fumigasi (pengemposan) lubang sarang dan memberikan pemahaman tentang reproduksi tikus sawah.
Rachma menjelaskan tentang karakteristik lubang tikus dan tips mengempos yang benar dan efektif. Alhasil dari pengemposan dengan belerang dapat menangkap sepuluh ekor tikus jantan dan betina dari tujuh lubang yang diempos.
Peserta bimtek juga praktik membedah tikus hasil tangkapan untuk bersama-sama aktif mempelajari reproduksinya. Dijelaskan bahwa reproduksi merupakan faktor biologis yang penting dalam peningkatan populasi tikus sawah.
“Tikus betina siap kawin pada umur 30 hari dan tikus jantan baru siap kawin setelah berumur 60 hari. Periode bunting dan menyusui masing-masing selama 21 hari dan dapat kawin lagi 48 jam setelah melahirkan anak. Jumlah anak yang dilahirkan rata-rata 10 ekor setiap kelahiran dengan nisbah kelamin 1:1,” terang Rachma.
Ditambahkan bahwa satu ekor tikus betina berpotensi melahirkan tiga kali dan dapat berkembang menjadi 80 ekor tikus dalam satu musim tanam padi.
Melansir naskah orasi Prof. Sudarmaji disebutkan bahwa reproduksi tikus sawah dipicu oleh adanya tanaman padi bunting. Secara alamiah terindikasi bahwa tikus bunting berbarengan waktunya dengan buntingnya tanaman padi.
Hal tersebut diduga tikus merespon terjadinya perubahan fenologi tanaman. Dinamika populasi tikus sawah di ekosistem sawah irigasi dan rawa mengikuti pola tanam padi.
Pada pola tanam padi dua kali setahun akan terdapat dua kali puncak populasi. Sedangkan pada daerah dengan pola tanam padi intensif dan waktu tanam tidak serempak, fluktuasi populasi tikus sawah tidak beraturan dan cenderung selalu tinggi.
Karena itu Rachma menekankan bahwa pengendalian tikus sebisa mungkin dilakukan secara massal, serentak dan kompak dalam skala luas karena dapat menurunkan populasi tikus yang sangat signifikan dan peran petani akan sangat membantu dalam upaya pengendalian hama ini.
Tikus sawah sebagai hama utama menjadi salah satu ancaman dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Inovasi teknologi pengendalian hama tikus terpadu (PHTT) merupakan terobosan untuk mengatasi hama tikus pada tanaman padi. Konsep dasar PHTT adalah pengendalian hama tikus berbasis bioekologi dan kelembagaan petani, dengan komponen teknologi utama TBS dan LTBS yang didukung oleh teknologi konvensional lainnya. (Sumber Balitbangtan)