Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kementerian Luar Negeri saat acara Sosialisasi Perpres No. 30 Tahun 2019 tentang Keanggotaan Indonesia pada Organisasi Internasional (18/9/2019), mengapresiasi Kementerian Pertanian (Kementan) dengan ketepatan waktu dalam menyerahkan kewajiban laporan kontribusi organisasi internasional (OI).
Disebutkan dalam Perpres bahwa keanggotaan dan kontribusi Indonesia diabdikan sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional, sehingga Keanggotaan Indonesia harus dilakukan sesuai prosedur dan tata cara yang berlaku pada organisasi internasional dengan mempertimbangkan prioritas nasional, kemampuan keuangan negara dan keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional sejenis.
Menurut Perpres ini, keanggotaan Indonesia dikoordinasikan oleh satu Instansi Penjuru (focal point), yaitu lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau lembaga non struktural yang menjadi narahubung utama antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Organisasi Internasional
Kementan sampai saat ini tergabung dalam 17 organisasi internasional, dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) menjadi focal point (instansi penjuru) bagi tiga organisasi internasional, yaitu International Rice Research Institite (IRRI), International Treaty on Plan Genetic Resources Food and Agriculture (ITPGRFA) dan Center for Sustainable Agricultural Mechanization (CSAM).
“Biro Kerja Sama Luar Negeri Kementan merupakan koordinator pelaksanaan dan pemanfaatan organisasi internasional di seluruh unit teknis Kementan. Keterwakilan unit-unit teknis dalam memanfaatkan organisasi internasional ini menjadi salah satu kunci sehingga kontribusi laporan pemanfaatan organisasi internasional di Kementan bisa tepat waktu,” ungkap Dr. Ade Candradijaya, Kepala Biro KLN, Kementan.
Hal lain terkait dengan upaya mengoptimalkan pemanfaatan OI sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris Badan Litbang Dr. Muhammad Prama Yufdy pada kesempatan lain yaitu adanya posisi strategis yang menjadi peran dari masing-masing unit teknis. Ini sekaligus menjadi langkah Balitbangtan dalam mendukung salah satu pilar kebijakan kementerian luar negeri Indonesia yaitu dalam hal kepemimpinan/leadership Indonesia pada forum-forum international.
Sementara itu, Dr. Handewi P. Saliem, peneliti senior Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) yang mengikuti sosialisasi menyampaikan bahwa yang terpenting dari upaya pemanfaatan OI adalah keterukuran dan bagaimana pemanfaatan OI dapat termonitor dengan baik. Baik dari aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
“Monitoring dan evaluasi (monev) menjadi penting,” ungkapnya. Utamanya terkait dengan analisis biaya dan manfaat (cost benefit analysis) dari keanggotaan Indonesia dalam OI, transfer teknologi, serta yang tak kalah pentingnya adalah keterlibatan posisi Indonesia dalam kepemimpinan Ol.