Bogor, Technology-Indonesia.com – Lada merupakan komoditas utama yang mendukung terwujudnya target pemerintah untuk mengembalikan kejayaan rempah Indonesia. Strategi utamanya dengan meningkatkan produktivitas, luas areal, efisiensi dan mutu hasil. Salah satu modal dasar adalah Inovasi Modifikasi Teknologi Agronomi Tanaman Lada Perdu (IMTag-Lada Perdu).
IMTag-Lada Perdu merupakan dimensi baru teknik bercocok tanam lada dengan menggunakan sulur buah dan tanpa penegak/tiang panjat. Teknik ini didukung inovasi teknologi budidaya lain serta ruang dan lingkungan yang berbeda. Salah satu pendorong pengembangan lada tanpa tiang panjat adalah besarnya biaya tiang panjat untuk tanaman lada, termasuk pemeliharaan dan pemangkasan (tiang panjat hidup) atau pengadaan bahan (tiang panjat mati).
Gagasan pengembangan modifikasi agronomi tanaman lada perdu tanpa tiang panjat disampaikan Prof. Dr. Muhammad Syakir, dalam pengukuhannya sebagai Profesor Riset Kementerian Pertanian ke 132. Di depan sekitar 500 tamu undangan, Kepala Badan Litbang Pertanian ini menyampaikan orasi berjudul ‘Inovasi Teknologi Budidaya Lada Perdu Mendukung Peningkatan Produksi Dan Daya Saing Lada Nasional’.
“Pengembangan teknologi ini akan terbuka peluang bagi pengembangan tanaman lada di berbagai agro-ekosistem, baik secara monokultur ataupun tumpang sari, dengan ongkos produksi yang lebih murah,” papar Syakir dalam Orasi Pengukuhan Professor Riset Bidang Budidaya dan Produksi Tanaman di Auditorium Sadikin Sumintawikarta, Bogor pada Senin (15/10/2018).
Lebih lanjut pria kelahiran Watampone, 17 November 1958 ini mengungkapkan tanaman lada (Piper ningrum L.) diperkirakan masuk ke Indonesia melalui Banten (Teluk Lada) kemudian menyebar ke Yogyakarta, Surakarta, Cirebon, Jepara dan Sumatera. Saat ini lada tersebar hampir di seluruh provinsi dengan luas areal 167.590 ha, produksi 81.501 ton, produktivitas rata-rata 828 kg/ha, melibatkan 279.040 KK petani. Lada merupakan tanaman tropis dengan sentra produksi lada di Provinsi Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sumatera Selatan.
Awal tahun 90-an Vietnam belajar mengembangkan tanaman lada dari Indonesia. Tidak sampai 15 tahun kemudian, mereka telah mengalahkan posisi Indonesia sebagai eksportir utama lada dunia. Keberhasilan Vietnam ini didukung oleh pengembangan teknologi budidaya yang menyeluruh. Mereka berhasil memacu peningkatan produktivitas lada menjadi sekitar 2,5-32 ton per hektar/tahun, jauh di atas produktivitas lada nasional yang masih berkisar satu ton per hektar/tahun.
Keunggulan lada Vietnam ini salah satunya dengan pengembangan dan modifikasi teknologi budidaya, sehingga lada dapat tumbuh diberbagai agro-ekosistem dengan produktivitas yang stabil. Upaya ini perlu mendapat perhatian ke depan bagi Indonesia. “Salah satu caranya dengan melakukan pengembangan modifikasi budidaya dengan memanfaatkan keunikan biologi dan karakteristik tanaman lada,” terang Syakir yang memperoleh gelar Doktor Agronomi dari Institut Pertanian Bogor pada 2005.
Tanaman lada, lanjutnya, tergolong tanaman dimorfik yang memiliki dua macam sulur. Salah satunya adalah sulur buah yang tidak memiliki akar lekat, namun bersifat positif fototrof, dapat digunakan sebagai benih, tidak memerlukan tiang panjat, dan ini dikenal sebagai teknologi budidaya lada perdu. Lada perdu mulai dikembangkan di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Bangka pada 1994. Beberapa tahun terakhir, lada perdu mulai berkembang di Kabupaten Lampung Utara, Belitung, Banyumas, Purbalingga, Banjar Negara, Sumedang, Tasikmalaya, Ciamis, dan Kalimantan Barat.
“Indikator lain terkait perkembangan lada perdu adalah bertumbuh kembangnya penangkar benih lada perdu di Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Sumedang, dan Ciamis yang umumnya menggunakan inovasi teknologi benih Badan Litbang Pertanian,” ungkap Syakir yang penah meraih tanda penghargaan Satyalancana Karya Satya XX tahun 2009.
Lada perdu ditanam secara monokultur atau tumpangsari dan model farming yang terintegrasi dengan tanaman lain, terutama tanaman kelapa dan kopi. Di Kabupaten Banjarnegara, lada perdu dikembangkan sebagai tanaman sela di antara barisan lada tiang panjat hidup. Sementara, petani penyadap getah pinus di Banyumas mengembangkan lada perdu sebagai tanaman sela di antara pinus.
Menurut Syakir, sumber daya lahan potensial memang relatif terbatas, meski begitu masih cukup untuk mendukung program peningkatan produksi dan daya saing lada. Selain melalui lahan bukaan baru, optimalisasi pemanfaatan lahan-lahan eksisting di areal berbagai komoditas perkebunan lain, lahan pekarangan dan taman kota, sangat potensial mendukung perluasan areal pertanaman lada perdu.
Area tanaman kelapa di dataran menengah luasnya 3.544.393 hektar dan area tanaman kopi 931.405 hektar sangat potensial untuk pengembangan lada perdu dalam pola tanam intercroping dengan 1500-2000 tanaman/hektar (2-4 baris diantara tanaman utama). Jika 10% saja lahan tersebut dimanfaatkan, dengan produktivitas sedang (0,25 kg/tanaman), maka potensi peningkatan produksi lada melalui optimalisasi lahan tersebut 155.067 dan 40.749 ton/tahun (total 195.816 ton).
“Dengan demikian produksi lada Indonesia dapat mencapai 277.317 ton yang sebelumnya 81.501 ton. Sementara produksi lada Vietnam 160.000 ton. Ini berpeluang memposisikan Indonesia sebagai penghasil lada nomor 1 di dunia,” tegas Syakir yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) periode 2016-2019.
Berbagai inovasi teknologi lada sudah banyak dihasilkan Badan Litbang Pertanian, mulai varietas unggul, perbenihan, teknologi budidaya, teknologi pengendalian OPT, model farming, teknologi panen dan prosesing yang dapat menghasilkan lada hitam atau lada putih. Selain itu, ada dua varietas baru yang dilepas pada 2017 yaitu Ciinten dari Jabar dan Malonan 1 dari Kaltim dengan tingkat produktivitas cukup tinggi, 2.4-3.2 ton/ha. Berbagai komponen teknologi tersebut sangat sesuai untuk mendukung pengembangan IMTAg-Lada Perdu.
“Kedepan teknologi lada perdu merupakan salah satu opsi teknologi inovatif modifikasi budidaya potensial dan sangat strategis dalam meningkatkan produksi lada nasional,” pungkasnya.