Boerka, Bibit Kambing Pedaging Berkualitas Unggul

Deliserdang, Technology-Indonesia.com – Kementerian Pertanian (Kementan) berencana merilis Kambing unggul Boerka sebagai solusi peningkatan ekonomi rakyat serta memenuhi swasembada daging di Indonesia. Kambing Boerka dikembangkan oleh Loka Penelitian Kambing Potong, Badan Litbang Pertanian melalui pesilangan antara pejantan Boer dengan induk Kambing Kacang. Kambing hasil silangan ini lebih unggul dibanding kambing lokal, pertumbuhannya cepat dan bobot tubuh lebih besar, serta daya adaptasi tinggi di lingkungan tropis.

Kepala Loka Penelitian Kambing Potong, Simon E. Sinulingga mengungkapkan kawin silang (crossbreeding) antara Kambing Boer dan induk Kambing Kacang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas dan memenuhi bibit kambing potong berkualitas bagus.

Menurut Simon, Kambing Boer merupakan kambing unggul asal Afrika yang diimpor dari Australia. Kambing Boer terpilih karena memiliki potensi pertumbuhan dan bobot hidup yang tinggi. Sementara Kambing Kacang adalah kambing potong lokal yang memiliki reproduksinya bagus, sudah beradaptasi dengan baik, dan banyak dipelihara petani di Indonesia. Dengan kondisi pakan yang kurang, Kambing Kacang tetap bisa bereproduksi.

“Persilangan menghasilkan Kambing Boerka yang memiliki potensi sebagai kambing pedaging unggul dan bibit kambing unggulan di masa mendatang,” ungkap Simon di sela Seminar Internasional Teknologi Peternakan dan Veteriner pada Selasa (16/10/2018) di Kualanamu, Sumatera Utara (Sumut).

Kambing Boerka memiliki ciri warna bulu coklat atau hitam pada bagian kepala sampai leher dan warna dominan putih pada bagian badan sampai kaki. Bobot lahir Boerka sekitar 2,6-2,8 kg, lebih tinggi dari bobot lahir kambing kacang yang berkisar antara 1,6-1,8 kg. Bobot sapih Boerka antara 10-12 kg, sementara Kambing Kacang hanya 6-8 kg.

“Dalam setahun bobot Kambing Kacang hanya sekitar 22 kg, sementara Kambing Boerka bisa mencapai 35 kg sesuai permintaan pasar luar negeri. Dengan demikian, kambing Boerka berpotensi dikembangkan secara komersial untuk tujuan ekspor,” terang Simon.

Tingkat pertumbuhan anak Kambing Boerka prasapih rata-rata 118 gram/hari, jauh lebih tinggi dibanding anak Kambing Kacang yang hanya 52-70 gram/hari. Laju pertumbuhan Kambing Boerka selama pascasapih juga lebih tinggi dibanding Kambing Kacang.

Pada umur 3-6 bulan, misalnya, laju pertumbuhan Kambing Boerka lebih tinggi rata-rata 42% dibanding Kambing Kacang. Laju pertumbuhan yang lebih tinggi memungkinkan kambing Boerka mencapai bobot potong pada umur yang lebih muda.

Karkas Kambing Boerka lebih baik dibanding Kambing Kacang, namun kandungan nutrisi maupun sifat fisik relatif sama. Mutu karkas Kambing Boerka termasuk mutu I, sama dengan Kambing Kacang. Daging agak lembap, tekstur lembut dan kompak, warna merah khas daging, lemak panggul tebal, dan bau spesifik. Dengan karakteristik seperti itu, daging Kambing Boerka akan diterima konsumen seperti halnya daging Kambing Kacang.

Simon mengungkapkan, saat ini populasi Kambing Boerka di Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, Deliserdang, Sumut sekitar 1.700 ekor. Kambing Boerka juga telah tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Tahun ini, Loka Penelitian Kambing Potong sesuai tugas dari Kementan telah menyebarkan 300 ekor Kambing Boerka. Rinciannya: 100 ekor ke Sumbawa, 100 ekor ke Deliserdang, 50 ekor ke Ponorogo, dan sisanya untuk bantuan gempa Lombok.

Sementara tahun depan, Kementan mentargetkan 500 ekor Kambing Boerka tersebar ke berbagai wilayah seperti Bali sebanyak 100 ekor, Bangka Belitung 100 ekor, Papua 100 ekor, Aceh 100 ekor, dan Kalimantan Barat 100 ekor.

Untuk menjaga perkembangan Kambing Boerka, terang Simon, setiap 100 ekor kambing komposisi penyebarannya 1:9 yaitu 10 kambing jantan dan 90 kambing betina. Dari hasil penelitian, jarak beranak Kambing Boerka 8 bulan. Dalam satu tahun 1 ekor induk bisa beranak sekitar 1,56 ekor anak.

“Berarti kalau ada 90 ekor induk kambing, anaknya nanti sekitar 135-140. Kalau ada 90 induk perhitungannya dua tahun kemudian ternaknya ada sekitar 400 ekor,” terang Simon.

Agar pemberian Kambing Boerka bisa berkembang dengan baik, pihaknya melakukan pendampingan seperti cara pemberian pakan yang baik, pemberian bibit rumput unggul, supervisi pembangunan kandang, dan lain-lain.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak) Badan Litbang Pertanian, Atien Priyanti mengatakan Kambing Boerka hasil perkawinan Kambing Boer dan Kambing Kacang sudah berhasil dikembangkan dengan baik dan segera dirilis tahun ini sebagai kambing masa depan Indonesia.

Ia berharap kehadiran Kambing Boerka bisa menjadi subsitusi daging sapi. Hal ini sesuai target Kementan untuk bisa mengekspor kambing sebanyak 5.000 ekor per bulan ke Singapura dan Malaysia. Target tersebut baru terpenuhi 2.000 ekor.

“Salah satunya kita akan jaring untuk dibuatkan semacam kluster kawasan pengembangan domba dan kambing di wilayah Sumatera sehingga menuju Malaysia dan Singapura lebih dekat,” ungkap Atien.

Untuk percepatan pengembangan Kambing Boerka, pihaknya menjalin kerjasama dengan seluruh UPT Kementan, serta akan mengaet swasta melalui Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI).

Atien optimis jika pengembangan Kambing Boerka diikuti ketersediaan pakan berkualitas akan bisa menggerakkan perekonomian rakyat sekaligus membantu ketersediaan dan swasembada daging di Indonesia.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author