Bioinformatika untuk Deteksi Penyakit Hewan

Bogor, Technology-Indonesia.com – Deteksi penyakit hewan secara molekuler saat ini berkembang pesat karena mampu digunakan untuk diganosa dengan cepat dan spesifik. Selain itu, biomolekuler juga dapat digunakan untuk melakukan karakterisasi organisme secara umum maupun secara khusus untuk agen penyebab penyakit dan juga untuk melakukan rekayasa genetik.

Kepala Badan Litbang Pertanian, Fadjry Djufry mengatakan saat ini kita telah memasuki era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan adanya sistem cerdas dan otomatisasi dalam industri. Hal ini digerakkan oleh data melalui teknologi machine learning dan artificial intelligence (AI). Salah satu bidang yang paling banyak terdampak oleh Revolusi Industri 4.0 adalah bidang kesehatan dan bioteknologi

“Revolusi Industri 4.0 merupakan upaya transformasi menuju perbaikan dengan mengintegrasikan dunia online dan lini produksi di industri. Semua proses produksi berjalan dengan internet sebagai penopang utama. Untuk itu, sektor pertanian termasuk di dalamnya kesehatan hewan juga perlu beradaptasi untuk menjawab tantangan ke depan,” kata Djufry dalam sambutan yang dibacakan Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet) NLP Indi Dharmayanti saat membuka bimbingan teknis (Bimtek) bioinformatika untuk deteksi penyakit hewan di Bogor, pada Senin (22/4/2019).

Pelaksanaan workshop bioinformatika, lanjutnya, sangat relevan dengan era Industri 4.0 yang berbasis teknologi informasi. Pada era teknologi yang semakin berkembang ini, kebutuhan akan informasi semakin dibutuhkan oleh masyarakat secara luas. Informasi yang terkait dengan data biologic inilah yang disebut dengan bioinformatika.

Menurut Kepala Balitbangtan, bioinformatika mempunyai peluang yang sangat besar untuk berkembang karena banyak sekali cabang-cabang ilmu yang terkait dengannya. Sayangnya, di Indonesia, bioinformatika masih belum dikenal oleh masyarakat luas. Di kalangan peneliti biologi, mungkin hanya para peneliti biologi molekuler yang mengikuti perkembangannya karena keharusan menggunakan perangkat-perangkat bioinformatika untuk analisa data.

“Kita ketahui bersama bahwa perkembangan ilmu biologi semakin pesat semenjak ditemukannya metode sekuensing DNA. Dengan data DNA yang melimpah dari berbagai macam spesies, maka diperlukan pengolahan data-data tersebut untuk berbagai keperluan. Data DNA tersebut diintegrasikan dalam suatu penyimpanan data dalam komputer yang kemudian muncul istilah bioinfomatika,” terangnya.

Saat ini, bioinformatika ini mempunyai peranan yang sangat penting, diantaranya untuk manajemen data-data biologi molekul, terutama sekuen DNA dan informasi genetika. Perangkat utama bioinformatika adalah software dan didukung oleh ketersediaan internet.

Khusus untuk bidang pertanian, metode ini telah lama digunakan untuk mendukung eksperimen laboratorium berbasis bioinformatika seperti untuk pengembangan penanda molekuler; desain primer untuk analisis ekspresi gen diferensial; pengembangan peta genetik; dan analisis ekspresi gen. Pemetaan genetik pada tanaman kopi (Coffea canephora) juga telah memanfaatkan bioinformatika.

“Pada skala yang lebih besar bioinformatika juga telah membantu berbagai analisis transkriptomik dan genomik pada tanaman perkebunan. Bioinformatika juga membantu untuk analisa posisi sejauh mana suatu virus berbeda dengan virus lainnya dan masih banyak lagi pemanfaatannya,” lanjutnya.

Pada bidang veteriner, salah satu pemanfaatannya adalah deteksi cepat yang dapat diperoleh dengan menggunakan perangkat bioinformatika yang dapat memberikan hasil yang cepat dan akurat seperti menggunakan teknologi Polymerase Chain Reaction (PCR) baik real time maupun konvensional. Selain itu penggunaan sequencing dalam membantu melakukan identifikasi dan karakterisasi penyakit memberikan dampak yang baik dalam melakukan deteksi penyakit.

“Namun demikian penggunaan teknologi bioinformatik untuk melakukan deteksi penyakit di Indonesia masih sangat rendah dikarenakan biaya, kemampuan teknisi dalam penggunaan perangkat bioinformatika dan analisis data yang diperoleh,” terangnya.

Kepala Balitbangtan berharap workshop ini mampu meningkatkan wawasan dan kemampuan peserta mengenai bioinformatika, sehingga mampu melakukan analisa data molekuler dan karakterisasi mikroorganisme dan rekayasa genetik, terutama untuk deteksi penyakit hewan maupun pengembangan teknologi vaksin.

Bimtek ini menghadirkan narasumber dari dalam dan luar negeri, antara lain Lee McMichael (Queensland University, Australia), Stanly Pang (Murdoch University, Australia), Widya Asmara (Universitas Gadjah Mada), NLP Indi Dharmayanti (BB Litvet), Silvia Triwidyaningtyas (Universitas Indonesia), dan Hidayat Trimarsanto (Lembaga Molekuler Eijkman).

Workshop berlangsung selama 5 hari, yaitu pada 22-23 April 2019 untuk teori tentang bioinformatika dan pada 24-26 untuk praktek aplikasi bioinformatika yang akan dilakukan di BB Litbvet, Bogor. Workshop yang diikuti 120 peserta dari berbagai institusi baik dari lingkup maupun dari luar Kementerian Pertanian.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author