Jakarta, Technology-Indonesia.com – Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) mengerahkan berbagai inovasi dan teknologi pertanian untuk mengembangkan agriculture center of excellence atau pusat keunggulan pertanian di dua kabupaten di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang menjadi lokasi kawasan food estate.
Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry mengatakan hal itu sebagai bentuk dukungan Balitbangtan untuk menyukseskan program food estate. “Pusat keunggulan ini merupakan laboratorium lapangan yang mengaplikasikan seluruh inovasi dan teknologi pertanian mulai dari pengolahan lahan, budi daya pertanian, pemupukan, pengendalian hama penyakit, pemanenan, hingga pengolahan pascapanen,” tuturnya.
Balitbangtan akan mengelola denfarm berskala luas masing-masing 1.000 hektare di Desa Terusan Karya, Kabupaten Kapuas dan 1.000 hektare lainnya di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau.
Pertanian dilakukan secara terintegrasi (integrated farming) mulai dari hulu hingga hilir dan bersifat zero waste. Limbah pertanian diubah menjadi produk bernilai tambah, misalnya jerami diolah menjadi pakan ternak atau pupuk biosilika. Dedak diolah menjadi minyak dedak bernilai jual tinggi untuk kebutuhan industri kosmetik.
Kepala Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Agung Prabowo mengatakan, sejumlah alat dan mesin pertanian (alsintan) diaplikasikan untuk meningkatkan efisiensi usaha tani. Semua alsintan dirancang sesuai dengan kondisi agroekologi di kawasan food estate.
Penggunaan alsintan terbukti mampu meningkatkan produktivitas, meningkatkan efisiensi tenaga kerja, menurunkan biaya produksi, menurunkan tingkat kehilangan (losses) panen, dan meningkatkan daya saing produk pertanian. Penerapan mekanisasi dilakukan mulai dari pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman, saat panen, hingga pascapanen.
“Dengan penerapan mekanisasi dan riset, kami siap mewujudkan pertanian yang maju, mandiri, dan modern. Penerapan alsintan mampu mengakselerasi tujuan tersebut,” ujarnya.
Agung pun membeberkan sejumlah data. Pada fase pengolahan lahan, penggunaan alsintan mampu meningkatkan efisien waktu kerja hingga 97,4% atau dua kali lebih cepat dibandingkan cara manual. Dari sisi biaya, pengolahan lahan 40% lebih hemat jika menggunakan alsintan.
Pada fase penanaman, produktivitas kerja naik sebesar 5-10%, bahkan jika menggunakan teknologi jajar legowo kenaikannya mencapai 30%. Efisiensi waktu kerja bisa mencapai 98% dan penurunan biaya untuk tenaga kerja mencapai 40%. Sementara efisiensi saat proses penyiangan mencapai 88,5% dan menurunkan biaya kerja sebesar 28%.
Saat panen, mekanisasi mampu menurunkan tingkat kehilangan (losses) menjadi 3,5% – 5% atau lebih dari separuh dibanding tingkat kehilangan jika panen secara manual yang biasanya diatas 10%. Sebagai gambaran, produksi gabah kering giling (GKG) pada tahun 2019 mencapai 54,6 juta ton. Jika angka kehilangan panen 10% saja, jumlahnya sekitar 5,5 juta ton GKG atau setara 3,52 juta ton beras.
“Penggunaan alsintan mampu menurunkan angka kehilangan panen menjadi 1,9 – 3 juta ton saja. Artinya sebanyak 2,5 juta – 3,6 juta ton GKG atau setara 1,6 juta – 2,3 juta ton beras yang berhasil diselamatkan,” bebernya.
Optimalisasi Alsintan
Agung memaparkan, dibutuhkan empat syarat agar penerapan mekanisasi di kawasan food estate bisa optimal. Keempat syarat itu adalah tata kelola air harus baik, tersedianya jalan usaha tani yang memadai, tersedianya sarana dan prasarana penunjang alsintan, dan tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang andal.
Tata kelola air, terutama sistem drainase yang jelek akan menjadi kendala penggunaan alsintan baik saat penyiapan lahan maupun saat panen. Banyak traktor yang tenggelam karena lapisan lumpur cukup dalam dan daya sangga tanahnya rendah.
“Agar traktor atau mesin pemanen bisa bermanuver dengan baik, maka tekanan mesin ke tanah (ground pressure) harus lebih kecil dari gaya sanggah tanah (bearing capacity). Karenanya kami mendesain traktor perahu untuk digunakan di kawasan food estate Kalteng,” jelasnya.
Syarat berikutnya, ketersediaan infrastruktur jalan usaha tani diperlukan untuk memudahkan akses alsintan maupun sarana produksi pertanian lainnya. Sarana dan prasarana yang dimaksud terutama bengkel alsintan, rumah penyimpanan alsintan, serta tersedianya suku cadang jika ada komponen alsintan yang rusak.
Tak kalah pentingnya, SDM yang andal. Pertama, SDM operator yang mahir mengoperasikan berbagai jenis alsintan, menyetting alat dan bongkar pasang, serta kemampuan mengatasi kendala operasional di lapangan.
Menurut Agung, pihaknya secara berkala memberikan bimbingan teknik pada para operator alsintan di lapangan. “Belum lama ini sebanyak 20 operator kami berikan Bimtek di kawasan food estate yang dikelola Balitbangtan,” katanya.
Kedua, SDM pengelola yang menjalankan kelembagaan armada alsintan, sehingga pengunaan alsintan bisa diatur dan terdistribusi dengan baik ke setiap kelompok tani yang membutuhkan.
“Dengan kawasan pertanian yang luas, maka armada alsintan harus dikelola dengan baik dalam jumlah yang mencukupi,” pungkasnya.