Jakarta, Technology-Indonesia.com – Serangan organisme penganggu tumbuhan (OPT) menjadi kendala utama dan momok menakutkan bagi petani lada di Indonesia. Tanaman yang terserang penyakit kuning dan penyakit busuk pangkal batang (BPB) lambat laun mati sehingga petani merugi.
Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) – Badan Litbang Pertanian, Wiratno mengatakan hama penyakit pada tanaman lada akan mengakibatkan masalah besar jika tidak dikendalikan. Serangan penyakit kuning dan BPB cukup menyebar di wilayah Indonesia dari yang ringan hingga berat. Serangan terberat berada di Lampung dan Pulau Bangka.
Penyakit kuning disebabkan oleh nematoda puru akar yang menyerang serabut-serabut akar hingga membengkak sehingga tidak bisa menyerap makanan. Penyakit kuning bisa terlihat dari warna daun lada yang menguning karena akar serabutnya sudah tidak ada. Jika akar serabutnya mati, nematoda akan mencari tanaman-tanaman lain. Saat terkena air hujan, nematoda bisa mengalir dan tersebar kemana-mana.
“Sementara penyakit busuk pangkal batang menyerang pangkal batang yang berbatasan dengan tanah sehingga busuk dan tiba-tiba mati. Saat ditanam lagi ternyata tumbuh, namun saat mau berproduksi tanaman lada mati lagi. Ini yang menyebabkan petani frustasi,” terang Wiratno di Kantor Balittro, Cimanggu, Bogor, pada Senin (26/3/2018).

Untuk mengatasi serangan hama lada tersebut, Balittro telah melakukan penelitian pemanfaatan pestisida nabati berbahan dasar minyak cengkih. Pengujian pestisida nabati yang diberi nama Smartz Plus memberikan hasil yang memuaskan.
Pada awal penelitian di laboratorium, jamur penyebab BPB diinokulasi pada media PDA di dalam cawan petri. Pada cawan yang tidak diberi pestisida nabati, jamur berkembang terus. Tapi dengan pemberian pestisida nabati dengan beragam konsentrasi, jamur dapat ditekan perkembangannya.
Wiratno menginformasikan, pestisida sejenis hasil formulasinya yaitu BioProtektor pernah dicoba di beberapa komoditas seperti kakao, cabai, dan padi. Pestisida ini mampu menahan serangan penggerek buah kakao hingga tinggal dua persen. Saat diujicoba pada tanaman padi Jarwo Super di Purwokerto, pestisida ini tidak hanya membunuh hama tapi juga memperbaiki perkembangan tanaman. Anakan produktif padi meningkat 20%, jumlah bulir meningkat 5% per malai, dan produktivitas padi meningkat 15%.
“Keunggulan pestisida ini kalau diaplikasikan di lapangan, setelah berperan membunuh hama dan penyakit bisa berubah menjadi pupuk,” terangnya.
Informasi ini menunjukkan bahwa pestisida nabati lainnya terbukti mampu mengendalikan beberapa OPT sehingga Smartz Plus juga diharapkan mampu menekan OPT lada. Sebab, keduanya memiliki fungsi yang sama.
Smartz Plus pernah diujicoba di lokasi endemis BPB di Kebun Percobaan Sukamulya, Sukabumi pada 2017 selama tiga bulan. Pada tanaman lada yang dibiarkan saja, pada minggu ke II tingkat kematian mencapai 20%, minggu III (50%), dan minggu V sampai XI (90%). Sementara pada tanaman lada yang disemprot dan disiram Smartz Plus dengan konsentrasi 3-5 cc/liter bisa terselamatkan walaupun tidak 100%.
Tak hanya mampu mengatasi penyakit kuning dan BPB, Menurut Wiratno, Smartz Plus juga mampu mengendalikan populasi hama penggerek bunga, Dichonocoris hewetti dan penghisap buah, Dasynus piperis. Jadi dalam sekali aplikasi, pestisida nabati ini mampu menekan empat jenis OPT yang menyerang tanaman lada, terang Wiratno.
Dalam waktu dekat, pestisida nabati ini akan diujicoba ke lahan yang lebih luas dalam bentuk demplot pada lahan petani lada di Pulau Bangka. Ujicoba akan dilakukan selama 6 bulan agar hasilnya terlihat.
Wiratno berharap kegiatan ini menjadi solusi strategis untuk mengatasi serangan OPT terhadap tanaman lada yang sangat merugikan petani. “Kalau obat ini hasilnya bagus berarti mampu memecahkan masalah yang saat ini belum terpecahkan,” pungkasnya.