Inilah Metode Budidaya Tanaman Kelor

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Tanaman kelor (Moringa oleifera Lam) mendadak menjadi primadona saat pandemi dan banyak diburu masyarakat. Tanaman ini memiki banyak manfaat sehingga dijuluki The Miracle Tree oleh World Healthy Organization (WHO).

Lalu bagaimana cara membudidayakan tanaman kelor? Jangan khawatir, karena pembudidayaan tanaman kelor sangat mudah. Perbanyakan dapat dilakukan secara vegetatif dengan stek batang dan generatif dengan biji.

Peneliti Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ridwan mengungkapkan bahwa perbanyakan dengan stek batang dan biji masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

“Perbanyakan dengan stek batang dapat menghasilkan daun dan buah yang lebih cepat. Namun, dalam usaha budidaya intensif dan luas, pemenuhan kebutuhan batang sebagai bahan stek akan menjadi masalah,” tuturnya.

Hal ini karena batang yang digunakan untuk stek dengan probabilitas keberhasilan tinggi harus memenuhi beberapa kriteria. Misanya: batang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda, panjang 1 meter, dan diameter 5-10cm. Kelemahannya, akar yang terbentuk melalui metode stek tidak terlalu kuat sehingga lebih mudah roboh.

Berbeda dengan metode perbanyakan dengan biji yang lebih aplikatif untuk budidaya intensif. Viabilitas metode biji cukup tinggi. Akar yang akan terbentuk kuat, tidak mudah roboh, dan penanaman lebih mudah. Untuk masa panen daun juga relatif cepat, mulai 3-4 bulan setelah tanam.

“Namun, untuk produksi buah membutuhkan waktu cukup lama, yaitu sekitar 1,5-2 tahun, tergantung kondisi lingkungan tumbuhnya,” terang Ridwan.

Perawatan tanaman kelor sebenarnya tidak terlalu susah. Pengairan secukupnya dan jangan sampai tergenang. Jika kelebihan air tanaman kelor sangat rentan terkena penyakit busuk akar. 

Di Indonesia, distribusi kelor hampir tersebar di seluruh pulau dan memiliki potensi lain yaitu untuk memperoleh variabilitas genotipe unggul dengan produksi biomassa daun dan kandungan flavonoid yang tinggi.

Ridwan bersama tim pernah melakukan uji coba penanaman kelor di sepuluh pulau di Indonesia yaitu Sumatera, Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua dalam polibag berkapasitas 10 kg.

“Hasilnya, kami menemukan Sumatera merupakan aksesi yang memiliki daun tertinggi dengan produksi biomassa yang dikombinasikan dengan kandungan total flavonoid dan aktivitas antioksidan yang paling tinggi, dibandingkan dengan yang lain. Aksesi Sumatra direkomendasikan sebagai aksesi yang sangat baik untuk budidaya dengan tujuan menghasilkan flavonoid,” terang Ridwan.

Senyawa Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu senyawa polifenol yang baru-baru ini telah banyak dipelajari dan digunakan dalam bidang kesehatan. Kandungan ini memiliki fungsi potensial sebagai antivirus/bakteri, anti-diabetes, anti-kanker, anti-inflamasi dan untuk pengobatan penyakit degeneratif, tetapi terutama memiliki berfungsi sebagai antioksidan.  

Kelor merupakan salah satu tanaman yang telah diketahui mengandung senyawa flavonoid dengan aktivitas antioksidan yang tinggi. Namun, kandungan flavonoid tanaman ini sangat bergantung pada kondisi lingkungan, seperti suhu, cahaya intensitas, dan ketersediaan air. 

Tanaman kelor yang tumbuh pada musim kemarau kandungan flavonoidnya lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan. Bahkan dilaporkan  konsentrasi flavonoid dalam daun kelor  juga meningkat saat diperlakukan dengan menahan air selama 30 hari.

“Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan flavonoid pada daun kelor dapat ditingkatkan dengan mengurangi air ketersediaan melalui pengolahan stres air,” ungkap Ridwan.

Dari penelitian yang pernah dilakukan, Ridwan mengungkapkan perlakuan kekeringan, terutama cekaman kekeringan yang ringan hingga sedang (50%-80% kapasitas lapang) dapat menginduksi peningkatan senyawa flavonoid tanpa menurunkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang signifikan.

Pada cekaman kekeringan yang lebih parah, tidak hanya produksi biomassa yang menurun, namun juga kandungan senyawa flavonoid-nya.

Cekaman kekeringan yang ringan-sedang dapat direkomendasikan sebagai metode irigasi yang efektif dan efisien dalam budidaya kelor untuk menghasilkan biomassa daun berkualitas tinggi, yang dapat digunakan sebagai bahan pangan fungsional dan obat-obatan untuk mengobati penyakit degeneratif.

Namun, Ridwan mengingatkan penelitian lebih lanjut tentunya masih sangat diperlukan. (Sumber brin.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author