TechnologyIndonesia.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan model agroforestri jati-umbi garut di Desa Barengkok, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sistem ini bertujuan meningkatkan ketahanan pangan, serta memberdayakan masyarakat sekitar dalam mengelola dan memanfaatkan hasil hutan secara berkelanjutan.
Melalui sosialisasi dan alih teknologi yang digelar bersama Perum Perhutani KPH Bogor, BRIN memberikan pendampingan kepada petani dalam budidaya umbi garut serta pengolahannya menjadi produk bernilai tambah, guna meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat setempat.
Salah satu skema optimalisasi pemanfaatan lahan hutan untuk mendukung ketahanan pangan adalah teknik agroforestri. Model agroforestri jati atau Tectona grandis dengan tanaman garut yang melibatkan masyarakat Desa Barengkok menjadi contoh penerapannya.
Untuk meningkatkan pemanfaatan umbi garut, Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE), OR Hayati dan Lingkungan BRIN bekerja sama dengan Perum Perhutani KPH Bogor, menggelar Sosialisasi Manfaat dan Alih Teknologi bertema “Peningkatan Nilai Tambah dan Manfaat Umbi Garut Melalui Pembuatan Emping dan Tepung Pati Garut”. Kegiatan ini berlangsung di Kantor Desa Barengkok Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor Jawa Barat, pada Rabu (05/02/2025).
Dona Octavia Peneliti PREE BRIN dalam paparannya menyampaikan, saat ini fokus utama adalah pengolahan pascapanen, karena agroforestri dengan tanaman pangan ini menjadi kebijakan sekaligus kebutuhan bersama. Hal ini untuk mendukung ketahanan pangan.
“Apalagi dengan adanya program Makan Bergizi Gratis (MBG), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berencana mengalokasikan 20,6 juta hektare lahan hutan untuk cadangan pangan, tanpa menebang pohon yang dapat dicapai dengan praktik agroforestri,” jelasnya.
Menurutnya, dalam kerja sama BRIN dan Perhutani ini, umbi garut ditanam di bawah tegakan pohon jati. Umbi ini mampu tumbuh dengan baik meski berada di bawah naungan, lebih dari 50%.
“Manfaat umbi garut luar biasa terutama bagi kesehatan, antara lain untuk penderita diabetes dan dispepsia atau maag. Hasil riset kami juga menunjukkan bahwa kandungan antioksidannya cukup tinggi, umbi garut yang kami tanam merupakan Kultivar Creole yang lebih tahan,” paparnya.
Umbi garut, kata Dona, memiliki kandungan nutrisi lengkap dan sumber antioksidan, dengan kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan umbi lainnya. Umbi garut juga kaya karbohidrat, serat, dan asam folat, sehingga baik untuk ibu hamil, balita, dan lansia.
“Umbi garut sangat mudah ditanam, bahkan saat disimpan dalam karung dalam waktu lima bulan, ia dapat tumbuh sendiri. Cara penanamannya pun sederhana, misalnya umbi dipotong sekitar 5 cm, ditanam mendatar, lalu ditimbun tanah setebal 5 cm agar tidak kering oleh sinar matahari langsung,” bebernya.
Dia menambahkan, di bawah naungan pola agroforestri, tanaman ini mampu tumbuh dengan baik. Menghasilkan umbi yang dapat diolah menjadi tepung pati, emping, keripik, sereal, kukis, dan produk olahan lainnya.
“Kami berharap masyarakat mengetahui cara budidaya umbi garut, pemanfaatan dan pengolahan hasil panennya agar memiliki nilai tambah dan daya jual tinggi. Saat ini, produk pangan berbasis umbi garut sudah berkembang di Yogyakarta, Sragen, dan Jawa Tengah,” ungkapnya.
Dona berharap, Bogor juga bisa mengembangkan lebih lanjut. “Kuncinya adalah kolaborasi lintas sektor dalam pengembangan umbi garut, yang tidak hanya bernilai ekonomi tetapi juga berkontribusi pada ketahanan pangan,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama Murniati Peneliti PREE BRIN sebagai Ketua Tim dalam sambutannya menyampaikan, umbi garut berperan dalam mendukung program ketahanan pangan pemerintah.
Dia menjelaskan, kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan berbagai manfaat umbi garut serta pengolahannya menjadi produk turunan. Dari sekian banyak produk yang dapat dihasilkan, alih teknologi kali ini berfokus pada pengolahan umbi garut menjadi emping dan tepung pati garut.
“Satu setengah tahun lalu, di tempat ini juga telah dilakukan budidaya umbi garut dalam sistem agroforestri, yakni dengan menanamnya di bawah tegakan pohon Jati. Program ini merupakan kerja sama antara BRIN dan Perhutani KPH Bogor, dengan plot penelitian yang berlokasi di petak 28B, RPH Maribaya, BKPH Parung Panjang, KPH Bogor,” ujarnya.
Dirinya menambahkan, penelitian tersebut telah selesai, tanaman telah dipanen, dan kini hasilnya dapat dimanfaatkan lebih lanjut. “Semoga pelatihan ini memberikan manfaat dan pengolahan umbi garut dapat menjadi nilai tambah bagi masyarakat Barengkok,” ujarnya.
Kepala Desa Barengkok Hermawan menyampaikan, kegiatan yang sedang berlangsung merupakan tindak lanjut dari upaya pengelolaan umbi garut yang telah dipanen lima bulan lalu.
“Melalui sosialisasi dan pelatihan yang diberikan oleh para narasumber, diharapkan peserta dapat memahami proses pengelolaan dan produksi umbi garut hingga berhasil,” harapnya.
Ia juga menguraikan, sejak lama umbi garut telah menjadi produk unggulan Desa Barengkok, berkat inisiasi BRIN dalam pengembangannya.
“Kini, kualitasnya semakin meningkat, dan diharapkan masyarakat dapat membudidayakannya secara lebih luas. Kami berkomitmen untuk mendukung penuh program ini,” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BKPH/Asper Parung Panjang Ihsan menjelaskan, umbi garut memiliki berbagai manfaat, di antaranya dapat membantu mencegah diabetes serta mendukung program diet. Selain itu, umbi garut dapat diolah menjadi beragam produk seperti keripik, tepung, dan sereal.
“Kami berharap, masyarakat Desa Barengkok dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memperoleh ilmu dari peneliti BRIN. Mulai dari teknik budidaya di lahan hutan jati, pengelolaan dan produksi, hingga potensi pasarnya. Dengan demikian, umbi garut diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian masyarakat,” tuturnya. (Sumber brin.go.id)
BRIN Kembangkan Model Agroforestri Jati-Umbi Garut
![](https://technologyindonesia.id/wp-content/uploads/2025/02/umbi-garut.jpg)