Jakarta, Technology-Indonesia.com – Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang terletak di Jl. MH Thamrin No. 8, Jakarta resmi berganti nama. Gedung I BPPT berubah nama menjadi Gedung Soedjono Djoened Poesponegoro dan Gedung II BPPT menjadi Gedung B.J. Habibie.
Penamaan Gedung I dan II BPPT diresmikan oleh Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang P.S. Brodjonegoro, didampingi Kepala BPPT Hammam Riza. Penamaan tersebut merupakan penghargaan bagi para tokoh bangsa, yang memiliki jasa besar dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi di tanah air.
“Soedjono adalah Menteri Riset Pertama di Indonesia, dan BJ Habibie, adalah Bapak Teknologi Bangsa yang juga Presiden Ketiga RI. Habibie juga yang menjadi pendiri BPPT. Keduanya merupakan tokoh teknologi Indonesia yang memiliki dedikasi tinggi dalam pengkajian dan penerapan Iptek, untuk kemajuan bangsa Indonesia pada eranya masing-masing,” ungkap Hammam Riza di Kantor BPPT, Jakarta, Senin (9/3/2020).
Prof. Dr. Soedjono Djoened Poesponegoro menjabat sebagai menteri riset sejak tahun 1962 hingga 1966, di bawah Kabinet Kerja III, Kerja IV, dan Dwikora I. Saat itu, Menristek bernama Menteri Urusan Research Nasional, yang berada dibawah Menteri Koodinator Kompartemen Pembangunan.
Kepala BPPT mengatakan Soedjono merupakan tokoh ilmuwan Indonesia terkemuka serta pionir dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia baik di bidang kedokteran serta beberapa cabang ilmu pengetahuan lainnya.
Sementara Prof. B.J. Habibie adalah sosok yang mengabdi selama 20 tahun sejak 26 Maret 1973 hingga 16 Maret 1998, sebagai Menteri Negara Riset, dan Teknologi, merangkap jabatan sebagai Kepala BPPT. Habibie kemudian diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia ketiga, setelah sebelumnya menjadi Wakil Presiden Kabinet Pembangunan VII.
Selain penamaan gedung, Kepala BPPT mengatakan pihaknya juga memberi nama Auditorium BPPT sebagai Auditorium Soemitro Djojohadikoesoemo. Soemitro merupakan Menteri Negara Riset RI, pada Kabinet Pembangunan II, 28 Maret 1973 sampai 28 Maret 1978. Kiprah Soemitro sebagai Menristek di era awal masa pembangunan Indonesia sangat besar, karena Soemitro merupakan sosok pendorong awal mula tumbuhkembangnya pengusaha lokal di Indonesia ini.
Lompatan Teknologi
Penggantian nama Gedung dan Auditorium BPPT, menurut Hammam merupakan simbol lompatan teknologi, yang memiliki tujuan penting untuk mewujudkan cita Indonesia Maju. Penamaan tersebut juga merupakan penghormatan atas kiprah di bidang Iptek dalam pembangunan nasional yang dirintis oleh ketiga tokoh bangsa tersebut.
“Kami di BPPT berharap, dengan penamaan gedung BPPT dengan nama tokoh bangsa itu, dapat menjadi tonggak, dan penyemangat pembangunan yang tengah dilakukan pemerintah Indonesia saat ini,” ujarnya.
Hammam menegaskan Soedjono, Habibie, dan Soemitro, memiliki konsep besar dalam menapaki pembangunan nasional bangsa ini. Soedjono urainya, dikenal dengan ide besarnya dalam membangun institusi riset di Indonesia secara Solid. BJ Habibie dikenal dengan keberhasilannya melakukan pengkajian dan penerapan teknologi untuk membangun sumberdaya manusia, hingga membangun pesawat terbang secara Smart. Selanjutnya, Soemitro dengan ide dan gagasannya yang membawa pembangunan ekonomi dengan Speed yang cepat di awal-awal era pembangunan nasional kala itu.
Konsep besar pembangunan dari ketiga tokoh bangsa itu masih relevan hingga kini. Hammam pun mengaku bahwa sejak dirinya diamanatkan menjadi Kepala BPPT pada awal 2019 lalu, tagline BPPT Solid, Smart, Speed terus digaungkannya untuk menjadi budaya kerja di seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) BPPT.
Budaya kerja tersebut ditujukan agar peran BPPT dalam melahirkan inovasi dan teknologi yang tepat guna dalam pembangunan, semakin banyak jumlahnya. Produk inovasi teknologi BPPT, lanjut Hammam, pemanfaatannya ditujukan untuk pemangku kepentingan strategis sebagai solusi permasalahan nasional, untuk industri nasional agar berdaya saing, serta untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, sesuai visi Indonesia yang maju, mandiri, adil dan makmur.
Lintas Bidang
Menristek/Kepala BRIN mengatakan tiga tokoh tersebut memiliki latar belakang yang berbeda yakni adalah dokter, engineering dan ekonom.
“Ini menunjukan bahwa aspek riset teknologi dan inovasi di Indonesia memang membutuhkan pendekatan lintas bidang,” terangnya.
Jika kita lihat sekarang dari kuantitasnya memang di bidang kesehatan dan farmasi luar biasa banyaknya. Kemudian pertanian dan engineering, tentunya menghadapi tantangan kedepan kita harus bisa memanfaatkan advance teknologi di engineering, IT guna mendukung kesehatan, pangan dan lain sebagainya.
“Jadi untuk BPPT sudah saatnya meninggalkan individualisme, artinya harus ada kerjasama. Contohnya untuk pengembangan smart farming, yang mana ahli agriculture menunjukan apa yang dibutuhkan, sementara ahli IT menerjemahkan kebutuhan tersebut dengan penerapan IT dan AI misalnya,” papar Menristek.
Lebih lanjut Menristek menegaskan saat ini, kita semua dihadapkan berbagai tantangan maupun permasalahan yang luar biasa, di berbagai aspek kehidupan.
Salah satunya, bagaimana teknologi bisa memecahkan masalah kesehatan. Karena itu BPPT, Eijkman dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dapat bekerja bersama guna mencari solusi cepat dan harus ada quick win dari ketiga lembaga tersebut.
“Saya berharap pemberian nama Gedung ini akan membuat kita semua menjadi semakin produktif dalam melakukan kegiatan riset litbangjirap, sehingga bisa menghasilkan invensi dan inovasi yang mendukung dan menjawab kebutuhan masyarakat dan bangsa. Itulah esensi inovasi di Indonesia,” tutup Menristek.
Pada kesempatan tersebut, juga dilaksanakan peresmian Ruang Jirap (Pengkajian dan Penerapan) untuk Ruang Komisi Utama BPPT. Sementara Ruang Komisi I, II, dan III BPPT, menjadi Ruang Solid, Smart, dan Speed BPPT.