Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi BSN, Kukuh S Achmad dalam Pertemuan Teknis Laboratorium dan Lembaga Inspeksi di Hotel Novotel, Palembang, Kamis (1/3/2018). Foto Aldy/Humas BSN
Â
Technology-Indonesia.com – Dalam era perdagangan global yang kompleks dan sangat kompetitif, kepercayaan terhadap produk atau jasa yang diperdagangkan antara negara harus didukung oleh akreditasi. Karena itu, peran pemerintah serta regulator dalam akreditasi berdasarkan standar yang diakui secara internasional menjadi sangat penting.Â
Â
Untuk mengantisipasi era globalisasi perdagangan dunia, seperti Asean Economic Community (2015) dan APEC (2020), kegiatan standardisasi yang meliputi standar dan penilaian kesesuaian secara terpadu perlu dikembangkan secara berkelanjutan. Standardisasi diperlukan untuk memantapkan dan meningkatkan daya saing produk nasional, memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan umum.
Â
Untuk membina, mengembangkan serta mengkoordinasikan kegiatan di bidang standardisasi secara nasional menjadi tanggung jawab Badan Standardisasi Nasional (BSN) dengan dibantu Komite Akreditasi Nasional (KAN). KAN mempunyai tugas menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi yang dioperasikan untuk memastikan kompetensi lembaga penilaian kesesuaian (LPK).Â
Â
“Perlu pembuktian bahwa pihak-pihak yang menerapkan standar itu sudah menerapkannya dengan betul, melalui proses suatu penilaian, dalam terminologi umumnya kita sebut dengan conformity assessment atau disebut juga penilaian kesesuaian. Tata cara penilaian kesesuaian tersebut diantaranya adalah uji laboratorium, inspeksi, sertifikasi, audit, dan lain sebagainya,” ujar Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi BSN, Kukuh S Achmad dalam Pertemuan Teknis Laboratorium dan Lembaga Inspeksi di Hotel Novotel, Palembang, Kamis (1/3/2018).Â
Â
Kegiatan ini dihadiri 380 LPK yang terdiri dari Laboratorium Penguji, Laboratorium Kalibrasi, Laboratorium Medik, Lembaga Inspeksi, dan Penyelenggara Uji Profisiensi yang telah diakreditasi KAN dari wilayah Sumatera, Banten, dan Jawa Barat.
Â
Hingga 31 Januari 2018, KAN telah mengakreditasi 1.865 LPK yang terdiri dari 1610 LPK yang termasuk kelompok laboratorium dan 255 LPK yang termasuk kelompok lembaga sertifikasi. KAN juga telah mengoperasikan 25 skema akreditasi.
Â
“LPK yang termasuk kelompok laboratorium terdiri dari 117 lembaga inspeksi, 250 laboratorium kalibrasi, 1173 laboratorium uji, 57 laboratorium medik, dan 13 penyelenggara uji profiensi,” jelas Kukuh yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal KAN,
Â
Terkait pengakuan secara regional dan internasional, Kukuh menerangkan KAN telah memperoleh pengakuan melalui Mutual Recognition Arrangement (MRA) di forum Asia Pacific Laboratory Accreditation Cooperation (APLAC) untuk 5 skema akreditasi yaitu laboratorium penguji, laboratorium kalibrasi, lembaga inspeksi, laboratorium medik dan penyelenggara uji profisiensi. Serta forum International Laboratory Accreditation Cooperation (ILAC) untuk 4 skema akreditasi laboratorium penguji, laboratorium kalibrasi, lembaga inspeksi dan laboratorium medik.Â
Â
Di bidang sertifikasi, KAN telah memperoleh pengakuan melalui Multi Lateral Recognition Arrangement (MLA) di forum Pacific Accreditation Cooperation (PAC) untuk 7 skema akreditasi yaitu sistem manajemen mutu (SNI ISO 9001), sistem manajemen lingkungan (SNI ISO 14001), sistem manajemen keamanan pangan (SNI ISO 22000), sertifikasi produk, sertifikasi personel, sistem manajemen keamanan informasi (SNI ISO 27001) dan sistem manajemen energi (SNI ISO 50001).Â
Â
Serta forum International Accreditation Forum (IAF) untuk 4 skema akreditasi yaitu sistem manajemen mutu (SNI ISO 9001), sistem manajemen lingkungan (SNI ISO 14001), sistem manajemen keamanan pangan (SNI ISO 22000) dan sertifikasi produk.Â
Â
Kukuh juga memaparkan perkembangan terbaru terkait standardisasi dan penilaian kesesuaian. Salah satunya telah diterbitkannya ISO/IEC 17025 : 2017 yang menggantikan ISO/IEC 17025:2005. Terkait hal tersebut, APLAC dan ILAC mempersyaratkan bahwa semua laboratorium yang diakreditasi dan sertifikat akreditasi yang diterbitkan oleh badan akreditasi penandatangan MRA APLAC/ILAC, harus mengacu kepada ISO/IEC 17025:2017 selambat-lambatnya 29 November 2020.Â
Â
“Berkaitan dengan hal tersebut, KAN menetapkan dan memberlakukan ISO/IEC 17025:2017 sebagai persyaratan akreditasi laboratorium oleh KAN,” terang Kukuh.
Â
Kukuh pun menjelaskan kebijakan KAN tentang tata cara penyesuaian pemenuhan persyaratan akreditasi laboratorium penguji dan laboratorium kalibrasi dari SNI ISO/IEC 17025 : 2008 ke ISO/IEC 17025 : 2017. “Laboratorium yang mengajukan permohonan akreditasi, baik akreditasi awal maupun reakreditasi, terhitung mulai 1 Maret 2018 diproses berdasarkan persyaratan ISO/IEC 17025 : 2017,” ujarnya.
Â
Seluruh laboratorium yang telah dikareditasi KAN dan yang akan mengajukan akreditasi diharapkan dapat memenuhi persyaratan ISO/IEC 17025 : 2017. Salah satunya, mensyaratkan laboratorium untuk menyatakan ruang lingkup kegiatan yang dinyatakan memenuhi ISO/IEC 17025.Â
Â
Hal ini berkaitan dengan kegiatan ekspor Indonesia. “Jangan sampai hanya karena standarnya bukan yang ISO/IEC terbaru, tidak tertulis di ruang lingkup kegiatan, lalu ekspor Indonesia ditolak,” pungkasnya.
Â
Â