Jakarta, Technology-Indonesia.com – Industri tekstil dan pakaian jadi terus memainkan peran utama dalam perekonomian Indonesia. Industri ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan produk domestik bruto negara dan pendapatan valuta asing. Disinyalir, industri ini akan berkontribusi sekitar 5 persen untuk ekspor global.
Hingga kini, Indonesia masih menjadi produsen tekstil dan pakaian jadi terkemuka di kawasan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Hal ini harus dapat dipertahankan dengan cara meningkatkan kualitas produksinya, dengan mengembangkan standar terkait tekstil.
Deputi Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian Badan Standardisasi Nasional (BSN), Zakiyah mengatakan saat ini, industri tekstil di wilayah APEC sedang berfokus pada peningkatan aspek kesehatan. Contohnya produk tekstil antibakteri, deodoran, antijamur, dan antivirus. Sayangnya, produk-produk ini tidak selalu diuji sesuai dengan standar internasional, dan skema sertifikasi serta metode pelabelan pada produk ini belum selaras.
“Masalah-masalah ini dapat menyebabkan hambatan perdagangan dan kerugian bagi konsumen di ekonomi APEC,” ujar Zakiyah saat membuka seminar Capacity Building on Testing Methods for Functionality Finishing on Textile Products and Certification Methods within the APEC Region di Jakarta, Rabu (20/2/2019). Seminar ini diselenggarakan oleh Japan External Trade Organization (JETRO), berkolaborasi dengan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dan Japan Textile Evaluation Technology Council (JTETC).
Zakiyah menerangkan, hingga kini BSN sudah menetapkan 326 Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terkait dengan produk tekstil yaitu 208 standar untuk metode pengujian dan 118 standar untuk produk tekstil. Contoh SNI untuk produk tekstil adalah SNI 8444: 2017 – Kain Brokat. Adapun SNI untuk metode pengujian terkait dengan tekstil misalnya SNI 08-1272-1989 tentang Tekstil, Istilah dan definisi dalam penyempurnaan.
“SNI yang diadopsi dari standar ISO secara total adalah 193, dengan187 adopsi identik dan 6 adopsi dimodifikasi,” jelas Zakiyah.
Untuk mengakomodir kebutuhan industri tekstil di Indonesia dalam perdagangan diantara negara-negara Asia Pasifik, BSN telah mengadopsi standar ISO secara identik dan menetapkan SNI ISO 20743:2010 – Penentuan aktivitas antibakteri produk yang diproses penyempurnaan antibakteri. “Tentu kami juga akan melihat perkembangan industri tekstil di Indonesia dan internasional untuk mengembangkan standar-standar baru” ujar Zakiyah.
Pada kesempatan tersebut, Direktur JTETC, Norimitsu Suso menekankan pentingnya harmonisasi metode pengujian dalam perdagangan. “Dengan adanya harmonisasi metode pengujian, standar kualitas produk yang dihasilkan satu sama lain akan sama, sehingga dapat meningkatkan ekspor dan meminimalisir hambatan perdagangan,” ujarnya.
Dalam seminar ini, para pembicara pakar memberikan pemahaman tentang pentingnya metode pengujian dan sertifikasi yang digunakan untuk Produk. Zakiyah berharap, para peserta seminar dapat mempelajari metode pengujian fungsionalitas tekstil maupun skema sertifikasinya, sehingga nantinya dapat diterapkan di Indonesia untuk meningkatkan daya saing tekstil lokal.