Jakarta, Technology-Indonesia.com – Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs berisi 17 tujuan dan 169 target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030.
Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, saat ini Pemerintah Indonesia sangat berkomitmen untuk melaksanakan dan mengimplementasikan SDGs sampai 2030. Target-target yang ditetapkan global telah diletakkan dalam agenda pembangunan nasional yaitu RPJMN 2015-2019.
“Yang paling penting, dalam melaksanakan SDGs ini bukan hanya peran pemerintah tetapi semua aktor termasuk bisnis, akademia, filantropi, media, dan civil society harus berperan aktif dan memberikan kontribusi untuk mencapai SDGs tahun 2030,” terang Amalia di sela Seminar Public Awareness and Internal Meeting on Voluntary Sustainability Standars (VSS) di Jakarta, Rabu (28/11/2018).
Menurut Amalia, kegiatan ini sangat penting karena nantinya VSS akan menjadi katalis untuk mempercepat agar Indonesia bisa mencapai target SDGs di tahun 2030. Karena itu, VSS nantinya diharapkan bukan hanya dilakukan oleh pemerintah dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) tetapi harus membentuk semacam platform.
“Harus ada kerjasama kolaborasi yang sangat erat antara pemerintah dalam hal ini BSN sebagai focal pointnya, bisnis, donor maupun filantropi yang bisa men-support penuh untuk melakukan implementasinya di sini. Kami dari Bappenas sangat support terhadap VSS karena ini akan menjadi salah satu drivers of change bagi Indonesia untuk lebih maju dan lebih sustainable ke depannya,” terang Amalia.
Pada kesempatan tersebut Kepala BSN, Bambang Prasetya mengatakan Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertanggung jawab di ranah standardisasi dan penilaian kesesuaian, BSN mendukung kebijakan Pemerintah Indonesia tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) dengan mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Salah satu tujuan dari standardisasi dan penilaian kesesuaian adalah untuk meningkatkan perlindungan konsumen, bisnis, pekerja dan masyarakat serta negara dalam aspek keselamatan, keamanan, kesehatan dan pelestarian lingkungan. Tujuan ini sangat sejalan dengan Sustainability Standars.
Implementasi SNI, lanjutnya, pada dasarnya merupakan standar sukarela. “SNI dapat diberlakukan wajib jika dimasukkan ke dalam peraturan teknis yang dikeluarkan oleh menteri atau lembaga pemerintah lainnya,” jelas Bambang.
Sustainability standars merupakan standar yang menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen, pedagang, produsen, pengecer atau penyedia layanan, terkait dengan berbagai metrik keberlanjutan, termasuk penghormatan terhadap hak asasi manusia dasar, kesehatan dan keselamatan pekerja, lingkungan dampak produksi, hubungan masyarakat, perencanaan penggunaan lahan dan lain-lain. Sustainability standars memiliki potensi untuk menghasilkan manfaat lingkungan, ekonomi dan sosial yang signifikan di negara-negara berkembang.
“Tren standardisasi semakin lama semakin diminati karena kebutuhan bagaimana menjamin suistainable trust yang dibuktikan sertifikat dan seterusnya. Hal itu menjadi ranah penting di dalam dunia bisnis maupun government,” terangnya.
Jika ingin berdaya saing, lanjut Bambang, kita harus punya platform untuk masuk ke pasar. Salah satu platform itu adalah standar. Selanjutnya adalah masalah efisiensi. Standar membantu daya saing melalui efisiensi. Efisiensi bisa di level perusahaan, regional, daerah, maupun nasional.
“BSN telah mengembangkan SNI yang dibutuhkan oleh para pemangku kepentingan, dan beberapa diantaranya telah diimplementasikan dengan baik, misalnya ISO 37001 tentang sistem manajemen anti-suap, ISO 26000 tentang tanggung jawab sosial, dan lain-lain,” ujarnya.
Bambang mencontohkan, berdasarkan penelitian UNIDO (Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa) penerapan sistem manajemen energi tanpa modal bisa menghemat 7%. Penerapan sistem manajeman anti penyuapan di semua sektor publik akan menghemat 7-10%. Perusahaan yang menerapkan sistem manajemen mutu, maka unit cost-nya turun karena produk reject menjadi sedikit.
Bambang menyampaikan bahwa SNI dapat dikembangkan oleh siapa saja. “Kami menyambut semua pihak dari seluruh Indonesia untuk mengusulkan dan mengembangkan SNI bersama-sama. Tidak ada pengecualian atau eksklusivitas untuk standar apapun,” tuturnya.
Bambang berharap para pemangku kepentingan dapat mengintegrasikan sustainability standars sehingga dapat menghilangkan biaya tambahan yang seharusnya tidak perlu ditanggung oleh para pemangku kepentingan ketika mengimplementasikannya.
Forum yang diselenggarakan atas kerjasama BSN dengan The Managing Global Governance Programme of the German Development Institute (DIE/MGG) ini dihadiri oleh peserta nasional dan internasional, antara lain dari Jerman, India, Cina, Filipina, dan Mexico, yang terdiri atas perwakilan dari industri, asosiasi, pemerintah, Badan LSM/NGO, Voluntary Sustainability Standard Development Organization dan akademi.
Bambang berharap forum ini dapat menjadi salah satu kontribusi BSN dalam meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan nasional akan pentingnya kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian sebagai salah satu alat untuk mempromosikan perdagangan global, sekaligus mencapai terwujudnya SDGs.