Pembentukan DOB Sebabkan Degradasi Pelayanan Publik

Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) tidak otomatis memperluas wilayah pelayanan publik. Bahkan terjadi proses degradasi pelayanan karena sebagian besar anggaran terbelanjakan untuk membangun sarana dan prasarana serta pembiayaan aparatur.

Andy Ramses, Ketua Harian Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) mengatakan dalam pembentukan DOB, anggaran terhabiskan ke pusat kota yang akan dibangun. “Belum tentu sepuluh tahun selesai. Jadi ada sepuluh tahun waktu dimana pelayanan publik mengalami degradasi,” kata Andy dalam Seminar Hasil Penelitian Kelayakan Pembentukan Daerah Otonomi Baru Seram Utara Raya dan Banda di Kampus IPDN Cilandak, Jakarta, Kamis (18/2).

Penelitian ini dilakukan oleh MIPI bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maluku Tengah sejak Oktober 2015. MIPI merupakan asosiasi ilmu pemerintahan yang anggotanya akademisi, praktisi, dan pemerhati pemerintahan.

Maraknya pembentukan DOB terjadi selepas reformasi 1998. Pada 1999 jumlah daerah otonom sebanyak 319, terdiri dari 26 provinsi, 234 kabupaten, dan 59 kota. Setelah 15 tahun berkembang menjadi 538 daerah yaitu 34 provinsi, 411 kabupaten dan 93 kota pada 2014.

Hasil evaluasi menyebutkan 65% daerah otonom gagal berkembang. Survey Litbang Kompas menampilkan menjauhnya harapan pembentukan DOB dengan rendahnya kinerja pemda dan menurunnya kualitas pelayanan publik.

Dalam kesempatan yang sama Wakil Bupati Maluku Tengah, M. L. Leleury mengatakan usulan pembentukan DOB Seram Utara Raya dan Banda berawal dari masyarakat. Namun usulan mereka tanpa dibekali dengan penelitian-penelitian secara ilmiah. “Kalau kita lihat dari PP 78 Tahun 2007 ada 11 faktor yang minimal harus dipenuhi. Dari faktor-faktor itu secara ilmiah dikaji dan diberi bobot,”lanjutnya.

Menurut Leleury, usulan pemekaran sebaiknya bukan karena eforia tapi juga didasarkan penelitian-penelitian ilmiah seperti yang dilakukan oleh MIPI. “Itu menjadi pedoman bagi kita di kabupaten untuk bisa memberikan rekomendasi kepada Daerah Otonomi Baru ini. Semua harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata Leleury

Tidak Direkomendasikan

Agar pemerintah daerah otonom efektif mencapai tujuannya, pembentukan hendaknya memenuhi syarat-syarat dari dimensi politik atau dimensi adminitrasi/teknis pelayanan dan efisiensi pemerintahan.

Dimensi teknis menurut PP 78 Tahun 2007 meliputi faktor kependudukan, kemampuan ekonomi, dan potensi daerah. Metodologi penelitian yang dilakukan MIPI terdiri dari empat aspek utama yaitu sifat dan metode, wilayah dan responden, instrumen dan teknik pengolahan data.

Dalam meneliti kelayakan pembentukan DOB Seram Utara Raya dan Banda, selain mengunakan instrumen evaluasi yang diatur dalam PP 78 Tahun 2007, MIPI membuat gambaran sisi lain melalui dimensi politik. “Namun dimensi politik tidak termasuk bagian yang dipertimbangkan untuk usulan karena tidak ada dalam PP 78 Tahun 2007,” kata Andy.

Menurut Andy, dimensi politik merupakan pengakuan suatu komunitas sebagai entiti politik yang dibentuk oleh geografi, demografi, sosial budaya atau faktor sejarah. Ada perasaan yang sama sebagai identitas mereka yang berbeda dengan orang di luar mereka. Secara teoritik kalau itu terpenuhi maka layak dibentuk sebagai daerah otonomi. “Dari dimensi politik, MIPI menyimpulkan tidak ada urgensi membentuknya menjadi daerah otonomi baru,” lanjut Andy.

Dalam pemaparan hasil penelitian, Ika Sartika peneliti MIPI mengatakan lokasi penelitian untuk calon DOB Seram Utara Raya meliputi kecamatan Seram Utara, Seram Utara Barat, Seram Utara Timur Kobi, dan Seram Utara Timur Seti. “Sementara untuk calon DOB Banda lokasi penelitiannya di Kecamatan Banda, Saparua, Nusa Laut, Saparua Timur, serta Pulau Haruku,” lanjut Ika.

Penilaian dilakukan dengan menetapkan 11 faktor dan 35 indikator sesuai PP. Setiap faktor dan indikator mempunyai bobot berbeda sesuai perannya dalam pembentukan DOB. Sebelas Faktor itu meliputi kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali.

Analisis atas keseluruhan faktor pembentukan calon DOB Seram Utara Raya menghasilkan skor 182. Sementara total skor yang disyaratkan minimal 340. Hasil serupa juga terjadi di calon DOB Banda. “Kabupaten induk saja yaitu Maluku Tengah hanya memiliki skor 245, masuk kategori kurang mampu,” lanjut Ita.

Berdasarkan analisis keseluruhan faktor, menurut MIPI seyogyanya usulan pembentukan DOB kedua wilayah tersebut tidak direkomendasikan atau ditolak. Sebab akan menimbulkan kemerosotan kemampuan ekonomi, potensi daerah dan daya saing yang rendah dengan daerah otonom sekitar. Implikasinya menurut Andy, akan menimbulkan kemerosotan pelayanan publik karena kemampuan pemda yang tidak memadai.

“Sebenarnya kalau komitmennya memperluas pelayanan, perluas wilayah kerja yaitu kecamatan. Harusnya diperlunak syarat pembentukan kecamatan. Nanti akan diikuti pembentukan puskesmas, sekolah, dan lain-lain,” pungkas Andy.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author