LIPI Luncurkan Buku Gender dalam Iptek

alt

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Perempuan kurang terlibat secara maksimal baik sebagai pelaku pengembangan iptek, maupun sebagai pengguna hasil-hasil iptek. Partisipasi perempuan dalam pembangunan iptek juga masih jauh dibawah partisipasi laki-laki termasuk dalam  riset dan pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan iptek.
 
Peneliti Utama Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Pappiptek LIPI), Wati Hermawati menyampaikan hal itu saat peluncuran buku “Gender dalam Iptek: Perkembangan, Kebijakan, dan Tantangannya di Indonesia” pada Jumat (16/3/2018) di Media Center LIPI Jakarta. 
 
Buku ini berisi sekitar 14 tulisan dari 22 penulis tentang isu gender dan iptek yang aktual dan merupakan hasil penelitian, kajian, maupun pengalaman peneliti, pemerhati gender dan iptek, dan pakar gender di lingkungan lembaga litbang (LIPI dan BPPT) serta perguruan tinggi (IPB dan UI).
 
Wati mengungkapkan adanya stigma bahwa perkembangan iptek hanya menjadi dominasi bagi kaum laki-laki memang mulai memudar sekarang ini. Bila melihat kondisi terkini, sebenarnya banyak sekali peran perempuan dalam perkembangan iptek. Namun, peran ini berpotensi tidak muncul di permukaan karena adanya pembedaan perspektif menurut kultur sosial budaya. Inilah yang akhirnya akan menimbulkan persoalan, khususnya bias gender.
 
“Program pembangunan dan kebijakan untuk mengeliminasi ketimpangan gender memang sudah dilakukan di berbagai tingkatan, namun ketimpangan gender dalam iptek masih dialami. Persoalan bias gender ini perlu dikikis dari waktu ke waktu,” ungkapnya
 
Data UNESCO tahun 2010 menunjukkan bahwa perempuan yang terlibat aktif dalam perkembangan iptek, utamanya sebagai peneliti hanya sekitar 29 persen. Data UNESCO ini meliputi 121 negara. Sementara di Indonesia, Wati mencontohkan, profesor riset perempuan di LIPI saat ini hanya 23 persen dari total 214 orang yang aktif. Anggota legislatif perempuan yang duduk di DPR baru 17,2 persen.
 
“Itu baru segi kuantitas. Apakah 17,2 persen itu bisa dipastikan responsif gender?” tanya Wati yang juga menjadi editor dalam buku ini.
 
Dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, keterlibatan perempuan di bidang iptek sebagai peneliti di Myanmar mencapai 85 persen, Thailand 52 persen dan Filipina 52 persen. “Myanmar dikuasai oleh militer, banyak laki-laki yang berkecimpung di militer dan bisnis. Sementara perempuan lebih banyak di iptek dan pendidikan,” terangnya.
 
Menurut Wati, kesetaraan dan keadilan gender akan mudah diwujudkan apabila pengarusutamaan gender dilakukan melalui kerjasama yang saling menghargai dan saling mendukung diantara semua komponen dalam masyarakat, pemerintah, dan non pemerintah, diantara pusat dan daerah, dan antara organisasi profesi dan keahlian, agar terbangun pemahaman tentang gender yang lebih baik.
 
“Tidak ada strategi yang efektif dalam pembangunan nasional di berbagai bidang termasuk iptek jika kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan tidak diwujudkan,” katanya.
 
Dalam kesempatan tersebut, Wati menyampaikan beberapa rekomendasi kepada pihak terkait antara lain untuk terus melanjutkan pengarusutamaan dan pelatihan gender serta mendokumentasikan dan mendiseminasikan semua kegiatan dan hasil-hasil litbang iptek yang responsif gender sebagai pembelajaran.
 
Terkait kelembagaan, menurut Wati, seyogyanya kementerian/lembaga/institusi memiliki kelompok kerja/ad-hock/sejenisnya yang terkait dengan gender. Tugasnya mengawal dan mengintegrasikan prespektif gender dalam seluruh program atau kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi dan pelaporan.
 
“Pelaporan juga harus berprespektif gender, jangan disamaratakan. Misalnya, berapa pencapaian untuk perempuan maupun laki-laki harus terlihat. Kalau sudah berprespektif gender, maka efisiensi dan efektivitas program lebih terjamin,” terangnya.
 
Selain Wati Hermawati, ada tiga penulis lain yang menjadi pembicara dalam acara peluncuran buku ini. Nani Grace Simamora mengupas tentang perempuan peneliti di industri manufaktur. Ade Latifa mengulas tentang kesetaraan gender dalam pelayanan kesehatan maternal migran di Kota Surabaya. Sementara Chichi Sinthia Laksani menyampaikan pandangan laki-laki dan perempuan terhadap iptek yamg merupakan hasil survei Pappiptek LIPI tetang persepsi masyarakat terhadap iptek.
Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author