Ketua Dewan Riset Nasional (DRN), Bambang Setiadi dalam Seminar Nasional bertema “Inovasi, Invensi, dan Komersialisasi Teknologi untuk Meningkatkan Daya Saing Nasional” di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (23/11/2017).
Jakarta, Technology-Indonesia.com – Tugas besar untuk menjadikan inovasi sebagai cara menyelesaikan problem ekonomi bangsa harus dimulai dari infrastruktur yang sangat penting yaitu Undang-Undang inovasi. Indonesia akan menghadapi berbagai masalah jika melakukan inovasi tanpa undang-undang.
Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Riset Nasional (DRN), Bambang Setiadi dalam Seminar Nasional bertema “Inovasi, Invensi, dan Komersialisasi Teknologi untuk Meningkatkan Daya Saing Nasional” di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (23/11/2017). Seminar ini dilaksanakan dalam rangka Sidang Paripurna II Dewan Riset nasional.
Dalam seminar ini, DRN menyampaikan sebuah konsep mengenai naskah akademik untuk Undang-Undang Inovasi. Naskah akademik antara lain berfungsi sebagai bahan awal yang memuat gagasan tentang urgensi pendekatan, ruang lingkup, dan materi muatan suatu Peraturan Perundang-undangan.
“Pada prinsipnya tahun ini kita berdiskusi dan meyakinkan bahwa negara itu butuh inovasi dan undang-undang. Semua negara yang maju inovasinya di dunia ini mempunyai Undang-Undang Inovasi. Untuk menuju undang-undang itu kita membuat naskah akademik,” terang Bambang.
Dalam naskah akademik disebutkan bahwa Undang-Undang Inovasi bertujuan untuk menciptakan iklim yang memperlancar proses inovasi, yaitu proses produksi invensi (melalui Research and Development) dan proses komersialisasi dan/atau diseminasinya di dunia usaha maupun masyarakat, sehingga meningkatkan produktivitas, daya saing, dan kemandirian.
“Naskah akademik tersebut hari ini sudah diberikan kepada universitas dan LPNK untuk dipelajari. Kemudian dari naskah akademik itu akan menggunakan saluran yang bisa digunakan untuk memperbaiki atau membuat Undang-Undang Inovasi,” lanjut Bambang.
Selain menyusun naskah akademik, tahun ini DRN telah menuntaskan penyusunan Agenda Riset Nasional (ARN) dan sudah diserahkan ke universitas di seluruh Indonesia. “Masalah yang kami hadapi dan dihadapi oleh DRN periode sebelumnya yaitu ARN yang disusun tidak didampingi oleh politik anggaran untuk eksekusi pelaksanaannya,” ungkap Bambang.
Untuk mengatasi masalah tersebut, lanjutnya, solusi yang ditempuh adalah mencoba menawarkan pemikiran-pemikiran skema konsorsium berbasis ARN. Terutama terkait inovasi yang kemudian didorong untuk dapat didanai oleh pemerintah.
Bambang juga menyampaikan bahwa sejak akhir 2016 dan awal 2017, DRN telah melakukan diskusi untuk memberi masukan kepada pemerintah mengenai revisi Undang-Undang nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi.
“Berdasarkan pendalaman yang kami lakukan, saat ini, kami melihat bahwa hampir semua negara yang maju saat ini memiliki DRN. Bahkan di Korea kami dengar Presiden Korea hanya menelpon langsung kepada dua orang yaitu Dewan Pertahanan dan Dewan Riset Nasional,” kata Bambang.
Dalam kesempatan tersebut, Bambang juga mengingatkan perlunya memperkuat DRN menjadi Dewan Riset Inovasi Nasional (DRIN). Sebab, semua negara yang maju di bidang inovasi telah membentuk DRN.
“Melalui mimbar ini, kami mengajukan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir untuk mempertimbangkan penguatan keberadaan DRN dan DRD dalam Undang-Undang nomor 18 tahun 2002 yang akan direvisi,” pungkasnya.