TechnologyIndonesia.id – Majelis Profesor Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk kedua kalinya pada tahun ini mengukuhkan lima profesor riset baru. Mereka merupakan lima peneliti ahli utama dengan berbagai kepakaran, dari bidang tanaman hingga elektrokimia.
Mereka adalah A. Arivin Rivaie (kepakaran kesuburan tanah dan nutrisi tanaman), Djunijanti Peggie (kepakaran biosistematika dan konservasi kupu-kupu), Woro Riyadina (kepakaran epidemiologi penyakit tidak menular (PTM)), Parwati (kepakaran teknik ekstraksi informasi geo-bio-fisik lingkungan terestrial), dan Aris Mukimin (kepakaran teknologi elektrokimia).
Prosesi Sidang Terbuka Pengukuhan dan Orasi Ilmiah Profesor Riset dilaksanakan di Auditorium Soemitro Djojohadikusumo, Gedung B.J Habibie, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Pada sidang pengukuhan tersebut, A. Arivin Rivaie, Peneliti Pusat Riset Tanaman Pangan, mengangkat orasi ilmiah berjudul Akselerasi Inovasi Teknologi Fosfo-kompos dalam Meningkatkan Produktivitas Lahan Kering Masam Mendukung Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Lahan kering masam di Indonesia tersedia potensi seluas sekitar 7,36 juta hektare untuk pengembangan pertanian tanaman pangan. Meskipun, lahan ini memiliki kendala utama, seperti pH rendah, fiksasi fosfor (P) tinggi, kandungan Al, Mn, dan Fe yang meracun.
Pemanfaatan lahan kering masam sebagai lahan produktif alternatif harus didukung inovasi teknologi, salah satunya penggunaan fosfo-kompos berbasis fosfat alam (FA). Fosfo-kompos adalah produk berbasis FA ditambah bahan organik dan mikroba pelarut P, sehingga meningkatkan kelarutan dan ketersediaan P bagi tanaman, ramah lingkungan, dan lebih murah dibanding pupuk P anorganik (pabrik).
“Dengan dukungan kebijakan, insentif, dan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan lembaga riset, teknologi fosfo-kompos dapat menjadi solusi berkelanjutan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering masam, memperkuat ketahanan pangan nasional, dan mendukung pembangunan pertanian yang ramah lingkungan serta berkelanjutan,” ucap Arivin.
Selanjutnya, Djunijanti Peggie, Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, akan memberikan orasi ilmiah berjudul Biodiversitas, Konservasi, dan Akselerasi Pengetahuan Kupu-kupu Indonesia. Keunikan atau endemisitas kupu-kupu Indonesia menempati peringkat teratas dengan jumlah spesies endemik terbanyak di dunia, yaitu sekitar 650 spesies. Namun, masih banyak pengetahuan yang belum terungkap mengenai kupu-kupu Indonesia.
“Strategi penggalangan sains warga (citizen science) didukung kemajuan dan kemudahan teknologi telepon seluler menjadi solusi dalam memajukan pengetahuan kupu-kupu Indonesia,” ungkapnya.
Djunijanti akan menyampaikan enam poin penting pencapaian riset kupu-kupu Indonesia, yakni upaya inventarisasi; temuan tiga spesies dan dua subspesies baru; pendataan dan penataan spesimen koleksi; riset penangkaran; konservasi; dan akselerasi pendataan.
“Aplikasi seluler Kupunesia dengan pelibatan penggiat kupu-kupu (butterfly enthusiasts) dan peran sains warga merupakan langkah terobosan yang menjadi solusi memajukan pengetahuan kupu-kupu Indonesia,” tegasnya.
Kemudian, Woro Riyadina, Peneliti Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, akan menjelaskan orasi ilmiah berjudul Model Prediksi dengan Pendekatan Biopsikososial dalam Menurunkan Risiko Stroke di Indonesia. Stroke merupakan penyakit pembuluh darah otak sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Transisi epidemiologi stroke, ditandai dengan kecenderungan kematian stroke ke umur lebih muda.
Pendekatan biopsikososial meliputi ranah biologis (kondisi fisik dan biomedis), ranah psikologis (stres dan perilaku), ranah sosial yaitu sosial ekonomi, serta lingkungan sosial budaya merupakan faktor risiko stroke bersama yang mempunyai kontribusi tinggi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas stroke.
Berdasarkan nilai population attributable fraction (PAF), dampak intervensi pengendalian hipertensi, hiperglikemi, aktivitas fisik dan stres secara bersamaan, dapat mencegah kejadian stroke sekitar 77 persen dari kasus stroke.
“Artinya, intervensi faktor biopsikososial secara bersama, terintegrasi, dan komprehensif mempunyai dampak lebih besar dalam menurunkan insiden stroke. Metoda prediksi dengan pendekatan biopsikososial dikembangkan untuk mengitung besaran risiko stroke secara individu dan masyarakat dalam bentuk instrumen,” jelas Woro.
Selain itu, Parwati, Peneliti Pusat Riset Geoinformatika, akan menyampaikan orasi ilimah berjudul Smart Monitoring Berbasis Teknologi Satelit Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Kebakaran hutan dan lahan masih menjadi salah satu penyumbang utama emisi gas rumah kaca nasional.
Parwati dan tim telah menghasilkan model pemantauan karhutla berbasis teknologi satelit penginderaan jauh. Model ini diterapkan pada seluruh tahapan manajemen bencana, mulai dari pra-bencana, tanggap darurat, hingga pasca-bencana.
Pengembangan model berbasis satelit ini mengatasi keterbatasan pengamatan langsung, mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca, serta menyediakan dasar kebijakan berbasis data untuk mitigasi dan respons karhutla yang lebih efektif.
“Ke depan, model ini dapat diperkuat dengan integrasi kecerdasan buatan dan sensor satelit generasi terbaru guna mendukung pengelolaan karhutla yang lebih berkelanjutan dan efisien,” kata Parwati.
Terakhir, Aris Mukimin, Peneliti Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih, akan memaparkan orasi ilmiah berjudul Aplikasi Teknologi Elektrokimia untuk Peningkatan Pengolahan Air Limbah Industri. Keberadaan industri diakui memberikan manfaat besar bagi manusia.
Namun, kandungan polutan air limbah industri dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan manusia, kehidupan biota perairan, penurunan konsentrasi oksigen, menghalangi absorbsi cahaya matahari, dan penurunan estetika kualitas air.
Ketersediaan teknologi pengolahan air limbah industri yang efektif menjadi faktor penting dalam upaya pentaatan peraturan yang berlaku dan pencegahan pencemaran lingkungan perairan. Teknologi elektrokimia dengan karakter tersebut telah diteliti dan diaplikasikan sebagai pilihan yang dapat diberikan.
Teknologi ini digerakkan oleh energi listrik untuk menjalankan reaksi elektroda dan mampu mengolah berbagai polutan hingga yang bersifat persisten seperti zat warna dan antibiotik.
“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat menyarankan teknologi elektrokimia untuk pengolahan air limbah. Sedangkan industri yang masih terkendala dalam pengolahan air limbahnya dapat menggunakan teknologi elektrokimia. Khususnya, yang berbahan baku zat warna atau antibiotik,” ujar Aris.
BRIN Kembali Kukuhkan 5 Profesor Riset Baru
