Jakarta, Technology-Indonesia.com – Sampah makin menjadi momok di negeri ini. Bayangkan saja ada kapal pesiar dari luar negeri dengan jumlah turis asing yang banyak, batal berlabuh di Lombok karena lautnya banyak terdapat sampah. Kejadian tersebut bisa merugikan bidang pariwisata, karena devisa yang akan masuk ke negeri ini, jadi batal dan hilang.
Hal itu disampaikan oleh Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan Sampah, Ditjen Pengelolaan Sampah, Lombah dan Bahan Bahaya Beracun (B3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Jakarta, Selasa (16/4/2019).
Dalam acara Memperingati Hari Kartini dan Hari Peduli Sampah Nasional 2019, Novrizal menuturkan kepedulian masyarakat terhadap sampah hingga saat ini baru 28%. Artinya sebanyak 72% masyarakat Indonesia tidak peduli terhadap pengelolaan sampah. Ini berbahaya kalau tidak secepatnya diatasi dan dicari solusinya bersama.
Untuk itu Organisasi Poros Hijau bekerjasama dengan KLHK, mengadakan Focus Group Discussion (FGD) tentang Sinergi pemerintah, Pemda, lembaga masyarakat, dan pemangku kepentingan melalui Peran perempuan dan ibu rumah tangga dalam pengurangan dan pengelolaan sampah bernilai ekonomi.
Menurut Novrizal, ada empat hal penting dalam pengelolaan sampah. Pertama, kapasitas tempat penampungan sampah di tiap daerah masih kurang, sehingga sampah menumpuk, dan akhirnya masuk ke pengairan. Kedua, perilaku publik dan perubahan gaya hidup masyarakat yang kurang peduli pada pengelolaan sampah. “Ini masalah serius. Bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap sampah,” ujarnya.
Ketiga, komposisi sampah dominan bahan plastik. Ini jadi masalah sendiri. Plastik beda penanganannya. Jika sampah plastik masuk ke perairan, ini bahaya. Karena terurainya bisa ratusan tahun. Kalau plastik dimakan oleh biota laut, bisa membahayakan biota laut tersebit. Dan ikan dari laut dimakan manusia, bisa berdampak pada kesehatan manusia.
Sampah laut kalau berubah jadi mikro, katanya, berpotensi jadi media tempat polutan zat beracun. Berpotensi jadi karsinogenik yang memicu penyakit kanker, dan lainnya. “Menurut sebuah penelitian, mikro plastik berpotensi jadi penyebab terganggunya genital pria,” ungkap Novrizal.
Masalah keempat, lanjutnya, berkaitan dengan tanggung jawab produsen produk. Menurut dia, awal penyebabnya adalah dari produsen. Setiap produk ada kemasan dan sampai di rumah akan jadi sampah. Bungkus mie instan, kopi, teh, dan produk lainnya akan jadi sampah.
Pihaknya ingin mendorong para produsen produk juga bertanggungjawab terhadap sampah yang dihasilkan dari produknya. Salah satu caranya dengan mulai redesain. Packagingnya bisa didaur ulang, atau lebih ringan, dan lainnya.
“Empat persoalan itu yang jadi masalah pengelolaan sampah. Melibatkan dari hulu ke hilir. Produsen, konsumen dan pemerintah. Untuk itu semua stakholder bergerak bersama, agar masalah sampah bisa diatasi,” ujar Novrizal. Rahmayulis Saleh