Memahami Cuaca Laut Ekstrem di Benua Maritim Indonesia

TechnologyIndonesia.id – Cuaca ekstrem di laut penting diketahui secara luas untuk keselamatan pelayaran dan aktivitas kenelayanan. Kajian mengenai cuaca ekstrem perlu untuk terus dilakukan agar pemahaman mengenai interaksi laut-atmosfer di Indonesia yang dapat memicu cuaca ekstrem menjadi lebih baik.

Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Albertus Sulaeman menyampaikan, pemanasan global memicu intensitas dan frekuensi cuaca ekstrem, begitu juga sebaliknya. Sehingga, terjadi fenomena umpan balik yang merupakan salah satu ciri khas fenomena nonlinier.

“Cuaca ekstrem di laut memicu rouge wave, yang merupakan interaksi nonlinier beberapa gelombang. Gelombang ini belum bisa diprediksi dan menjadi perhatian nelayan,” tutur Albertus dalam Talk to Scientist bertema Memahami Cuaca Laut Ekstrem di Benua Maritim Indonesia pada Rabu (15/11/2023).

“Penelitian ini memerlukan observasi in-situ terkait pemasangan observasi laut dengan memanfaatkan rig pengeboran yang sudah tidak beroperasi,” imbuhnya.

Pemahamanan yang lebih baik mengenai cuaca ekstrem sangat berguna untuk meningkatkan akurasi prediksi cuaca ekstrem di wilayah Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap bencana hidrometeorologi dan perubahan iklim.

“Yang saat ini sudah hampir mencapai titik puncak (2 derajat celsius) dengan kenaikan suhu global bulanan sebesar 1,76 derajat celsius pada September 2023,” jelas Ketua Kelompok Riset Interaksi Atmosfer-Laut dan Variabilitas Iklim BRIN Erma Yulihastin.

Sementara itu, Peneliti Ahli Utama Oseoanografi BRIN Widodo Setiyo Pranowo menyatakan, parameter cuaca dan hidrodinamika di laut yang saling berhubungan adalah angin, arus laut, dan gelombang laut.

“Pola angin monsun membangkitkan arus dan gelombang di permukaan laut. Hubungan korelatifnya menyebabkan dengan semakin kencangnya angin, maka kecepatan arus dan ketinggian gelombang bisa semakin meningkat,” jelasnya.

Benua Maritim Indonesia secara natural seperti memiliki “shield” atau pelindung dari lintasan angin siklon tropis. “Shield” tersebut secara maya berada di lintang 5 derajat utara, dan di lintang 10 derajat selatan.

“Siklon tropis mampu menghasilkan tinggi gelombang ekstrem. Namun, dalam 1-2 dekade terkini, gelombang ekstrem beberapa kali menjalar melintasi/menembus ‘shield‘ tersebut,” tuturnya.

Dia menambahkan, gelombang ekstrem di laut menyebabkan kecelakaan kapal di laut, bisa juga mengganggu kestabilan platform/anjungan migas offshore. Sehingga, data dan informasi historis, dan pemantauan time series dari angin, arus, dan gelombang laut sangat penting dikompilasi, yang kemudian digunakan untuk meramalkan kondisinya untuk 7 hingga 14 hari ke depan.

“Kolaborasi antara riset gelombang laut yang dilakukan oleh BRIN dan operasional peramalan gelombang laut oleh BMKG akan semakin meningkatkan informasi yang dibutuhkan oleh publik,” ucapnya.

Pengamatan Cuaca Laut di Kepulauan Riau

Peneliti Ahli Muda Oseanografi BRIN Subekti Mujiasih menjelaskan, pengamatan cuaca laut yang menggabungkan pengamatan unsur cuaca dan unsur laut secara bersamaan masih terbatas, terutama di daerah pesisir, tidak terkecuali pengamatan di sekitar Kepulauan Riau (Kepri).

Di sisi lain, model-model atmosfer atau model laut pun belum dapat menjangkau area-area sempit seperti selat. Keterbatasan ini menyebabkan sulitnya melakukan prediksi cuaca laut ekstrem di wilayah perairan sempit.

“Kegiatan pengamatan dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran kondisi cuaca laut sebenarnya, dan bahkan mengoreksi model cuaca laut yang sudah ada. Namun demikian, penyediaan alat pengamatan umumnya membutuhkan biaya dan usaha yang besar,” terangnya.

Salah satu solusi untuk meningkatkan jumlah data pengamatan, memperluas jaringan pengamatan, dan kemampuan pengamatan cuaca laut ekstrem adalah kegiatan pengamatan cuaca laut bersama-sama.

BRIN melalui Pusat Riset Iklim dan Atmosfer sebagai pusat tenaga ahli dan Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) sebagai mitra talent pool melakukan pengamatan bersama sejak 6 September hingga 6 Oktober 2023, di pantai selatan Pulau Mantang, yakni pulau kecil di selatan Pulau Bintan, Kepri.

Pengamatan ini meliputi kerja sama pengukuran unsur laut (tinggi muka laut dan suhu permukaan laut oleh BRIN; arus laut dan pasang surut, dan unsur cuaca yang meliputi arah dan kecepatan angin, curah hujan, kelembaban, suhu udara, dan indeks ultraviolet (UV index) oleh UMRAH.

Kegiatan ini melibatkan mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan pengamatan, dan analisa data cuaca laut. Setelah pengamatan selama satu bulan, maka dilakukan kegiatan recovery, ekstraksi, evaluasi, dan analisis data pengamatan.

Dengan proses-proses tersebut, akan diperoleh informasi apakah data hasil pengamatan lengkap, memiliki anomali, dan layak untuk dijadikan bahan kajian.

“Setelah dilakukan evaluasi, walaupun data yang terkumpul tidak dalam periode yang panjang, kegiatan ini dinilai cukup berhasil karena data pengamatan yang dihasilkan masih memenuhi syarat untuk dijadikan bahan riset cuaca laut ekstrem sekitar pesisir dan riset interaksi laut atmosfer, serta merupakan langkah awal yang bagus untuk peningkatan kerja sama pengamatan dan riset selanjutnya,” pungkasnya. (Ilustrasi Pixabay.com/12019)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author