Jakarta, Technology-Indonesia.com –Garam sebagai pemberi citarasa gurih pada makanan sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Garam yang baik harus cukup mengandung iodium. Kekurangan iodium dapat mengakibatkan penyakit gondok, terhambatnya perkembangan otak, serta terganggunya pertumbuhan fisik anak.
Berdasarkan Data Kementerian Kesehatan tahun 2015, jumlah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) di Indonesia mencapai 706.757 penduduk (usia 15 tahun ke atas). Untuk memastikan agar garam yang dikonsumsi masyarakat dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sehari-hari, Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3556:2016 Garam konsumsi beriodium.
“Untuk menjamin kebutuhan iodium sebagai upaya meminimalisir potensi penyakit gondok, dalam SNI garam konsumsi beriodium dipersyaratkan kadar kalium iodat (KIO3) minimal 30mg/kg,” ujar Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal BSN, Wahyu Purbowasito di Jakarta, Rabu (19/8/2020).
Selain kadar kalium iodat, SNI Garam konsumsi beriodium juga mensyaratkan beberapa parameter mutu lainnya. Diantaranya kadar air maksimal 7%, kadar natrium klorida (NaCl) minimal 94% (atas dasar bahan kering), serta bagian yang tidak larut dalam air maksimal 0.5% atas dasar bahan kering.
“SNI garam konsumsi beriodium juga membatasi kadar cemaran logam, baik kadmium, timbal, raksa, dan arsen,” jelas Wahyu.
Organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) telah merekomendasikan agar semua garam yang dikonsumsi harus beriodium atau “diperkuat” dengan iodium. Zat ini penting untuk perkembangan otak yang sehat pada janin dan anak kecil serta mengoptimalkan fungsi mental masyarakat secara umum. WHO menargetkan minimal 90 persen rumah tangga mengkonsumsi garam dengan kandungan iodium yang cukup.
WHO telah merekomendasikan agar orang dewasa mengonsumsi kurang dari 5 g (hanya di bawah Satu sendok teh) garam per hari. Adapun bagi anak-anak, WHO merekomendasikan asupan garam sesuai kebutuhan tubuh mereka (dengan catatan tidak melebihi batas maksimal untuk orang dewasa).
Wahyu menegaskan, kendati garam yang beredar di pasaran sudah wajib ber-SNI, konsumen juga supaya memperhatikan rekomendasi dari WHO terkait konsumsi garam per hari.
“Jangan sampai karena merasa sudah menggunakan garam ber-SNI, lalu pemakaian garamnya melebihi batas rekomendasi dari WHO. Apalagi malah mencoba garam yang tidak ber-SNI, tidak ada jaminan kualitasnya,” tegas Wahyu.
Standar ini disusun oleh komite teknis 71-02 Garam dan telah dibahas melalui rapat teknis, dan disepakati dalam rapat konsensus yang dihadiri oleh wakil-wakil dari pemerintah, produsen, konsumen, tenaga ahli, lembaga pengujian, lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan institusi terkait lainnya.
Diharapkan, dengan tersedianya SNI garam konsumsi beriodium, produsen dapat meningkatkan kualitas produk sesuai dengan persyaratan standar mutu yang telah ditentukan.