Ratna Asmah Susidarti dalam pidato pengukuhan jabatan Guru Besar pada Fakultas Farmasi UGM. Foto: Fristo
Pemanfaatan tanaman sebagai bahan baku obat belum dilakukan secara maksimal di level global. Dari sekitar 250.000-500.000 spesies tumbuhan di dunia, hanya sekitar 15 persen yang dilaporkan telah diteliti secara fitokimia. Tanaman yang telah diuji aktivitas biologisnya baru sekitar 6 persen.
Hal tersebut disampaikan Ratna Asmah Susidarti dalam pidato pengukuhan jabatan Guru Besar pada Fakultas Farmasi UGM, di Balai Senat UGM, Selasa (17/1/2017). Dalam pengukuhan tersebut Ratna menyampaikan pidato berjudul ”Tanaman Sebagai Sumber Senyawa Bioaktif: Peranannya Dalam Terapi dan Pengembangan Obat Baru”,
Data penelitian menunjukkan terdapat 122 senyawa yang digunakan sebagai obat. Seluruh senyawa tersebut didapat dari 94 spesies tanaman yang sebagian besar yaitu sekitar 80 persen diantaranya telah digunakan sebagai obat rakyat.
Melihat kondisi tersebut, Ratna melihat peluang untuk menemukan berbagai senyawa aktif baru dari tumbuhan untuk dimafaatkan sebagai obat masih terbuka lebar. Menurutnya, penggunaan sumber botani tanaman sebagai titik awal dalam program pengembangan obat sangat bermanfaat.
Sebagian besar pemilihan calon spesies tumbuhan untuk penelitian didasarkan pada penggunaan jangka panjang oleh manusia. Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa senyawa aktif yang diisolasi dari tanaman cenderung lebih aman dibandingkan yang berasal dari tanaman yang tidak memiliki riwayat digunakan manusia.
Disamping itu, isolat asal yang diperoleh bisa langsung digunakan sebagai obat dan dikembangkan menjadi molekul baru untuk mengatasi keterbatasan dari molekul asal. Misalnya modifikasi senyawa anestesi lokal kokain yang bersifat kompleks menjadi senyawa sederhana yaitu benzokain dan kuinin sebagai anti malaria menjadi kuinidin untuk obat jantung.
Namun, pengembangan obat dari sumber daya alam memiliki sejumlah kelemahan. Salah satunya terjadi eksploitasi terhadap sumber daya alam akibat komersialisasi produk. Kebutuhan bahan baku tanaman obat yang tinggi sementara ketersedian bahan baku semakin terbatas. Pengembangan obat dari tanaman juga membutuhkan biaya tinggi.
Kendati begitu, Ratna menegaskan upaya pemanfaatan tanaman obat di Indonesia perlu dilakukan. Langkah tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Namun pemanfaatannya harus memperhatikan kelesstarian untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan.
Indonesia memiliki tidak kurang dari 30.000 spesies tumbuhan ada di hutan tropis. Dari jumlah tersebut sekitar 9.600 spesies yang diketahui memiliki khasiat obat. “Sayangnya belum semuanya dimanfaatkan untuk pengobatan. Baru 200 spesies saja yang telah digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional,” jelasnya.
Menurut Ratna, riset terintegrasi, komperehensif, dan berkeseinambungan untuk penemuan dan pengembangan obat baru harus terus digalakkan. Pemerintah diharapkan menyediakan dana dan peralatan yang menunjang pelaksanaan riset agar berhasil dan berdaya guna.
“Harapannya dengan pengembangan obat baru dalam negeri ini dapat mengurangi ketergantungan obat dari luar negeri,” pungkasnya.