Kemunculan Cacing Parasit Anisakis di Ikan Laut Fenomena Alami

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) belum lama ini merilis temuan 27 merek produk ikan makarel kalengan yang positif mengandung cacing parasit jenis Anisakis sp. BPOM telah menarik merek-merek tersebut dari pasaran di berbagai wilayah Indonesia.

Temuan cacing Anisakis sp. dalam sejumlah merek produk ikan makarel kalengan menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Dosen Perikanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Eko Setyobudi menyampaikan kemunculan anisakis dalam ikan laut merupakan hal yang biasa.

“Keberadaan anisakis di ikan laut merupakan fenomena biasa yang terjadi secara alami,” jelas Eko dalam keterangan tertulis yang diterima Technology-Indonesia.com pada Selasa (3/4/2018).

Eko menjelaskan anisakis merupakan kelompok nematoda dari famili Anisakidae yang umum ditemukan sebagai parasit pada berbagai jenis ikan laut di seluruh dunia. Penyebarannya melibatkan krustasea, ikan, cumi-cumi, maupun mamalia laut sebagai inang.

Secara umum siklus hidup anisakis dicirikan dengan empat kali moulting. Hanya stadia larva-2 yang bersifat hidup bebas dalam perairan dan akan berubah menjadi larva-3 setelah masuk dalam tubuh krustasea laut karena proses pemangsaan. Anisakis yang menginfeksi ikan atau cephalopoda berada dalam tahap larva-3 dengan ukuran kurang lebih 2-4 cm. Sementara untuk tahap anisakis dewasa hanya ditemukan pada mamalia laut.

Eko menjelaskan, infeksi anisakis dalam organisme laut telah diteliti dalam beberapa studi. Sejumlah besar spesies ikan dan cephalopoda rentan terhadap infeksi nematoda ini. Hingga saat ini tidak kurang dari 200 jenis ikan dan 25 jenis cephalopoda dilaporkan terinfeksi anisakis. Jenis ikan yang banyak dilaporkan terinfeksi adalah Atlantic Mackerel, Horse Mackerel, Blue Mackerel, Indian Mackerel, dan Hering.

“Hasil penelitian Departemen Perikanan UGM juga menunjukkan beberapa spesies ikan di Samudera Hindia Selatan Jawa terinfeksi oleh nematoda ini,” jelas pria telah menekuni penelitian anisakis sejak 2006.

Anisakis terdiri dari banyak spesies, diantaranya diyakini hanya terdistribusi dalam area terbatas. Eko mencontohkan, Anisakis simplex lebih banyak ditemukan di belahan bumi utara bagian barat dan timur Samudera Atlantik dan Pasifik. Namun Anisakis simplex kadang ditemukan di perairan barat Mediterania, khususnya pada ikan pelagis yang melakukan migrasi dari Atlantik. Sedangkan anisakis yang teridentifikasi di Samudera Hindia Selatan Jawa adalah Anisakis typica.

“Tingkat prevalensi dan intensitas infeksi Anisakis sp. terhadap suatu jenis ikan sangat dipengaruhi oleh wilayah geografis, habitat dan musim. Namun ikan yang hidup atau bermigrasi ke daerah endemik aniskais berpeluang lebih besar terkena infeksi,” jelas Eko.

Prevalensi dan intensitas infeksi cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan ukuran atau usia ikan. Anisakis dapat hidup pada rongga perut, saluran pencernaan, organ tubuh bahkan dalam daging, dengan preferensi yang berbeda untuk setiap jenis inang.

Eko mengungkapkan di negara-negara maju salah satunya Kanada, ikan yang telah diketahui mempunyai prevalensi larva anisakis yang tinggi akan diperiksa keberadaan nematodanya pada saat pengolahan. Daging ikan dengan infeksi berat akan dilakukan pemotongan bahkan dibuang. Proses seleksi ini dilakukan untuk menghindari kerugian ekonomi dan mencegah anisakiasis pada manusia.

Untuk mengurangi risiko keberadaan anisakis dalam industri pengolahan ikan, Eko menekankan pentingnya memastikan bahan baku ikan diperoleh bukan berasal dari wilayah yang terinfeksi anisakis dan musim penangkapan yang bebas dari infeksi anisakis. Selain itu perlu dilakukan sampling terhadap bahan baku akan kemungkinan infeksi nematoda dan melakukan prosedur standar operasional penanganan bahan baku yang dicurigai terinfeksi dengan membuang bagian yang terinfeksi.

Proses Pengalengan

Sementara Pakar Kemanan Pangan, Endang Sutrisnawati Rahayu menyebutkan cacing anisakis pada ikan makarel kalengan dipastikan mati dan tidak membahayakan kesehatan manusia jika dikonsumsi. Pasalnya cacing akan mati setelah melalui berbagai proses pengalengan sesuai dengan standar.

‘’Konsumsi bahan makanan yang mengandung parasit mati tidak membahayakan bagi kesehatan tubuh. Hanya saja dari segi estetika, cacing memang sebaiknya tidak ada dalam ikan,” jelasnya.

Lebih lanjut Endang menjelaskan, pada proses pengalengan memiliki persyaratan thermal untuk memastikan seluruh mikroorganisme yang ada di bahan pangan yang diolah seluruhnya mati, termasuk endopsora bakteri yang sering dipakai sebagai tolak ukur karena paling tahan dengan panas. Pada proses pengalengan yang dilakukan sesuai dengan persyaratan yang ada dapat dipastikan aman bahkan hingga masa kadaluwarsa.

“Dalam proses sterilisasi untuk membunuh endospora saat pengalengan dilakukan di suhu lebih dari 121 °C. Kalau endospora saja sudah mati maka mikroorganisme serta parasit atau larva yang ada dalam bahan makanan yang diolah dipastikan juga sudah mati duluan,”tegasnya.

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM ini menghimbau masyarakat tidak panik menghadapi kejadian ini. Kasus ikan makarel kalengan yang bercacing diharapkan tidak menjadikan masyarakat untuk takut mengkonsumsi ikan laut.

“Yang terpenting adalah diperhatikan dalam mengolah dan memasak ikan laut dengan sempurna,” katanya.

Menurutnya, yang harus diperhatikan justru pada ikan yang dikonsumsi mentah atau setengah matang yang perlu dikontrol bahan bakunya. Sebab, memasak ikan laut tanpa panas atau panas yang kurang tidak akan mematikan larva cacing dan bisa menyebabkan penyakit.

Endang menghimbau industri pengalengan ikan agar melakukan update standar operasional produk (SOP) pada Good Manufacturing Practice (GMP) maupun Hazard Analysis and Critical Control Point (HCPP) dan melakukan validasi kecukupan panas dengan memperhatikan keberadaan nematoda pada bahan baku yang diolah.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author