Jamur Pangan, Alternatif Sumber Protein Nabati di Masa Pandemi

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pandemi Covid-19 telah berdampak pada kualitas kesehatan individu karena memburuknya pola konsumsi akibat menurunnya daya beli. Masyarakat perlu melakukan penyesuaian konsumsi tanpa mengorbankan kualitas gizi dengan memilih pangan yang tepat, tersedia di sekitar, dan terjangkau meski pendapatan menurun. Salah satunya dengan mengonsumsi jamur pangan sebagai alternatif sumber protein di masa pandemi.

Direktur Eksekutif Asia Pacific Centre for Ecohydrology – UNESCO Category II Centre (APCE – UNESCO C2C) Ignasius Dwi Atmana Sutapa, menjelaskan jamur pangan menjadi salah satu komoditas pangan pilihan masyarakat Indonesia yang paling mudah dibudidayakan oleh rumah tangga.

“Jamur pangan mempunyai kualitas pangan yang cukup baik, padat gizi, dan membantu memenuhi kebutuhan asupan protein ketika daya beli masyarakat menurun,” terang Sutapa dalam webinar “Jamur Pangan sebagai Sumber Protein Nabati di Masa Pandemi Covid 19”, di Jakarta pada Rabu (7/10/2020).

Webinar ini digelar oleh Pusat Penelitian Biologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan APC – UNESCO C2C, bekerjasama dengan Dinas Ketahanan Pangan, Kabupaten Bogor. “Melalui webinar ini, kita saling berbagi ilmu tentang cara dan upaya untuk menjaga ketahanan pangan rumah tangga di masa pandemi Covid-19. Salah satu upaya tersebut adalah melalui budidaya jamur pangan,” tutur Sutapa.

Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI, Atit Kanti mengatakan jamur merupakan salah satu mikroorganisme yang tidak banyak dikenal sebagai salah satu sumber protein di Indonesia. Jamur pangan di Indonesia belum menjadi konsumsi rutin bagi masyarakat. Padahal, di Indonesia banyak sekali jenis-jenis jamur pangan yang belum dieksplore.

Negara-negara di dunia seperti Amerika dan Eropa rata-rata konsumsi jamur mencapai 1,5 kg perkapita/tahun, sementara di Indonesia 0,18 kg/perkapita/tahun. “Jamur merupakan salah satu ikon makanan sehat terutama bagi vegetarian yang mempunyai nutrisi lengkap. Konotasi itu yang barangkali belum ada di pikiran konsumen di Indonesia,” tuturnya.

Menurut Atit, Indonesia berpeluang untuk menjadi jamur sebagai satu protein yang murah, mudah dan enak. Karena itu perlu upaya-upaya untuk memasyarakatkan konsumsi jamur sebagai sumber protein.

Peneliti Pusat Penelitian Biologi, Iwan Saskiawan menerangkan, jamur pangan mengandung nutrisi yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Dari hasil penelitian rata-rata jamur pangan mengandung 19-35 persen protein lebih tinggi jika dibandingkan dengan beras (7,38 persen) dan gandum (13,2 persen).

“Asam amino esensial yang terdapat pada jamur, ada sekitar sembilan jenis dari 20 asam amino yang dikenal. Selain itu 72 persen lemaknya termasuk jenis lemak tidak jenuh,” tambah Iwan.

Iwan merinci jamur juga mengandung berbagai jenis vitamin, antara lain B1 (thiamine), B2 (riboflavin), niasin, dan biotin. Selain elemen mikro, jamur juga mengandung berbagai jenis mineral, antara lain kalium, fosfor, kalsium, natrium, magnesium, selenium dan tembaga. “Jumlah kandungan seratnya yang berkisar antara 7,4 hingga 24,6 persen sehingga sangat baik untuk pencernaan,” tambahnya.

Beberapa jenis jamur yang memiliki nilai ekonomi antara lain jamur kancing, jamur tiram, jamur shitake, jamur Kuping, jamur merang, dan jamur taoge. Untuk membudidayakan jamur, terangnya, harus terlebih dahulu mengetahui karakter biologi dari jamur tersebut. Jamur Merang misalnya, membutuhkan suhu dan kelembaban tinggi. Sementara jaur kancing dan shitake membutuhkan suhu rendah dan kelembaban tinggi.

Budidaya jamur tiram memiliki kelebihan antara lain mudah dilakukan (low teknologi), modal kecil, dan mudah diolah menjadi produk olahan. Kekurangannya, tingkat kontaminasi yang tinggi, serangan hama yang sangat masiv pada musim-musim tertentu, kontrol produksi (kuantitas/kualitas) sangat sulit, serta harga rendah.

Sementara budidaya jamur merang memiliki kelebihan antara lain masa panen lebih cepat, harga lebih tinggi dibanding jamur tiram, dan pasar relatif lebih mudah. Hambatan budidaya jamur merang antara lain teknologi budidaya lebih rumit, ketersediaan bibit yang berkualitas, membutuhkan modal yang lebih besar, serta bahan baku yang semakin berkurang (jerami padi).

Menurut Iwan, budidaya jamur dapat mendukung ketahanan pangan karena teknologinya sederhana, ramah lingkungan, menyerap tenaga kerja, waktu budidaya singkat, dan menghasilkan bahan pangan yang bergizi. Namun ada tantangan yang harus diharapi yaitu tingkat konsumsi jamur yang masih rendah, produktivitas jamur pangan yang masih rendah dan perlunya pengembangan jamur pangan sebagai produk pangan fungsional.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author