TechnologyIndonesia.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Agroindustri (PRAI) menggandeng PT. Perusahaan Dagang dan Industri Waris (PT. Waris) dalam pengembangan dan formulasi sediaan microcrystalline cellulose (MCC) dan sodium starch glycolate (SSG) untuk aplikasi farmasi.
Plt. Kepala PRAI BRIN Arief Arianto mengatakan, kebutuhan SSG dan MCC dalam negeri banyak diimpor dari luar negeri. Hal ini menurutnya menjadi tantangan riset.
Arief berharap melalui kerja sama ini bisa mengisi atau mensubtitusi kebutuhan impor tersebut dengan produksi dalam negeri. Bahan bakunya diambil dari dalam negeri, seperti sagu dan ampas sagu, serta diharapkan harganya sesuai produksi pasar.
“Tujuan disepakatinya Perjanjian Kerja Sama (PKS) ini yaitu untuk menghasilkan purwarupa produk MCC dan SSG, hasil optimasi proses pada skala model dan data formula sediaan tablet, serta dokumen studi kelayakan (feasibility study),” kata Arief di Kantor PT. Waris, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (23/7/2024).
Dirinya mengaku sangat tertarik bisa bekerja sama dengan PT Waris yang sudah lebih dari 50 tahun berdiri.
“Ini merupakan hal luar biasa tentunya. Maka, diharapkan PT Waris sebagai salah satu penyedia bahan baku farmasi nasional dan akan secara internasional bisa membantu mempercepat hasil riset dan inovasi BRIN,” tambahnya.
Lebih lanjut Arief menginformasikan, tim yang akan mengimplementasikan kerja sama ini sedang melanjutkan studi untuk meningkatkan kompetensi, serta mendapatkan data yang lebih presisi dan sekuensial.
Dia berharap kerja sama yang dibangun bisa mendukung pembangunan nasional, khususnya bidang kesehatan, serta menjadi role model untuk kegiatan lainnya.
Termasuk, kolaborasi ini bisa menjadi penyemangat para peneliti lain di daerah Lampung. “Di mana, Lampung dikenal sebagai sentra pati-patian dari sagu dan pati singkong. Untuk ke depan, riset ini bisa dikembangkan dengan berbahan dari singkong,” tambahnya.
Dia menegaskan, BRIN siap menerima umpan balik karena penelitian ini senantiasa berproses dan berkelanjutan. “Sejatinya, bukan sesuatu yang harus langsung jadi, tapi kami akan terus memperbaiki secara skala sesuai standar,” terangnya.
Hilirisasi produk riset dalam pembangunan ekosistem riset dan inovasi, menurutnya, bisa didukung dengan sistem inovasi triple helix.
Yakni, ada kemitraan dengan dunia penelitian (akademisi), swasta (usaha) sebagai pihak yang memanfaatkan hasil penelitian, dan pemerintah yang memfasilitasi terjadinya inovasi secara regulasi.
Sementara itu, Direktur Utama PT. Waris Martin Adam mengungkapkan idealismenya menggunakan bahan baku dari dalam negeri. Rintisan usaha bahan baku farmasi tersebut sudah berdiri sejak 1970an. Di mana, kondisi saat itu di Indonesia belum ada bahan baku kimia dasar dan infrastruktur kimianya.
Lalu, lanjut Martin, pada 2014, pihaknya bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (kini keduanya terintegrasi ke dalam BRIN) melakukan penelitian bersama bahan baku farmasi di Lampung dan telah berhasil dalam skala laboratorium.
“Untuk itu dalam perjanjian kerja sama kali ini, kami berharap akan ditingkatkan menjadi skala produksi,” pungkasnya. (Sumber brin.go.id)