TechnologyIndonesia.id – Pengenalan wajah (face recognition) pada patung para Kaisar Romawi sangat menarik untuk diteliti. Ada dua sudut pandang pada penelitian ini, yaitu sudut pandang para arkeolog dan sejarawan, serta computer scientist.
Sejarawan dan arkeolog berpendapat bahwa hairstyle (gaya/model rambut) sangat penting dalam identifikasi wajah seorang kaisar. Sedangkan ilmuwan bidang komputer berasumsi bahwa wajahlah yang paling penting.
Peneliti dari Kelompok Riset Computer Vision, Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nova Hadi Lestriandoko menyampaikan hal tersebut dihadapan 70 siswa SMA Kristen Singgasana – BPK Penabur Bandung yang berkunjung untuk mengenal riset implementasi kecerdasan artifisial terkait face recognition pada Rabu (4/9/2024).
Menurut Nova, bagi seorang computer scientist face recognition merupakan bagian yang paling penting.
“Bagian rambut (hairstyle) cenderung memberikan penurunan akurasi. Seperti kita ketahui rambut bisa diubah dengan cepat modelnya. Misalnya, dari rambut panjang menjadi pendek dengan potong rambut,” jelasnya.
Patung para Kaisar Romawi memiliki keterbatasan informasi. Arkeolog dan sejarawan biasanya mengalami kesulitan untuk mengenali wajahnya. Patung itu sifatnya berbeda dengan manusia.
“Jika kita melihat wajah manusia yang asli tentu banyak tanda-tanda unik di dalamnya. Termasuk kerutan wajah dan kerutan mata. Kadang ada tahi lalat dan tanda-tanda yang lainnya,” tutur Nova.
Pada patung hal tersebut tidak akan ditemukan. Selain itu, tidak ditemukan warna kulit karena patung cenderung sama permukaannya. Sehingga sangat sulit bagi arkeolog dan sejarawan untuk bisa mengenali sosok siapa dari sebuah patung Kaisar Romawi.
Jadi akhirnya para computer scientist menggunakan hairstyle atau model rambut ataupun rambut yang berada di wajah, semacam jenggot dan kumis sebagai identifikasi. Di mana model rambut kaisar pada saat itu merupakan salah satu tanda atau simbol kekuasaan.
Pada kekaisaran Romawi biasanya patung-patung yang ada akan dihancurkan dan diganti dengan patung-patung yang baru dari kekaisaran yang baru.
“Karena itu, para ilmuwan sulit untuk menemukan patung-patung dalam kondisi yang utuh. Rata-rata patung sudah mengalami rekonstruksi,” tutur Nova.
Sistem pengenalan wajah dapat bekerja pada patung para Kaisar Romawi dengan mengacu pada penelitian sebelumnya terkait dataset dari berbagai sumber semisal museum atau peninggalan Kekaisaran Romawi.
Sedangkan pendekatan yang dilakukan dengan metode face detection (deteksi wajah) adalah menggunakan Dlib atau perpustakaan perangkat lunak berbasis ResNet (residual network). Metode lainnya yaitu dengan average face atau wajah rata-rata dari dataset Kekaisaran Romawi.
“Dihitung rata-rata wajahnya seperti apa kemudian dilakukan replacement bagian-bagian tertentu secara digital,” pungkas Nova. (Sumber brin.go.id)