Jakarta, Technology-Indonesia.com – Teknologi kecerdasan artifisial (KA) atau istilah kerennya AI (Artificial Intelligence) saat ini sudah banyak diterapkan di berbagai bidang kehidupan. Kecerdasan artifisial memanglah bukan hal baru, namun perkembangannya selalu menarik perhatian. Indonesia bahkan telah membentuk Strategi Nasional (Stranas) KA untuk mendorong terciptanya visi Indonesia 2045. Stranas KA membuka peluang bagi pelaku usaha memasukkan KA dalam lini bisnisnya.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan bahwa kecerdasan artifisial dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan komputer yang memiliki kecerdasan meniru fungsi kognitif manusia. Teknologi KA diciptakan untuk memahami dan memberi solusi terhadap suatu masalah dengan lebih cepat, efektif dan mampu menyelesaikan pekerjaan manusia dengan lebih mudah serta memberi hasil yang maksimal.
KA yang kita kenal saat ini, lanjutnya, masih dalam tahap narrow intelligence, atau kecerdasan terbatas. Sementara manusia memiliki general intelligence, yang belum bisa dilakukan jika dibandingkan dengan kemajuan KA saat ini.
Menurut Hammam yang telah menekuni teknologi KA sejak tahun 1992, dengan melakukan riset penerjemahan bahasa secara otomatis, memandang dengan definisi di atas, penyebutan kecerdasan artifisial lebih tepat digunakan, dibanding dengan nama kecerdasan buatan.
“Sebelumnya kecerdasan yang coba diterapkan dalam aplikasi disebut sebagai kecerdasan buatan, dimana secara mekanikal diotomatisasi melalui sebuah perangkat lunak. Sementara saat ini selain kata artifisial memang sudah menjadi kata serapan dalam KBBI. Kata artifisial sendiri ada art/seninya bagaimana mengupayakan agar modelling bisa menyerupai kecerdasan manusia” kata Hammam dalam Talkshow bersama Pandi Institute, pengelola nama domain internet Indonesia pada Jumat (30/4/2021)
Hammam lantas mengatakan bahwa KA sudah banyak digunakan masyarakat saat ini, namun mereka belum menyadarinya. Beberapa contoh yang bisa ditemui adalah mesin pencarian (search engine) seperti Google, Bing, dan Baidu. Dalam hal ini, semua orang bisa mencari apapun yang ingin diketahui, baik informasi umum maupun produk yang ingin dibeli di aplikasi belanja online.
Contoh lainnya misalnya translator, game online, pencarian lokasi wilayah menggunakan online maps, face recognition pada smartphone dan lain-lain. Ini merupakan contoh kecerdasan buatan di kehidupan sehari-hari yang memudahkan akses informasi era transformasi digital.
Sektor belanja online menurut Hammam banyak sekali mendapatkan manfaat dari penerapan teknologi KA. Misalnya penerapan sistem rekomendasi produk, tampilan aplikasi yang dikustomisasi khusus sesuai dengan user experience, sistem reminder, hingga chatbot. Selain e–commerce, sektor media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube hingga Whatsapp dan Telegram juga tanpa disadari telah menerapkan teknologi KA untuk membuat pengguna mendapatkan rekomendasi konten dan siapa saja yang bisa mereka lihat atau follow.
Hammam menilai Indonesia juga tidak terlalu ketinggalan dalam penerapan KA. Teknologi ini telah diterapkan dalam sistem smart city di Jakarta, Bandung, dan Tangerang. Kemudian untuk pertanian dengan konsep e-farming, maupun yang terbaru Kepolisian RI telah menerapkan sistem e-Tilang dengan memanfaatkan jaringan kamera pengawas (CCTV) di beberapa titik yang akan menindak langsung para pelanggar dengan mengirimkan surat tilang melalui email, pesan whatsapp, maupun surat fisik langsung.
Diluar dari pemanfaatan atau penerapan, kegiatan riset dan inovasi di bidang KA juga sudah mulai dilakukan oleh sebagian besar lembaga penelitian, seperti BPPT, Kementerian Komunikasi, kementerian/lembaga lain, hingga perguruan tinggi. Bahkan sekarang sudah menjamur bisnis startup yang berbasis teknologi KA di Indonesia, seperti: Nodeflux, Kata.Ai, Bahasa Kita, dan Prosa.ai.
Stranas Kecerdasan Artifisial 2020-2045
BPPT selaku lembaga penyelenggara Iptek di bidang pengkajian dan penerapan juga telah meluncurkan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial (Stranas KA). Stranas ini merupakan arah kebijakan nasional dalam pengembangan teknologi KA di beberapa sektor prioritas pembangunan nasional, diantaranya sektor kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan & riset, ketahanan pangan, serta mobilitas / kota cerdas (smart city).
Diresmikan pada Agustus 2020 oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Stranas KA disusun untuk menjawab tantangan pengembangan KA di Indonesia, diantaranya kesiapan regulasi yang mengatur etika penggunaan, kesiapan tenaga kerja, kesiapan infrastruktur dan data pendukung pemodelan, serta kesiapan industri dan sektor publik dalam mengadopsi inovasi KA. Stranas KA menjadi indikator bagi sebuah negara yang siap beradaptasi dengan kemajuan industri 4.0 yang ditandai dengan KA, big data dan cloud computing.
“Ini semua melambangkan bahwa negara itu betul-betul ingin menghela pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan teknologi 4.0. Revolusi industri 4.0 merupakan bagian dari roadmap kemajuan jaman, dan juga kemajuan dari sebuah bangsa dan negara. Indonesia juga sudah memiliki Making Indonesia 4.0 yang berusaha meletakkan roadmap strategi Indonesia agar menjadi salah satu ekonomi terkuat di dunia. Pada saat Indonesia 100 tahun merdeka, disituah Stranas KA merupakan jalan menuju Indonesia 45,” terang Hammam.
Stranas KA juga merupakan salah satu bentuk perencanaan strategis. Persoalan yang pertama kali dan perlu dikaji oleh tim penyusunan adalah pemahaman kondisi aktual Indonesia dan gap yang harus diatasi agar memenuhi visi nasional kecerdasan artifisial yang diharapkan.
“Untuk itu, kita melakukan analisis SWOT dengan bantuan kerangka kerja pengembangan Stranas oleh World Economic Forum, sehingga pada akhirnya menghasilkan empat area fokus strategi nasional dan lima bidang prioritas inovasi,” lanjutnya.
Stranas KA menyertakan roadmap jangka pendek (1 tahun), menengah (3-5 tahun) dan jangka Panjang (5-10 tahun), untuk masing-masing aspek yaitu pengembangan talenta KA, etika dan kajian kebijakan KA, infrastruktur dan data KA, riset dan inovasi industri KA, serta program prioritas dan quick win implementasi KA, dan juga target yang perlu dicapai secara nasional, agar implementasi KA berjalan secara optimal, efisien dan efektif sehingga bisa segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
Pengembangan talenta menurut Hammam penting karena harus mampu bersaing dengan talenta negara lain. Kemudian terkait data dalam pengembangan KA di Indonesia bukanlah hal mudah, karena data yang dimiliki meskipun banyak namun berserakan, tidak terstruktur, dan terbagi di beberapa lokasi. Dalam aspek riset dan inovasi industri, usecases dari berbagai sektor pembangunan diharapkan muncul. BPPT sedang berupaya riset dan inovasi industri memunculkan aplikasi yang dibuat oleh perusahan dan industri Indonesia baik start up maupun perusahan besar.
“Di awal terjadinya pandemi Covid-19, Stranas baru terbentuk dan BPPT bukanlah pemain tunggal dalam menghasilkan Stranas, namun bekerjasama dengan multistakeholder. Selain Stranas, BPPT juga menyiapkan Pusat Inovasi Kecerdasan Artifisial (PIKA) yang tugasnya mendukung pengembangan ekosistem inovasi, supaya pada saat Peraturan Presiden terkait KA dihasilkan maka ada sebuah bentuk kelembagaan yang less bureacratic dan kemudaian bisa menjadi wadah satu perkumpulan seperti Pandi untuk kolaborasi riset dan inovasi KA,” jelas Hammam.
Salah satu yang sudah dihasilkan menjadi baseline PIKA yaitu Prediksi Kebencanaan berbasis Kecerdasan Artifisial (PEKA) Api dan PEKA tsunami. PEKA Api merupakan model forecasting yang mengacu pada kemampuan kita melihat pola karhutla.
“Hampir setiap tahun terjadi karhutla dan banyak menimbulkan kerugian. Karhutla bukan sesuatu yang tidak bisa diprediksi. Dengan adanya prediksi cuaca, kemudian melihat tinggi muka air di lahan gambut sebagai indikator yang dipasangi sensor, kemudian muncul kemampuan AI untuk memprediksi kapan saat yang tepat untuk melakukan TMC. Sementara PEKA tsunami menjadi model prediksi korelasi gempa di kedalaman tertentu dan lokasi tertentu apakah berpotensi membangkitkan tsunami atau tidak,” terang Hammam.
BPPT juga telah mengembangkan KA untuk deteksi Covid-19 melalui citra medis x-ray dan ct scan. KA dimanfaatkan untuk membaca ada tidaknya virus Sarcov2 di paru-paru pasien. KA sangat bagus untuk mengenali image understanding. Inilah yang diperkuat dengan ribuan data yang dikumpulkan melalui RS dan kerjasama internasional, sehingga sistem AI untuk Covid-19 bisa memberikan deteksi membantu radiolog membuat sebuah keputusan (AI for decision support).
Pada November 2020 BPPT berhasil menggelar AI Summit sebagai puncak pengembangan dan pemanfaatan teknologi KA di Indonesia. Direncanakan AI summit 2021 akan dilaksanakan di bulan November 2021 dengan mengajak lebih banyak pihak terkait. Dengan mengembangkan use case KA, diharapkan akan ada perusahaan dan start up baru yang lahir, baik di bidang kesehatan, mobility, smart city atau pangan. AI summit merupakan tempat menunjukkan kepada dunia kemajuan Indonesia dalam pengembangan teknologi KA.
Penerapan KA sendiri terang Hammam, tidak terbatas di 5 bidang prioritas. AI diharapkan juga memasuki sektor industri unggulan, seperti disebutkan dalam roadmap Indonesia 4.0. Misal Petrokimia, industri makanan dan minuman, industri elektronik, otomotif atau transportasi, dan industri tekstil. KA Membantu Manusia bukan Menghilangkan Pekerjaan Manusia
Tantangan implementasi KA di Indonesia, disebutkan Hammam masih banyak gap di bidang Sumber Daya Manusia (SDM). Keberterimaan terhadap AI ini masih belum menyeluruh. AI adalah sebuah kecerdasan untuk pekerjaan yang sifatnya repetitif dilakukan oleh manusia, dengan AI bisa lebih cepat dilakukan. Di bidang investasi, teknologi ini memerlukan investasi baik dari SDM maupun dari penguasaan teknologinya terutama dari data dan infrastruktur.
“Ini menjadi bagian dari upaya kita untuk menciptakan sebuah wadah dimana kemudian industri KA kita mampu scaling up bila dipakai banyak pihak. Karenanya saya berharap PIKA menjadi bagian dari upaya kita menemukan ide kreatif, menghasilkan start up, hingga menghasilkan scale up dari perusahaan-perusahaan Indonesia,” tuturnya.
Hammam menilai KA justru akan meningkatkan pengalaman bagi manusia (human experience), bukan mematikan peran manusia itu sendiri. KA akan membuat manusia lebih mudah memilih dan melakukan hal lebih baik. “Dapat dikatakan bahwa kecerdasan artifisial adalah asisten bagi manusia, mislanya dalam membuat keputusan yang lebih baik,” tegas Hammam.
Tantangan terberat dalam pengembangan KA menurut Hammam terletak pada isu/pola pikir masyarakat seperti data privasi, sentimen negatif masyarakat terhadap teknologi KA, dan juga isu pengembangan ekosistem KA. Maka dari itu untuk mengatasi hal tersebut dalam pengembangan KA perlu dilakukan secara bijaksana dan cermat. Sehingga kesadaran, pengetahuan, dan rasa percaya masyarakat akan pemanfaatan KA akan meningkat.
Hammam menegaskan KA akan membuat manusia lebih mudah memilih dan melakukan hal lebih baik. Akan tetapi adopsi teknologi ini harus tetap dilakukan secara prudent, provident, dan trustworthy, serta sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Terkait literasi yang telah dilakukan, hal itu tidak lain ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan rasa percaya masyarakat akan pemanfaatan KA.
Dirinya juga tidak menampik, nantinya akan banyak bidang pekerjaan akan tergantikan oleh KA seiring pemanfaatannya yang semakin masif. Hal tersebut bukan berarti mematikan mata pencaharian yang ada saat ini, namun membuka peluang profesi/pekerjaan baru untuk menjadi pelaku teknologi ini, mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik dengan bantuan teknologi kecerdasan artifisial.