Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memunculkan konsep Industri 4.0 yang memungkinkan digitalisasi seluruh proses bisnis dalam suatu industri dan integrasi value-chain dalam ekosistem digital. Menyikapi era perubahan yang sifatnya disruptif ini, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berupaya memberikan solusi teknologi.
Deputi Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material (TIEM) BPPT, Eniya L. Dewi menjelaskan menghadapi Revolusi Industri 4.0, Indonesia harus membenahi diri utamanya dalam hal peningkatan daya saing industri khususnya di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi.
“Revolusi Industri 4.0 menuntut agar industri baru serta usaha rintisan (start up) untuk lebih siap menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Mereka yang memanfaatkan TIK dengan baik akan dengan cepat melampaui industri lain dalam valuasi harga, sebagai hasil penerapan teknologi,” tutur Eniya dalam acara Tech Talk bertema “Revolusi Industri 4.0: Siapkah Indonesia?” di Auditorium BPPT, Jakarta, Senin (17/12/2018).
Eniya mengungkapkan, BPPT terus berupaya mengembangkan kapasitas dan kompetensi-nya untuk mendorong kemandirian. Salah satunya di bidang teknologi informasi komunikasi dan elektronika, untuk meningkatkan daya saing bangsa sesuai visi dan misinya.
Dengan dukungan laboratorium inovasi TIK, lanjutnya BPPT mengembangkan berbagai program yang erat dengan penguasaan teknologi untuk mengantisipasi perkembangan dunia saat ini. Misalnya, di bidang cyber security dengan pembentukan SOC (Security Operation Center) dan Government CA (Certificate Authority)-nya; di bidang intelligent computing dengan pengembangan teknologi bahasa berbasis machine learning; di bidang cloud technology; hingga bidang internet of things (IoT) melalui Automatic Identification System (AIS); Telemedicine; dan lain-lain.
Berbagai inovasi dan layanan teknologi BPPT diharapkan dapat berkontribusi dalam penguasaan teknologi untuk kemandirian bangsa, dengan berkolaborasi aktir guna meningkatkan impact pemanfaatan teknologi, bersama dengan mitra pemerintah, akademisi, dan industri.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT, Michael Andreas Purwoadi bahwa konsep Industri 4.0 yang sarat dengan implementasi teknologi informasi dan komunikasi membutuhkan jaringan data internal maupun eksternal yang memungkinkan integrasi data secara vertikal dalam organisasi maupun secara horizontal dengan mitra kerja.
Pemanfaatan teknologi, lanjutnya, seperti Big Data dan Intelligence Artificial pun mulai menggantikan manusia dalam melaksanakan pekerjaan yang membutuhkan pengolahan data berskala besar, variatif dan komplex, maupun pekerjaan yang sifatnya repetitif.
Dalam situasi sarat teknologi, cyber security menjadi sangat penting, baik untuk keamanan OT (operational technology) yang menyangkut perangkat atau mesin-mesin terotomasi, maupun IT (information technology) yang menyangkut sistem informasi pendukung proses bisnis administrasi.
“Perubahan-perubahan ini perlu diantisipasi, dalam perusahaan, dengan meletakkan personil-personil dalam posisi baru yang lebih kreatif. Pemerintah juga harus menyiapkan tenaga kerja yang tidak lagi mengerjakan pekerjaan yang sifatnya repetitif,” ujarnya.
Cara pandang paradigma baru, dimana sistem produksi dengan ban berjalan yang dulu dibangun dengan mengutamakan keterampilan buruh yang terspesialisasi, tergantikan dengan menempatkan manusia pada posisi yang lebih mengutamakan kreativitas. Untuk itu, upaya tersebut perlu diantisipasi bukan hanya oleh industri manufaktur saja, namun juga oleh industri jasa, khususnya yang terkait pemanfaatan teknologi.
“Perkembangan teknologi yang begitu cepat ini perlu diantisipasi bersama dengan upaya kolaboratif dan terpadu dari seluruh kalangan, baik di sektor pemerintahan maupun non pemerintahan, melalui penguasaan dan pemanfaatan teknologi,” pungkasnya.