Jakarta, Technology-Indonesia.com – Memasuki era Revolusi Industri 4.0, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) memiliki rencana untuk mendigitalisasi operasional perusahaannya. Dengan penerapan teknologi-teknologi baru diharapkan energi geothermal bisa lebih kompetitif, bersih, dan ramah lingkungan.
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy, Ali Mundakir menyampaikan hal tersebut dalam pembukaan Pertamina Geothermal Energy Digital Expo di Kantor PGE, Jakarta pada Rabu (12/12/2018). Acara PGE Digital Expo yang berlangsung pada 12-13 Desember 2018 ini sekaligus merayakan Hari Ulang Tahun PGE yang ke-12 tahun. Pembukaan PGE Digital Expo juga dihadiri Direktur Pertamina Nicke Widyawati, Direktur Keuangan Pertamina Pahala Mansyuri, dan SVP Exploration Yudantoro.
Lebih lanjut, Ali Mundakir mengatakan PGE terus melakukan adaptasi dan inovasi melalui berbagai kebijakan, program kerja dan inisiatif inovasi. Salah satunya, operational excellence, cost efficiency, dan prioritasi program kerja. Penerapan teknologi baru dan pengembangan-pengembangan baru juga terus dilakukan. Salah satunya, dengan melakukan digitalisasi operasional termasuk untuk terus beradaptasi dengan penerapan machine learning, Internet of Things (IoT), dan Artificial Intelligence (AI).
“Kita menghadapi tantangan di dalam mewujudkan visi dan misi PGE. Kita dihadapkan pada tantangan untuk terus melaksanakan efisiensi agar energi geothermal bisa kompetitif dibanding sumber energi lain. Salah satu kunci dalam meraih visi kami adalah masuk ke dalam era digitalisasi, Internet of Things dan Industri 4.0. PGE siap masuk era digital dan era Internet of Things,” ungkap Ali Mundakir.
Pada kesempatan tersebut, Ali Mundakir menceritakan bahwa pengembangan geothermal sudah dimulai sejak 1926 saat ahli geologi pemerintahan Belanda melakukan lima pengeboran di area Kamojang. Bahkan, salah satu sumur hingga sekarang masih memproduksi uap.
Pengembangan dilanjutkan oleh PT Pertamina pada tahun 1974 yang memulai pengeboran di area Kamojang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kemudian pada 1978 dimulai pilot project penggunaan energi geothermal untuk pembangkitan listrik yang menghasilkan 257 watt.
“Baru pada tahun 1983 Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi dalam skala komersial pertama diresmikan yaitu Kamojang Unit I. Inilah yang menjadi tonggak pengembangan geothermal di Indonesia,” tuturnya.
Selanjutnya, Pertamina secara bertahap terus mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi mulai dari Kamojang Unit II dan Kamojang Unit III. Pertamina terus konsisten mengembangkan energi geothermal. Hingga tahun 2001 lahirlah Undang-Undang Migas yang pada prinsipnya memisahkan kegiatan hulu dan hilir. Kemudian Pertamina melakukan transformasi dan pada 12 Desember 2006 berdirilah PT Pertamina Geothermal Energy.
“Berdirinya PGE membuat langkah gerak Pertamina melalui PGE dalam mengembangkan geothermal semakin cepat,” ungkap Ali Mundakir.
Selama 12 perjalanan PGE, terangnya, tercatat hampir tiap tahun PGE menambah kapasitas terpasang. Total mulai 2006 – 2018, PGE sudah menambah 455 MW kapasitas terpasang. Menurut Ali Mundakir, ini merupakan pencapaian luar biasa bagi sebuah perusahaan yang bergerak di bidang geothermal.
“Bahkan mulai 2015, PGE merupakan satu-satunya perusahaan di dunia yang menjalankan 7 proyek secara simultan atau bersamaan. Ini semakin menambah keyakinan kami, para pekerja dan seluruh insan PGE untuk terus berkontribusi membangun energi bersih di Indonesia,” katanya.
Ke depan, Ali Mundakir berharap pada awal tahun 2019 kapasitasnya menjadi 672 MW. “Kami akan terus tumbuh dan berkembang, sampai 2026 kami merencanakan install capacity mencapai 1112 MW,” pungkasnya.